Wednesday, June 6, 2012

Saptuari Sugiharto, Pemilik Kedai Digital: Berbekal konsep ATM dan PISS

Dari hanya sebagai penjaga tas, ia kini memilikiperusahaan dengan 31 cabang di 21 kota dan menghidupi 200 karyawan. Modal puluhan juta berkembang menjadi omzet miliaran rupiah. Bermodalkan kegiata mengamati dan meniru, dan juga memodifikasi, usahanya menggurita sampai ke pelosok nusantara.

ANDA PERNAH MENDAPAT kado ulang tahun berupa­ mugcantik? Atau bingkai foto dan jam unik yang dipajang di meja kantor? Bisa jadi, mug, bingkai foto atau jam nan unik itu adalah hasil kreasi dari Kedai Digital. Kedai yang menyediakan produk dan jasa pembuatan cinderamata (merchandice) yang didisain khusus dan memiliki sentuhan pribadi. Tak kurang dari 60 jenis merchandise cantik nan unik tersedia dan dapat dipesan di Kedai Digital ini.

Adalah Saptuari Sugiharto (30) yang memelopori pendirian kedai tersebut pada 2005. Tak ada strategi bisnis yang rumit atau modal awal yang besar ketika pria yang akrab disapa Saptu ini memulai usahanya membuka Kedai Digital. Sebagai anak muda yang cukup gaul, konsep usahanya pun terdengar nge-pop dan sederhana. Terinspirasi dari  aktivitas gaul bersama teman-temannya di kampus Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta, yaitu "ATM" dan "PISS". Ini konsep yang dilahirkannya sendiri. Konsep ini dipegang teguh olehnya, hingga pria bertubuh tegap ini menjadi salah satu wirausahawan muda potensial di tanah air.

"ATM" yang dimaksud adalah Amati, Tiru, dan Modifikasi, sedangkan "PISS" merupakan kepanjangan dari Positive Thinking, Ikhtiar dan Ikhlas, Sedekah, dan Sukses dunia akhirat. Di tengah menjamurnya kreativitas anak muda di tanah air, serta maraknya barang dan jasa yang ditawarkan di pasar, konsep "ATM" Saptu ternyata ampuh.

Ia, misalnya, tidak perlu menciptakan produk baru, yang mungkin membutuhkan dana miliaran rupiah untuk riset dan pengembangan produk (R&D). Dia cukup mengamati produk yang telah ada 6 pasaran dan diminati masyarakat, kemudian menirunya. Tetapi tidak meniru 100 persen, melainkan memberikan sentuhan modifikasi, sehingga produk yang dihasilkan benar-benar berbeda. Tak heran bila produk-produk Kedai Digital cukup diminati masyarakat.

“Kalau Saptuari hanya meniru saja, ia pun akan ditiru dan dapat tamat sekejap”



TERINSPIRASI TAWURAN

Sejak masuk kampus UGM pada 1998, Saptu telah mendambakan memiliki usaha sendiri. Sembari kuliah, beberapa usaha dijalaninya. Mulai dari menjadi tas di koperasi mahasiswa, penjual ayam kampung, penjual stiker hingga sales dari agen kartu seluler dan rokok. Perubahan besar terjadi pada 2004, ketika Saptu bekerja sebagai event organizer disebuah perusahaan di Yogyakarta. Ia terheran-heran melihat salah insiden dalam konser Dewa di mana para penggemar ribut sampai memicu tawuran hanya karena berebut merchandise sang artis.

Dalam benak Saptu, merchandise berlogo atau bergambar sele­briti seperti t-shirt, pin, topi dan lain sebagainya itu, sebetulnya dapat dibuat dan diperbanyak sendiri. "Jadi, tak perlu tawuran segala. Dari situ saga pikir, merchandise juga sebenarnya bisa dipersonalisasi untuk setiap orang, dan bisa jadi hadiah," ungkapnya.




BIODATA



SAPTUARI SUGIHARTO, S.SI

Jogjakarta, 8 September 1979 Email: saptuari@yahoo.com



PENDIDIKAN:

1998 - 2004 SI jurusan Perencanaan Pengembangan Wilayah Fakultas Geografi , Universitas Gajah Mada



NAMA USAHA:

Graha Kedai Digital

Website: www.kedaidigital.com

Alamat: JI. Gambir No.6A Deresan, Yogyakarta Telp: 0274 7480080, Fax: 0274 6411481

Hp. 081904220888, 0274-7882008. Email: kedaidigital@yahoo.com



PENGHARGAAN :

2007 Wirausaha Muda Mandin Kategori Mahasiswa Program Pascasarjana dan Alumni

2008 Penghargaan ISEMBA Indonesia Small & Medium Business

2008 Entrepreneur Award > versi Majalah Wirausaha dan Keuangan



LAIN-LAIN :

2004 Sales Agent Kartu Halo Telkomsel Yogyakarta

2004 Data Adminstrator PT. Gamatechno UGM

2001 Marketing Radio Swaragama FM

2000 Crew produksi Waton Stiker Jogja & Supplier Stiker di Kopma- Kopma di Yogyakarta & Solo

2002 Campus Event Manager Sampoerna A Mild untuk area UGM

1999 Penjual celana Gunung di Kampus-kampus

1999 Peternak & Penjual Ayam Potong

1998 Penjaga Penitipan Tas di Kopma UGM



Bermula dari rasa heran itu, pada 2005 mantan marketing Swaragama FM itu mengambil langkah berani. Ia mendirikan Kedai Digital - perusahaan yang memproduksi barang-barang cinderramata (seperti mug, t-shirt, pin, gantungan kunci, mouse pad, foto dan poster keramik, serta banner) dengan hiasan hasil print digital. Untuk moal awal, ia rela menjual motor dan meminta orangtua menggadaikan rumah keluarga, akhirnya terkumpul modal sebanyak Rp 28 juta.

Butuh waktu enam bulan baginya untuk memulai kegiatan Kedai Digital. Prioritas awal, ia mesti mencari mesin digital printing. Beruntung, mesin itu ditemukannya di Bandung. Ia juga mencari tahu sumber-sumber bahan baku. Kemudian, ia mempersiapkan tempat usaha, menyusun konsep produk, dan merekrut para staf. Semuanya dilakukan sendiri.

Mulailah dia memproduksi beberapa merchandise. Pada mulanya masih terbatas pada kaos dan pin. Ketika mulai stabil, Saptu memberanikan diri merekrut desainer dari kampus-kampus seni, yang tersedia cukup banyak di Yogyakarta. Untuk tenaga marketing, ia meminta bantuan para mahasiswa dari perguruan tinggi lain, yang juga tersebar di kota itu. Pada awalnya, target pasar Kedai Digital adalah para mahasiswa.

Pada tahun pertama, Kedai Digital telah berhasil meraih penjualan sebesar Rp 400 juta. Tahun berikutnya, perolehan bisnis melesat menjadi Rp 900 juta. Seiring dengan pertambahan outlet, revenue pada 2007 menembus angka Rp 1,5 miliar. Bermula dari sebuah ­kios kecil di daerah Gejayan, Yogyakarta, kini Kedai Digital memiliki outlet di 21 kota di tanah air. Di antaranya di Jogyakarta, Solo, Semarang, , Magelang, Kudus, Klaten, Purwokerto, Sukoharjo, Wonol Madiun, Malang, Surabaya, Jember, Balikpapan, Sukabumi, Denpasar, Medan, Padang, Batam, Pekanbaru, dan Banda Aceh.



GAGAL ITU WAJAR

Sejak masih mahasiswa, anak yatim yang periang ini sudah aktif menjajal beberapa peluang usaha. Usaha awal yang dijajalnya adalah beternak ayam. Dari tiga kali panen, hanya sekali untung dan itupun hanya Rp 70 ribu. Tapi upaya pertama ini tak menyurutkan langkahnya menjadi anak yang mandiri. Kegagalan dalam berusaha adalah wajar namun jangan sampai menyerah. Dari pengalamannya, ia menerapkan konsep "PISS". Positive thinking, ikhtiar dan ikhlas, sedekah dan sukses dunia akhirat," kisahnya dalam Seminar Entrepreneur Youth di Jakarta, 11-12 Maret 2009.



Narsisisme Bisnis Merchandise Kedai Digital

SAPTUARI SUGIHARTO MEMILIH menaruh rapat-rapat ijazahnya dari Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada, demi menumbuhkan naluri bisnisnya. Wirausaha yang telah dirintisnya kuliah – mulai dari berjualan stiker, menjaga koperasi, sampai berjualan ayam potong – membuat insting-nya terhadap bisnis lebih terarah. Itu juga yang menjadi salah satu modal utamanya untuk memulai bisnis personal merchondise dan digital printing, Kedai Digital. Berdiri lima tahun lalu ini awalnya hanya memproduksi mug, pin, dan kaos yang dicetak eksklusif dengan foto diri pemesan. Tak disangka, usaha ini membuahkan hasil dan memperoleh pengakuan dari berbagai pihak. Saat ini Kedai Digital telah berkembang menjadi 31 kedai dan beromzet puluhan juta rupiah tiap bulan­nya. Keberhasilan ini merupakan buah dari prinsip Saptu, untuk tidak menggantungkan diri pada orang lain.

Q: Saya Iihat ada kalimat yang menarik di mug ini, "Mau aku ubah DNA-mu?"

A: Total jenis produk mug itu ada 60. Idenya dulu pada tahun 2005, saatnya melihat dua anak muda berebutan merchandise setelah konser di Yogyakarta. Saya berpikir, kok bisa ya orang berebutan merchandise seperti orang rebutan makanan. Saya lalu berpikir bahwa ini bisa dibisniskan. Namun, sebenarnya wirausaha yang saya jalani terjadi karena faktor keter­paksaan. Ketika pertama kali kuliah di UGM, tahun pertama bingung nggak bisa bayar kuliah. Karena terpaksa itulah, saya lalu menjadi penjaga tas di Kopma UGM.

Q: Hambatan dan tantangan apa saja yang pernah dialami?

Q: Dalam bisnis ini tentu saja banyak persaingan dengan kompetitor. Apa saja antisipasi Anda?

A: Kuncinya tetap satu, yaitu inovasi. Jadi ketika dulu saya memulai, saya hanya bisa membikin satu mug berwarna putih. Dengan banyaknya per­mintaan - bahkan juga ide - akhirnya warnanya bervariasi. Lalu ditambah­kan lagi inovasinya, dengan meluncurkan mug bergagang hati. Ide lain, keramik putih untuk lantai diperbarui dengan menaruh cetakan foto di atasnya.

Q: Salah satu prinsip Anda adalah ATM (atasi, tiru, dan modifikasi). Tapi bagaimana jika produk Anda yang ditiru pihak lain?

A: Bisnis saya pendekatannya ada dua, secara profesional dan juga spiritual. Kalaupun saya ditiru, Insya Allah secara profesional orang sudah menirunya karena saya benar-benar melakukan percobaan sendiri. Selain itu, segmen pasar kami unik. Bila dulu kami membidik mahasiswa yang sedang pacaran, sekarang ini segmennya meluas. lbu-ibu yang hamil minta dibuatkan mug untuk selamatan 7 bulan anaknya. Bahkan, ada juga peringatan 100 hari meninggal yang meminta foto keramik di atas piring. Segmen Kedai Digital sekarang sudah mencakup janin yang belum lahir ke dunia sampai yang sudah berpulang ke akhirat.

Q: Anda terbiasa mengakomodasi permintaan desain dari pelanggan. Bagaimana bila ada pelanggan yang meminta desain yang belum pernah diproduksi?

A: Kami sudah menyiapkan ratusan template desain sebelumnya. Jadi, setiap pelanggan datang, sudah bisa melihat album. Untuk konsumen yang ingin lebih eksklusif, kami persilakan juga untuk duduk bareng bersama desainernya dengan hanya membayar Rp.25.000,- untuk sebuah mug.

Q: Bagaimana dengan konsep bisnisnya?

A: Kami memiliki konsep kemitraan yang mirip waralaba. Untuk soal Inovasi, kami berikan kebebasan kepada teman-teman mitra kami. Orang bisa saja membuat sarung bantal unik yang dibubuhi fotonya sendiri. Yang torpenting dalam konsep saya itu adalah bahwa bisnis merchandising ini mongandung unsur narsis dan emosi.

Q: Apa yang diperoleh mitra Kedai Digital selain boleh memakai merek­nya?

A: Bahan baku dan proses pelayanannya juga. Setiap bukan mitra juga membayar royalti sebesar 25%.

Q: Dengan sistem kemitraan ini, Anda telah melebarkan sayap sam­pai 31 cabang berdiri. Tapi tak ada satu pun yang berlokasi di mal. Mengapa?

A: Setelah saya pelajari, konsep merchandising itu berbeda dengan ketika kita menjual barang jadi di mal. Orang yang memilih, jebret, langsung setuju dibawa pulang. Tapi kami memiliki proses lain, yaitu konsultasi yang tidak bisa dilakukan di tempat ramai. Orang yang datang itu memang ber­tujuan membuat merchandise, bukan sekadar mampir. Ternyata ketika saya kembangkan konsep seperti ini, terbukti berhasil daripada teman-teman yang buka di mal.

Q: Apa yang menentukan dipilihnya sebuah lokasi?

A: Jelas di semua kota di Indonesia. Walaupun bukan kota besar, ada be­berapa kota yang kita rekomendasikan. Namun, tentu saja lokasi itu harus merupakan tempat-tempat yang gampang diakses. Tempat-tempat yang dekat dengan kampus diutamakan, bisa juga kampus atau sekolah, atau tempat anak muda nongkrong



Awalnya Kedai Digital hanya ingin dikembangkan bersama teman-teman saja. Namun karena banyak permintaan dari masyarakat yang ingin bergabung, akhirnya Saptu membuka peluang kemitraan, bagi mereka yang memiliki kesamaan visi. Alumnus UGM 199H kemudian tak henti mengembangkan konsep perluasan usaha. Hingga kemudian lahirlah Standard Operational Procedure (SOP) dan bisnis Kedai Digital juga dikembangkan dengan sistem franchice Mulai 2007, Kedai Digital adalah sistem Business Opportunity (BO) yang relatif berbeda dengan franchise. Melalui BO ini, partneryang  membuka cabang Kedai Digital dapat berkreasi dan mengembangkan inovasi-inovasi merchandise baru.

Di Yogyakarta, Saptu juga mendirikan Kedai Digital Supply. Pabrik inilah yang menyediakan semua bahan baku untuk prses pembuatan merchandise, yang juga dikirimkan kepada semua partner Kedai Digital. Kini, tak kurang dari 30 mitra di 30 kota turut berkerja membesarkan Kedai Digital. Bile dihitung-hitung, dari hanya mempekerjakan dirinya sendiri dan dua rekannya, Kedai Digital kini mampu menghidupi lebih dari 200 karyawan.



UNIK DAN PERSONA

Saptu mengakui, edukasi pasar mengenai produk Kedai Digital tidak berlangsung kilat. Edukasi pasar berjalan dengan sendirinya. Pada tahun kedua, nampaknya edukasi pasar mulai melembaga. Hal itu terlihat dari omzet penjualan yang mulai naik. Setelah lewat tahun ketiga, kurva penjualannya lebih tinggi lagi. Itu terjadi setelah meraih penghargaan Wirausaha Muda Mandiri 2007. Waktu itu, ia dan Kedai Digital mulai banyak di-blow up oleh media. Karen, itulah makin banyak orang yang tahu tentang Kedai Digital.





Kedai Digital adalah sistem Business Opportunity (BO), yang relatif berbeda dengan franchise. Melalui BO ini, partner yang mem­buka cabang Kedai Digital dapat berkreasi dan mengembangkan inovasi-inovasi merchandise baru.



Produk-produk unik dari kedainya, menurut Saptu, memang mengedepankan sentuhan pribadi. Bahkan, bisa juga untuk membangun sisi narsis banyak orang. Apalagi Sekarang banyak orang yang berpikir untuk membuat atau memiliki merchandise barang yang unik. Selain lebih personal, dia juga menekankan sisi kreatif. Beragam produk hasil produksi bisa dimanfaatkan untuk perorangan maupun kelompok hingga perusahaan sekalipun. Tak ayal ini menjadi media ekspresi paling gres khususnya bagi para. remaja. Penyebabnya tak lain adalah kemudahan untuk memiliki satu di antara beragam produk yang ditawarkan alias boleh memesan satu saja. Bahkan, setiap orang bisa saja memesan merchandise semaunya, sesuai slogan Kedai Digital, "Bikin Mug 84 Satoe Sadja atau Bikin Merchandise Semau Kamu".

Saptu juga tak mau hanya berhenti di situ. "Kami terus melakukan inovasi. Contohnya foto keramik. Dulu keramik hanya untuk lantai. Sekarang, keramik bisa juga jadi jam dinding dan dicetak foto di atasnya," kata putra Yogyakarta kelahiran 8 September 1979 ini.

Sekarang, produk foto keramik jadi produk favorit. Jadi foto di cetak di atas keramik yang biasanya untuk lantai. Keramik berfoto itu juga bisa dijadikan jam dinding. Kapasitas produksi Kedai Digital sendiri beragam untuk setiap jenis produk. Untuk foto keramik, misalnya, kapasitas produksinya bisa mencapai lebih dari 8.000 per bulan Sedangkan mug mencapai sekitar 15.000 mug per bulan.

Usaha Kedai Digital terus berlanjut. Baru-baru ini misalnyaKedai Digital tahun ini mengenalkan brand baru berupa Kedai Digital Cutting. Bisnis ini lebih spesifik, yaitu berupa pembuatan kaos. Uniknya, konsumen bisa memesan desain dan tulisan sesuai selera meski hanya satu kaos saja. "Di Kedai Cutting siapa pun bisa memesan kaos semaunya. Kata-katanya silakan mau bikin yang lucu atau apa pun. Desainnya pun terserah," lagi-lagi Saptu menyerahkan keputusan kepada pelanggannya yang kebanyakan anak muda - yang memang banyak maunya.



Kedai Digital Cutting ini dalam sekejap mendapat respons luar biasa dari anak-anak muda. Tidak sedikit pasangan anak muda yank membuat kaos dengan tulisan dan warna yang sama. Kemudian dan kebebasan memilih desain, warna, dan tulisan ini rupanya menjadi daya tarik tersendiri. Saptuari juga membuka kesempatan untuk para investor yang ingin memiliki usaha seperti ini dengan sistem kemitraan Business Oportunity (BO). Saptuari berharap, kehadiran konsep bisnis ini anak muda bisa mengekspresikan kreativitasnya di kaos. “Mereka bisa mengekspresikan kreasinya lewat kaos, sehingga bisa diasah," katanya.

Ide sepertinya tak akan pernah hilang dari benak Saptu. Dengan segala kreativitas dan upaya menjalankan kemitraan dengan baik, tak heran bila Saptuari - lulusan Jurusan Perencanaan Pengembangan Wilayah Fak. Geografi Universitas Gadjah Mada (2001) - dianugerahi Indonesia Small & Medium Business Entrepreuner Award (ISMBEA) pada Agustus 2008.

Saya ingin berpesan, jadilah mahasiswa yang kreatif dan tidak hanyu berpangku tangan. Mulailah berani berwirausaha tanpa harus menunggu diwisuda.



Hukum Wirausaha #8

Carilah Struktur Biaya Yang Rendah



Berwirausaha bukan bergaya hidup. Kalau bergaya hidup Anda menghabiskan uang. Dalam berwirau­saha Anda mengurangi pengeluaran dan mendatangkan penghasltan.

- Rhenald Kasali



SEMAKIN BANYAK ORANG yang ingin berwirausaha, se­makin keras persaingan dan akan semakin sulit ruang gerak Anda bermanuver. Anda dituntut lebih kreatif, lebih cepat merespons kebutuhan pasar. Namun satu hal yang sangat penting, milikilah struktur biaya yang efisien.

Setiap usahawan dapat menjual suatu produk atau jasa dengan harga yang sama dengan pesaingnya karena mereka hanya mengikuti harga yang ditentukan pasar (market price). Yang membedakan sesama pedagang/ pengusaha hanya satu, yaitu struktur biaya. Masing­-masing orang membeli bahan baku dari sumber yang berbeda-beda dengan cara yang tidak sama.

Namun sekalipun sumbernya sama–manajemen, kepemimpinan, lokasi, budaya, tertib administrasi, karyawan, dan penataan usaha – berbeda-beda. Semua itu sangat menentukan struktur biaya masing-masing, sehingga yang satu bisa bertahan (survive) dan sukses (untung), sedang yang lain tidak bisa bertahan sekalipun penjualannya lebih bagus (karena biaya-biayanya juga besar).



Beberapa tip berikut ini dapat Anda gunakan:

  • Pilihlah lokasi pada tempat yang memungkinkan Anda beroperasi dengan biaya rendah. Sarni melakukannya dari Yogya yang kombinasi biayanya rendah sehingga didapat cost yang efisien. Bahan baku, upah tenaga kerja, biaya sewa kantor, dan biaya-biaya lainnya, Yogya relatif lebih murah.

  • Cari lokasi yang memiliki sumber daya memadai. Misalnya adanya sekolah yang spesifik yang mungkinkan Anda mendapatkan SDM yang berkualitas, dan banyak bahan baku, industri penopang, infrastruktur dan sebagainya.

  • Bangunlah sistem kerja yang tertata rapi sehingga semua orang bisa saling menggantikan.



Beranilah merekrut orang-orang bagus, tahan banting dan jujur. Karena mereka akan bekerja dengan baik untuk Anda.

- Rhenald Kasali



  • Cegah pemborosan dan kebocoran-kebocoran dengan sistem dan tata nilai.

  • Belajarlah dari masa lalu, produksi yang kemarin. Niscaya Anda akan mendapatkan keahlian baru dan pengurangan kesalahan.

  • Beranilah merekrut orang-orang bagus, tahan banting dan jujur. Karena mereka akan bekerja dengan baik untuk Anda.

  • Carilah bahan-bahan pengganti atau alternatif yang lebih baik, lebih cepat, dan lebih murah. Setiap saat dunia ini selalu dipenuhi inovasi-inovasi baru.



Dari Buku: Wirausaha Muda Mandiri Part 1: Kisah Inspiratif Anak Muda Mengalahkan Rasa Takut dan Bersahabat dengan Ketidakpastian, Menjadi Wirausaha Tangguh. Oleh: Rhenald Kasali Penerbit: Gramedia.

No comments: