Wednesday, June 6, 2012

Salman Aziz Alsyafdi, Pemilik Warnet Gue: Memulai Usaha Tanpa Uang

Berawal dari jual nasi goreng dan buku foto kopian, bisnis Salman terus berkmebang ke segala arah. Dari warnet dan penyewaan komputer, toko foto, hingga laundry, dan usaha salon. Modalnya bukan uang, melainkan kejelian membaca peluang, kemauan dan kreativitas.



MODAL UTAMA BERUSAHA adalah kemauan dan kreativias, bukan uang. Salman Azis Alsyafdi telah membuktikannya. Bisnisnya dirintis tanpa modal uang sepeser pun.  Yang dilakukannya adalah jual beli - ya, jual beli, bukan berjualan nasi goreng.

Begini kisahnya. Pada tahun 2003, sebagai siswa SMU Insan Cendekia sekolah berasrama (boarding school) di Serpong, Salman dan kawan-kawan tak jarang merasa bosan dengan menu makanan yang disediakan pihak asrama. Mau mencoba makanan lain  tidak bisa, tidak ada kantin yang menjual jajanan. Namun keadaan ini justru menggelitik naluri bisnis Salman. la menanyakan siapa saja yang ingin membeli makanan di luar asrama. Lalu bersama dua rekannya,  ia naik sepeda hingga 3 km mencari tukang nasi goreng yang murah dan enak, dan menjualnya lagi kepada pemesan tadi.

Usaha ini tidak membutuhkan modal sama sekali, karena sebelum membeli makanan ke pedagang ia sudah meminta uangnya kepada siswa yang ingin beli. Wajah Salman menerawang, namun bibirnya menyungging senyum. "Saya mengingat peristiwa itu seolah seperti baru kemarin," katanya.

Jika Salman begitu terobsesi dengan berwirausaha, itu gara-gara ketika ia masih duduk di bangku SMU bapaknya memberikan buhu berjudul Rich Dad Poor Dad, karya fenomenal Robert T. Kiyosaki. Ia mengaku menemukan sebuah pilihan hidup yang sangat menarik karena terinspirasi buku itu, pilihan untuk menjadi pengusaha. "Sebagai manusia saya tidak ingin untuk mengikuti arah arus yang ditetapkan sejumlah orang. Saya ingin menciptakan arus itu sendiri," ujarnya.

Tamat dari sekolah berasrama ini, pria kelahiran Jakarta, 11 Februari 1986 ini diterima di Fakultas llmu Komputer (Fasilkom) UL Meli­hat buku-buku teks kuliah di Fasilkom yang be­gitu besar dan tebal, serta jumlah mahasiswanya yang mencapai ratusan, muncul gagasan untuk berjualan foto kopian buku. Untuk berbisnis buku foto kopian ini ia membagikan selem­bar kertas kepada teman-temannya sesama mahsiswa. Isinya, "Bagi yang ingin pesan buku foto kopian silakan tulis di sini." Karena jumlah mahasiswa Fasilkom tiap angkatannya cukup besar, jumlah yang memesan buku foto kopian ini cukup ba­nyak. Uang muka pesanan inilah yang menjadi modal Salman untuk membeli buku aslinya. Pembayaran kepada tukang foto kopi dilaku­kan secara mencicil, seiring dengan pelunasan biaya buku foto kopian oleh teman-temannya.





“Sebagai manusia saya tidak ingin mengikuti arah arus yang ditetapkan sejumlah orang. Saya ingin menciptakan arus itu sendiri.”



Salman tak pernah berhenti mencari peluang baru. la mengamati banyak sekali mahasiswa Fasilkom yang membutuhkan komputer, sarana wajib bagi perkuliahan mereka. Para mahasiswa dari fakultas lain pun banyak yang membutuhkan komputer untuk membantu menyelesaikan tugas-tugas. Namun di waktu itu, awal tahun 2004, belum ada toko komputer yang menjual komputer murah branded.




BIODATA

SALMAN AZIS ALSYAFDI, S. KOM

Jakarta, 11 Februari 1986

Website : www.ilmusalman.wordpress.com

Email : salmanazis@yahoo.com / salmanazis@gmail.com



PENDIDIKAN:

S1 Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia



NAMA USAHA:

Warnet Gue (Warnet dilengkapi fasilitas servis dan penjualan komputer)

Website: www.warnetgue.com

Alamat: Baran Indah No.E-27, BSD, Serpong, Telp: 021 75871580



PENGHARGAAN:

2007 Pemenang Wirausaha Muda Mandin Kategori Mahasiswa program Diploma Dan Sarjana

2008 Best Entrepreneur Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia

LAIN-LAIN :

2007-Sekarang Pemilik Usaha Website, Salon di Asrama UI, Cetak foto di Depok, Video Shooting dan Editing, Cetak Foto di Serpong, Servis, dan Penjualan Komputer di Serpong, Warnet di Pamulang di Bukit Indah.

2005 Usaha Laundry di Asrama U1 & Warnet di Universitas Pancasila

2004 - Sekarang Warnet di Asrama Ul

2005 – 2007 Usaha Pulsa di Asrama Ul

2003 Menjual             Buku Fotokopi di Fasilkom Ul &Jual Beli Nasi Goreng di SMU Insan Cendekita Serpong



Yang ada hanya komputer rakitan, itu pun harus dibeli di Glodok sentra-sentra perdagangan komputer di Jakarta. Lebih repot lagi, harus dibeli secara tunai - hal yang tentunya memberatkan bagi bagi mahasiswa.

Dengan sigap Salman menyergap peluang besar ini. Pada ssemester kedua ia memulai usaha menjual komputer rakitan. Ia menempel promosi berupa foto kopian yang ditempelkan di Asrama UI (waktu itu ia tinggal di sini), serta halte-halte dan fakultas-fakultas di lingkungan UI menawarkan komputer murah. "Sebelumnya, hampir setiap Minggu saya berkeliling Glodok mencari toko yang menjual komputer dengan harga paling murah," kenangnya. Ketika pesanan datang tinggal mennelpon toko untuk menyampaikan spesifikasi (spec) yang dibutuhkan agar segera dirakit, lalu diambilnya ke Glodok.



MENGUBAH MASALAH MENJADI PELUANG

Salah satu keunggulan Salman adalah kejeliannya melihat masalah atau kebutuhan target pasarnya, dan memberi solusi yang sekaligus merupakan peluang bisnis bagi dirinya. Karena kebutuhan akan internet sangat tinggi, maka ia pun berpikir untuk membuka usaha warnet di situ. Maka ia pun mengajukan permintaan untuk menyewa ruangan di asrama untuk dijadikan warnet.

Pak Umar, pimpinan asrama, menyambut baik gagasan ini. Salman pun mulai mencari modal untuk membiayai usaha tersebut. Biaya yang dibutuhkan untuk usaha warnet pertama ini masih cukup tinggi menurut ukuran mahasiswa yang sedang merintis usaha : sekitar Rp 38 juta. Ia bermitra dengan seorang rekan sehingga masing-masing memberikan dana Rp19 juta. "Tetapi waktu itu saya hanya punya Rp. 9 juta hasil usaha saya dulu. Yang Rp10 juta lagi masih harus dicari entah dari mana," tuturnya.

Sesudah berpikir masak-masak, ia menyambat orangtuanya untuk memberikan modal itu. "Proses ini saya namakan membenamkan diri ke dalam bara api'," tutur Salman. Dengan melakukan hal ini ia mendapatkan efek ganda. Pertama, ia mendapatkan uang yang dibutuhkannya untuk modal. Dan kedua, ia menempatkan diri ke dalam suatu kondisi yang memotivasinya untuk berusaha habis-habisan. "Kalau saya gagal saya akan kelaparan. Maka saya tak boleh gagal," katanya.

Warnet ini diberinya nama Warnet Gue, agar para pelanggan turut merasa memiliki dan menjadi pelanggan setia. Pelanggan utama warnetnya adalah mahasiswa yang tinggal di asrama itu. Agar lebih dikenal lagi, Salman dan rekannya juga melakukan promosi di luar asrama, termasuk dengan menempel poster di halte dan fakultas-fakultas.


DIOBRAK-ABRIK 10 PREMAN

Sukses dengan usaha warnet di Asrama UI ini Salman mencoba melebarkan sayap ke luar UI. Pada 2006, Warnet Gue membuka gerai kedua di wilayah stasiun Universitas Pancasila. Rupanya langkah tidak disukai para pesaingnya. Mereka tidak suka Salman menjual servis printing dengan harga Rp 300 per lembar, sementara mereka menjualnya Rp 400 per lembar. "Saya menolak mengikuti kemauan mereka untuk menaikkan harga," katanya.

Penolakan ini berbuntut panjang. Pada malam harinya, warnetnya didatangi 10 orang preman berclurit. Saat itu Salman kebetulan tidak iada di tempat. Namun begitu mendengar kejadian tersebut ia langsung bergegas ke sana. Para preman itu sudah raib, Salman hanya bisa melaporkan kejadian itu kepada RT setempat. Keesokan harinya seluruh pengusaha warnet di lingkungan itu dikumpulkan Pak RT untuk menylesaikan masalah. Para pesaingnya menuntut Salman menurunkan harga. Menyadari posisinya, Salman akhirnya menyetujui untuk menurunkan harga. "Saya sekarang percaya orang bisa bunuh-bunuhan karena uang Rp 100," ujar Salman seraya tersenyum.

Warnet cabang kedua ini rupanya tak berjalan mulus. Dua kali gerai ini mengalami percobaan perampokan. Sampai-sampai pegawai Warnet menyiagakan sebilah samurai untuk jaga-jaga. Berbagai teror dan beberapa perhitungan yang meleset membuat Salman memutuskan menutup warnet ini.

Kendala di Pancasila juga tak membuatnya jera. Bahkan pada 2008, Warnet Gue membuka cabang kedua di Serpong, cabang ketiga di Pamulang, dan berlanjut dengan cabang keempat di Perumahan Bukit Indah, Ciputat, pada tahun 2009 - semuanya di wilayah Tangerang Banten.

Menurut Salman pengembangan usahanya akan tetap berfokus ke sektor pemberdayaan teknologi informasi. Selain akan terus mengembangkan cabang warnet, sejak tahun 2007 ia juga membuka usaha website, dan sejak tahun 2008 membuka usaha penjualan dan servis computer di Serpong. "Dalam waktu dekat saya akan membuat pelatihan ilmu teknologi informasi," katanya.



IBARAT BERTUALANG DI LAUT LEPAS

Meski telah mencanangkan fokus bisnisnya di bidang teknologi informasi, bukan berarti Salman mengharamkan peluang lain. la juga memiliki usaha cetak foto di Depok (sejak tahun 2007) dan Serpong (sejak tahun 2008), serta usaha video shooting dan editing (sejak tahun 2008) yang hanya dikelola hingga kini. Bahkan sebelumnya ia juga pernah terjun ke usaha kantin di Fasilkom UI (2005-2006), dan salon di Asrama UI (2007).



"Bagi saya berbisnis itu ibarat petualangan di laut lepas mencari pulau harta karun," katanya beramsal. Hal itu membuat ia selalu ingin coba-coba dan bereksperimen dengan bisnis. "Banyak di antara percobaan itu yang gagal atau tidak dilanjutkan, bagi saya itu adalah hal yang biasa," lanjutnya. Namun kini ia mengaku telah menemukan bisnis intinya, yaitu bisnis berbasis teknologi informasi, dalam hal ini bisnis warnet, website, dan pelatihan teknologi informasi. Keyakinannya akan fokus bisnisnya ini semakin kuat ketika Salman mengikuti Lomba Wirausaha Muda Mandiri 2007 dan meraih Juara 2 Kategori Mahasiswa Program Diploma dan Sarjana Tingkat Nasional. Setahun kemudian, tepat­nya pada tahun 2008, ia kembali meraih gelar, kali ini menjadi Best Entrepreneur Fakultas Ilmu Komputer UI.

Penolakan ini berbuntut panjang. Pada malam harinya warnetnya didatangi 10 orang preman berclurit



Jalan Salman masih terentang panjang. Namun dengan visi yang jelas dan misi yang tegas, kreativitas, kemauan, dan kemampuannya, kita berharap ia bisa mewujudkan mimpinya dan menyumbangkan manfaat bagi orang banyak.








Hukum Wirausaha #14

Tidak Ada Jalan Pintas



Mengapa orang mengambil jalan pintas kalau bukan untuk senang-senang? Jalan pintas bukanlah, terobosan, melainkan upayamenghindari dari ujian dalam kehidupan.

- Rhenald Kasali



SALAH SATU MASALAH besar yang mengganggu keberhasilan wirausaha-wirausaha muda adalah godaan untuk cepat sukses. Wajar, orang muda yang bergairah ingin cepat-cepat mendapat pengakuan. Apalagi saat ini begitu banyak "pedagang" ilmu muncul dengan menawarkan jurus-jurus jalan pintas. Perhatikanlah tema-tema seminar dan  judul-judul buku yang mereka tawarkan: "Kaya Raya "Cara Cepat Menjadi Kaya", "sukses Dan Kaya", "Cara Cepat Menjadi Juara Kelas", dan lain sebagainya.

Namun demikian perlu saya ingatkan bahwa tidak ada jalan pintas dalam meraih keberhasilan. Seorang mentor senior, usahawan yang menangani sebuah industri mengatakan begini: "Semua orang berhak menjadi kaya. Yang menjadi pertanyaan, apakah mereka sudah pantas menjadi kaya?" Rupanya kaya ada kepantasannya juga. Bukankah ada banyak kasus yang dapat kita pelajari dari orang-orang yang kaya mendadak, atau terlalu muda untuk menjadi kaya? Cepat menjadi kaya ternyata lebih menjadi sebuah persoalan yang justru dapat merusak hiclup seseorang.

Terhadap tawaran-tawaran yang menggiurkan agar Anda terpacu menjadi cepat kaya, hendaknya selalu di­waspadai karena beberapa hal:

Siapa pun yang cepat mencapai sesuatu, umum­nya cepat kandas pula. Masalahnya kecepatan itu telah memotong proses yang Anda butuhkan untuk mena­nam pondasi. Pondasi gedung-gedung bertingkat tinggi dibuat dengan penuh kehati-hatian, dan selalu butuh waktu untuk ditempati. Sebelum pondasi benar-benar melekat dan keying, tali-tali pengikat dan papan-papan cor belum bisa dilepas.

Bila seseorang yang punya uang dan seseorang yang berpengalaman bertemu, maka yang punya uang akan mendapatkan pengalaman, sedangkan yang pu­nya pengalaman akan mendapatkan uang Anda. Bagaimanapun juga orang yang berpengalaman akan menjadi pemenang, sementara pemula yang ingin cepat sukses hanya akan mendapatkan harapan kosong.



Mereka yang melanggar etika adalah perampas hak-hak orang dan akan menemukan rumahnya di sebuah kurungan gelap tanpa nama baik.

- Rhenald Kasali



Siapa pun yang memotong jalan untuk  mencapai jalan sukses hanya bisa menjalaninya sambil melanggar etika. Mereka yang melanggar etika adalah perampas hak-hak orang lain, dan akan menemukan rumahnya sebuah kurungan gelap tanpa nama baik.

Oleh karena itu perhatikanlah tip berikut ini :

Hindari jalan pintas dalam membangun usaha-usaha yang berhasil selalu dimulai dari perjuangan tak kenal lelah setelah melewati rangkaian proses yang panjang.

Nikmati proses yang disajikan, maka setiap kesulitan akan menghasilkan tenaga tambahan.

Katakan pada diri Anda bahwa segala hal yang mu­dah dan memotong proses, dapat berisiko negatif pada usaha Anda.

Saat menyaksikan teman satu angkatan atau satu generasi berhasil mencapai puncakjauh lebih cepat dari­pada yang bisa Anda dapatkan, janganlah berkecil hati. Setiap orang memiliki cara dan jalannya masing-masing, dan setiap orang mendapatkan hasil dari jerih payahnya sendiri. Berfokuslah pada pelanggan Anda, karena me­rekalah yang harus anda layani.

Tetapkanlah hal-hal yang boleh dan yang tidak boleh Anda lakukan sedari awal sehingga anda bekerja dengan tata nilai.

Jauhkanlah diri dari para pemburu kekayaan. Orang­orang yang mengejar kekayaan dapat berakhir cepat dan merusaktata nilai.

Seleksi orang berdasarkan tata nilai dan jangan lo­loskan mereka untuk diangkat kalau mereka melanggar tata nilai.



Dari Buku: Wirausaha Muda Mandiri Part 1: Kisah Inspiratif Anak Muda Mengalahkan Rasa Takut dan Bersahabat dengan Ketidakpastian, Menjadi Wirausaha Tangguh. Oleh: Rhenald Kasali Penerbit: Gramedia.

No comments: