Bisnis salon memang sudah bertebaran di
mana-mana, tetapi salon yang khusus membidik
pangsa pasar Muslimah belum banyak ditemukan.
Berawal dari pengalaman Yulia Astuti saat kesulitan
mencari salon yang sesuai dengan keinginannya, dia
memutuskan untuk membuka bisnis salon khusus
buat para Muslimah. “Sebagian orang berjilbab
seperti saya, ingin dilayani oleh sesama wanita.
Para Muslimah berjilbab juga akan merasa lebih
nyaman jika tidak tercampur dengan laki-laki saat
melakukan perawatan diri di salon,” ujar Yulia yang
selalu tampil chic ini.
Usai lulus kuliah dari Fakultas Sastra Universitas
Indonesia pada Januari 2000, Yulia langsung
diterima bekerja di sebuah perusahaan manufaktur
asal Jepang. Pada bulan itu juga dia menikah
dengan seorang pria asal Solo yang berprofesi
sebagai akuntan. Saat sedang
semangat-semangatnya meniti karier, Yulia
melahirkan anak pertamanya pada November 2000.
Dia pun sangat menikmati peran barunya sebagai
seorang ibu, selain sebagai profesional.
Dua peran tersebut mau tidak mau menuntut
Yulia untuk bisa menjalankan keduanya dengan baik
dan seimbang. Pekerjaan di kantor menuntut
perhatian, energi, dan sikap profesional. Sementara
peran sebagai ibu tidak kalah mulia, juga menuntut
perhatian ekstra. Seiring perjalanan waktu, akhirnya
naluri keibuan Yulia ternyata lebih mendominasi
dirinya.
“Saya lebih condong memilih peran sebagai ibu,”
jawab wanita cantik kelahiran 1976 ini ketika
ditanya mengenai prioritasnya.
“Seprofesional apa pun kita mengatur waktu dan
peran, kadang kita menghadapi dilema. Ada saja
bentrokan yang terjadi. Misalnya ketika bersiap
pulang kerja pada jam enam sore, sering kali
tiba-tiba atasan memberi pekerjaan. Padahal, anak
saya di rumah sudah menunggu seharian untuk
mendapatkan kasih sayang,” kata Yulia mengenang.
Mulai saat itu muncul keinginannya untuk menjadi
pengusaha. Yang ada dalam pikirannya waktu
itu, menjadi pengusaha itu enak. Lebih bebas
mengatur waktu untuk diri sendiri, keluarga, dan
pekerjaan. Bahkan, bisa ikut mengatur orang lain.
Sayangnya, dia belum mempunyai keberanian untuk
segera memulai.
Sampai akhirnya Yulia membaca Rich Dad Poor
Dad karya Robert T. Kiyosaki. Merasa mendapatkan
pencerahan baru, Yulia pun langsung
mempraktikkannya dengan mencoba terjun sebagai
investor. Tidak tanggung-tanggung, dia
berinvestasi pada sektor agrobisnis, walaupun
sebetulnya dia masih “buta” dengan dunia itu.
“Jangankan untuk beragrobisnis ria, berkebun saja
sebetulnya saya tidak terlalu tertarik,” ujar nyonya
Ari Nugroho ini.
Keputusan Yulia yang tampak tergesa-gesa
tersebut membuatnya harus mau menelan “pil pahit”.
Hanya perlu tiga bulan untuk memastikan
bahwa uangnya akhirnya lenyap tak berbekas.
Padahal, nilai investasi yang dia tanamkan besar
untuk ukuran dia saat itu.
Pengalaman pahit sebagai investor tersebut
menginspirasi Yulia untuk mencoba berbisnis sendiri.
Dia ingin mengelola modalnya sendiri, bukan hanya
sebagai investor lagi. Keputusan dalam memilih
usaha pun diambilnya dengan sangat hati-hati. Dia
tidak ingin membuat keputusan gegabah yang
berujung pada kegagalan seperti pengalaman
sebelumnya.
Yulia pun mencoba untuk terus menggali potensi
yang ada dalam dirinya. Dia melakukan
inventarisasi berbagai kegemarannya. Dari hasil
eksplorasi diri tersebut, Yulia menyadari kalau dari
dulu dia suka dengan aktivitas yang berhubungan
dengan perawatan diri. Sejak SMP dia sudah
senang dengan maskeran wajah, senang dipijat,
dan luluran. Yulia mengaku merasa enjoy dengan
perasaan nyaman setelah melakukan perawatan diri
di salon. Dia juga merasa nyaman saat menyentuh
kulit yang halus dan bersih. Bahkan untuk
memuaskan kegemarannya, Yulia senang meracik
berbagai ramuan kesehatan untuk dipakai sendiri.
Akhirnya, Yulia mendapatkan sebuah ide bisnis
yang prospektif. Dia mulai berpikir kenapa tidak
memulai bisnis dari yang apa dia sukai saja.
Walaupun bukan termasuk orang yang maniak
salon, tapi dia amat suka dengan aktivitas yang
berbau perawatan diri. Apalagi selama ini, dia sering
mengalami kesulitan mencari salon yang dijamin
tidak ada laki-laki di dalamnya. Hal itulah yang
mendasani dia ingin mempunyai usaha salon Muslimah.
Hambatan pertama saat akan memulai usaha
salon tersebut langsung menghadang. Yulia tidak
punya cukup modal karena tabungannya telah
terkuras habis saat gagal dalam bisnis sebelumnya.
Namun, Yulia tidak menyerah begitu saja. Dia pun
mencarii jalan keluar dengan mengajak
teman-temannya untuk bergabung sebagai mitra.
Setelah mendapatkan mitra, Yulia pun mulai
melakukan persiapan teknis pembukaan salon
pertamanya. Dia mulai hunting ke beberapa pusat
grosir, membeli handuk di ITC Mangga Dua, beli
kosmetik di Pasar Baru, cari gorden di Tanah
Abang, dan pesan furniture di Klender,
sampai menawar AC ke Glodok, meskipun pada
akhirya dia tahu, beli AC di Depok ternyata
ada yang lebih murah. Kehujanan saat
membagikan brosur dan dikejar-kejar satpam
gara-gara nekat membagikan brosur di
mal juga turut mewarnai persiapan membuka salon.
“Yang pasti, semua itu merupakan pengalaman
yang sangat seru bagi saya,” ungkap mama Caca ini.
Semua persiapan tersebut dikerjakan sendiri
oleh Yulia sambil terus bekerja. Bayangkan saja,
dia tinggal di Tanjung Priok, tiap hari berangkat
bekerja ke Cengkareng, dan kini merintis usaha di
daerah Depok.
Walaupun dia sudah mempersiapkan dengan
baik, tidak semuanya berjalan mulus. Kendala yang
muncul selalu ada. Masalah datang silih berganti.
Namun, dia tidak mau terlalu fokus pada masalah
yang timbul. Dia memilih untuk fokus dan teguh
pada impiannya. Yulia mengaku, berkat
kesungguhannya, banyak pihak yang mau
membantu. Sering kali dia memperoleh kemudahan
yang muncul dengan tiba-tiba.
Singkat cerita, salon yang diberi nama MOZ5
(baca: moslima) tersebut berhasil dibuka pada 9
Mei 2002. MOZ5 itu sebenarnya dari kata
Muslimah. Biar terdengar funky dan mudah diingat
orang, Mus saya ubah jadi Moz, dan 5 untuk kata
limah. Ciri khusus salon ini adalah hanya melayani
perawatan khusus bagi para Muslimah,” ujar anak
pertama dari pasangan Jusuf A. Haras dan Syamsiah ini.
Keputusan Yulia untuk membuka Salon MOZS di
Jalan Margonda Raya No. 455 Depok ini, tentu
dengan pertimbangan yang mendalam. Kawasan
Margonda merupakan daerah yang sangat strategis,
beberapa kampus universitas ternama berada di
sekitarnya. Banyak mahasiswa dan pekerja yang
bermukim di Depok sehingga potensi pasar di daerah
ini sangat luar biasa.
Bersama tiga orang karyawan, Yulia siap menerima
tamu pertama. Perasaannya waktu itu
campur aduk jadi satu. Saat tamu pertama datang,
dia dan para karyawannya pun sempat gugup.
Namun, semua itu berhasil diatasinya dengan
memberikan pelayanan yang ramah dan
menyenangkan. Setelah tamu pertama, tamu
berikutnya datang menyusul silih berganti. Hari
pertama langsung berhasil “pecah telor”.
Kesibukan yang bertambah setelah mempunyai
usaha sampingan membuat Yulia terus belajar
memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Jika
sebelumnya jam istirahat kantor biasa dipakai untuk
tidur siang, kini digunakannya untuk memantau
perkembangan salon.
Selain sibuk menelepon, waktu istirahatnya
juga sering dimanfaatkan untuk membuat rencana
pengembangan bisnis dan laporan. Dampaknya,
kejenuhan yang dulu sering menghinggap, kini
berangsur mulai hilang. Begitu ada waktu luang, dia
langsung memanfaatkannya untuk melakukan
berbagai aktivitas yang menunjang kemajuan
salonnya. Mulai bikin resep kosmetik dan
bahan-bahan tradisional, sampai bikin draft
newsletter untuk promosi.
Seiring berjalannya waktu, euforia memulai bisnis
sendiri mulai hilang. Kualitas masalah yang
dihadapi juga terus meningkat mengikuti
pertumbuhan bisnisnya. Yulia tidak lagi terlalu
dipusingkan oleh berbagai masalah teknis
sehari-hari. Dia mulai berlatih membuat prioritas. Dia
mulai memusatkan perhatiannya pada seputar
masalah karyawan, kepuasan pelanggan,
peningkatan kualitas pelayanan, dan sebagainya.
Hal ini membuat cara berpikirnya jauh lebih maju
dari sebelumnya.
Yulia juga selalu memikirkan nasib para karyawan.
Bagaimanapun keluarga mereka
menggantungkan hidup dari usaha salonnya.
Pekerjaan inilah yang paling menantang sekaligus
paling menyentuh sisi kemanusiaannya. Hubungan
baik yang dibangunnya tidak sekadar hubungan
antara bos dan karyawan, atau hubungan antara
salon dengan pelanggan. Namun, lebih kepada
hubungan sebagai mitra, hubungan sesama manusia
sebagai seorang pribadi yang unik dan spesial.
Sebagai pemimpin, Yulia berusaha memberi
contoh yang baik bagi para anggota tim salon
MOZ5. Dia menyadari, cara dia berinteraksi akan
memengaruhi bagaimana para karyawan bersikap
dengan para pelanggan. Apalagi membina hubungan
dengan para pelanggan sangat memengaruhi
kelangsungan bisnis ini. Para pelanggan adalah urat
nadi dalam setiap bisnis, terutama dalam bisnis jasa
seperti salonnya.
Perlahan tapi pasti, Yulia mulai membangun
sistem yang lebih baik. Sistem tersebut sangat
berbeda dengan pola yang dibangunnya saat
pertama memulai bisnis. Saat pertama kali memulai
bisnis, dia merasa sangat sibuk. Tenaga dan
pikirannya terkuras habis. Bahkan, dia pun sempat
bertanya-tanya, beginikah rasanya jadi pengusaha?
Mengapa tidak seindah yang dibayangkan
sebelumnya? Hidupnya seperti dikejar-kejar. Pada
awal berbisnis, kesibukan yang menggunung antara
membangun bisnis, bekerja, dan keluarga, membuat
kualitas hidupnya serasa menurun.
Berkat pembelajaran yang tiada henti, sistem
yang dibangunnya sudah mulai berjalan dengan
baik. Saat ini, dia tidak harus datang ke salon
setiap waktu. Semua pekerjaan sudah bisa
didelegasikan kepada para karyawan. Dengan
begitu Yulia bisa lebih berkonsentrasi untuk
memikirkan hal-hal yang lebih bersifat strategis.
Untuk mencapai tahap tersebut, Yulia tidak
segan-segan belajar manajemen salon
kepada orang yang lebih profesional. Walaupun
untuk itu dia harus merogoh kocek sekitar
Rp300 ribu untuk setiap jam konsultasi.
Baginya investasi yang telah
dikeluarkannya tersebut sangat worth it. Hal itu
lebih baik daripada dia harus trial and error sendiri
yang justru bisa mengakibatkan biaya kegagalan
yang jauh lebih mahal.
Dengan terus belajar dari berbagai pengalaman, buku,
seminar, sharing, dan bergaul
dengan orang-orang sukses, kemampuan bisnis
Yulia semakin terasah. Yulia juga selalu
mendisiplinkan diri untuk teachable dan rendah hati.
Hasilnya dia mulai tahu, apa yang harus dia
lakukan. “I can see the whole picture. Business is
just a game,° tandas wanita yang gemar makan cakes ini.
Pada 2004 Yulia mengundurkan diri dari statusnya
sebagai karyawan dan memutuskan untuk
terjun sepenuhnya sebagai pengusaha. Salah satu
hal yang menjadi pertimbangannya, perusahaan itu
bisa mendapatkan banyak penggantinya dalam
waktu singkat. Tapi kalau salon MOZ5, siapa yang
bisa menggantikannya? Siapa yang bisa mengambil
alih dreams, passion, dan harapannya? Bagaimana
dengan nasib beberapa karyawan yang masa
depannya bergantung pada salon MOZ5?
Pertimbangan itulah yang menguatkan tekadnya
untuk secara full time mengelola dan mengembangkan
salon MOZS. Namun, Yulia tetap menghargai setiap waktu
yang dia habiskan pada pekerjaannya dulu. Begitu
banyak pelajaran yang dia dapatkan, yang mungkin
tidak akan didapatkan di luar. Membina hubungan
dengan atasan dan bawahan serta antar-sesama
karyawan. Belajar Strategic Management, Production
Management, Human Resources Management,
Planning, TQM, ISO, visi, dan misi perusahaan.
Tentu saja semua itu akan sangat bermanfaat jika
diaplikasikan ke bisnis sendiri. Dia menganggap saat
bekerja tersebut serasa mengambil kuliah di sekolah
management secara gratis, bahkan digaji.
Perkembangan salon MOZ5 di Depok yang sangat
bagus, membuat Yulia berpikir untuk
mengembangkan salonnya di wilayah lain.
Berhubung rumahnya cukup jauh dari Margonda,
pada awal 2006, dia memutuskan untuk mendirikan
cabang di kawasan Plumpang, Jakarta Utara. Lokasi
yang dipilih Yulia persis di Jalan Plumpang Raya
nomor 19 A. Selain strategis karena dekat jalan
raya, tempatnya juga bersih dan nyaman bagi pengunjung.
Menghadapi persaingan dalam bisnis salon ini,
Yulia mengaku cukup percaya diri dan optimistis.
Dia yakin bahwa setiap orang mempunyai rezeki
masing-masing. Yang penting baginya, selain
memberikan pelayanan yang istimewa, bagaimana
selalu menciptakan produk, atau pelayanan terbaru
untuk memanjakan para pelanggan.
Menurut wanita yang pernah memperoleh
beasiswa sekolah ke Jepang ini, segala usaha yang
telah dilakukannya tidak lepas dari dukungan
orangtua, suami, dan anak-anaknya. Apalagi usaha
yang digelutinya, ada hubungannya dengan masa
kecilnya.
Pada waktu itu, ibunya hanya memberi uang
jajan yang sedikit sekali. Bahkan, waktu sekolah
dasar pun ia tidak pernah dikasih uang jajan. Saat
itu timbul dalam benak Yulia, bagaimana caranya
mendapatkan uang sendiri. Dia pun mencoba
berjualan stiker atau gambar tempel, kartu, dan
menyewakan komik. Uang dari berjualan itu akhirnya
bisa buat jajan sendiri, tanpa harus minta dari
orangtua.
Begitu pun sewaktu SMP, Yulia berjualan makanan kecil,
donat dan buku. Hasilnya buat jajan
dan nonton bersama teman-temannya. Dia sempat
merasakan bahwa ternyata enak juga bisa
menghasilkan uang sendiri.
Dengan berbisnis, Yulia kini bisa lebih menikmati
hidupnya. Dia menyadari sepenuhnya apa yang dia
jalani, bukan sekadar menjalani layaknya air
mengalir. “Everyday is my journey of learning,
learning of life itself,” ungkapnya dalam bahasa
Inggris yang fasih. Setiap hari, dia merasa sedang
kuliah di universitas kehidupan. Dia semakin
mengenal dirinya sendiri.
Yulia menyadari apa yang dia lakukan, tidak
cuma akan memengaruhi keadaannya sendiri, tapi
juga memengaruhi banyak orang. Dia menyadari
bahwa dia akan mendapatkan karyawan, partner
bisnis, dan customer yang baik jika dia juga mampu
menunjukkan sikap yang baik. Untuk itulah dia
selalu meningkatkan kualitas diri.
Walaupun sekarang Yulia memang belum mendapatkan
semua yang dia inginkan, setidaknya apa
yang dia jalankan adalah pilihannya sendiri. “Saat
kita melakukan sesuatu atas pilihan kita sendiri,
maka semuanya menjadi sangat indah,” tegasnya.
Dalam bisnis dia juga belajar bersabar, ikhlas,
dan legowo. Sering kali segala sesuatu berjalan
tidak sesuai dengan harapan, bahkan jauh dari
harapan. Justru di situlah dia belajar berbagai hal.
“Di saat kita tidak mendapatkan apa yang kita
inginkan, kadang justru kita mendapatkan sebuah
pembelajaran yang luar biasa,” ungkapnya bijaksana.
Yulia mengajak para karyawan untuk mempunyai
mimpi yang besar. Seberapa kuat mimpi tersebut
akan terlihat dari seberapa besar hasrat untuk
mewujudkannya. Yulia menyadari betapa
keberhasilan yang diraihnya tidak lepas dari dream,
atau mimpi yang dibangunnya. Dream yang kuat
dan dipadukan dengan knowledge dan skill yang
tinggi akan menghasilkan kebiasaan bagus yang
mengantarkan kepada sebuah kesuksesan.
“Knowledge atau pengetahuan bisa didapat dari
seminar, buku, film, cd, kaset, dan sharing dengan
orang-orang sukses. Kuncinya ada pada sikap
open mind. Selalu mau belajar dari kesuksesan orang
lain. Pakai saja prinsip ATM (Amati Tiru Modifikasi),”
papar Yulia membagikan tips sukses.
Bagi mereka yang ingin berbisnis, Yulia
menganjurkan untuk memulai dari sesuatu yang
benar-benar disukai. Tidak sekadar mengikuti tren
yang bermunculan di masyarakat. Bisnis yang
berawal dari hobi akan menghasilkan ketekunan dan
lebih tegar diterjang badai. Walaupun kadang
mungkin merugi, pebisnis yang berawal dari hobi,
biasanya tetap senang menjalankan bisnisnya
karena pada dasarnya dia memang hobi dalam
bidang tersebut. “Dengan ketekunan dan kesabaran
yang terus dibangun, suatu saat bisnis tersebut
pasti akan berhasil juga,” ujar Yulia meyakinkan.
Pertengahan 2007, Yulia kembali mengembangkan
usaha salonnya dengan membuka cabang
ketiga di kawasan Harapan Indah Bekasi. Salon
yang ketiga ini menjadi pilot project untuk sistem
franchise yang akan dikembangkannya. Yulia
berharap dengan mewaralabakan MOZ5,
keinginannya untuk membuka cabang MOZ5 di
berbagai daerah akan lebih cepat terwujud.
Yulia bangga menjadi seorang pengusaha.
Ternyata, uang hanya salah satu risiko yang dia
dapatkan dalam berbisnis. Yulia mulai memasuki
tahap di mana baginya, bisnis bukan lagi sekadar
money machine saja. Selebihnya banyak perubahan
diri dan pelajaran hidup yang didapatnya. Yulia
bersyukur bisa memberikan manfaat dan menjadi
saluran rezeki bagi orang lain.
Di satu sisi, Yulia tetaplah seorang ibu, istri,
anak, sahabat, dan seorang Yulia bagi dirinya
sendiri. Banyak aspek lain yang juga sangat penting
dalam hidupnya. Bagi Yulia, bisnis hanyalah
jembatan menuju impian-impiannya. Bisnis hanyalah
salah satu penggembira dalam hidupnya. Karena
perannya sebagai ibu, istri, anak, sahabat, dan bagi
dirinya sendiri, jauh lebih penting dan berharga.
“Apa pun peran kita, semuanya tetap saja
menuntut nilai-nilai yang sama. Karena itu,
semuanya bisa berjalan berbarengan dan saling
beriringan,” papar Yulia dengan mantap.
Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan
Wednesday, March 13, 2013
Berbekal Fokus Menjalani Usaha, Try Atmojo Melejit Lewat Bisnis Distro ‘Raxzel’
Bisnis yang berhubungan dengan anak muda
memang tidak akan pernah mati. Tren anak muda
yang ingin tampil beda dan anti kemapanan akan
terus hidup dan berkembang. Kecenderungan itulah
yang dimanfaatkan para pebisnis distro untuk
meraih keuntungan.
Logika yang dipakai dalam bisnis ini memang
berbeda dengan logika bisnis lainnya. Kalau dalam
bidang fesyen lainnya, harga jual dikaitkan dengan
harga bahan baku, desain, teknik produksi, tingkat
kesulitan dalam menjahit, dan sebagainya, dalam
bisnis distro, semua logika itu seakan tidak dipakai.
Bayangkan saja, sebuah kaus dengan desain
minimalis dan harga pokok yang sangat minim pun
bisa dijual dengan harga selangit dan laku keras. Di
situlah misteri value yang membuat para anak
muda ini begitu gandrung dengan gaya
anti-kemapanan ini. ‘Serangan’ bisnis distro ini
bahkan telah membuat perusahaan garmen sejenis
kalang kabut dalam menghadapinya. Distro-distro
telah menggerogoti sebagian pasar mereka.
Potensi pasar yang amat segmented dan unik
ituiah yang ditangkap oleh Try Atmojo dalam
mengembangkan bisnisnya. Bermula dari
kebiasaannya untuk selalu tampil gaul, Try Atmojo
mencurahkan seluruh potensinya untuk
membesarkan bisnis distro yang khusus membidik
para kawula muda ini.
Saat ini Try Atmojo mengelola empat distro,
semuanya berlokasi di daerah Tangerang. Nama
yang dipakainya adalah 21 District dan Zero Label.
Salah satu outlet distronya yang bernama Zero
Label bahkan menempati lokasi strategis di
21-Junction UG#135 Supermall Karawaci Tangerang.
Selain menjadi agen untuk beberapa merek
produk distro kelas atas seperti Eat, Cuvai,
Skaters, dan Slack Id, Try Atmojo juga mempunyai
merek sendiri yang eksklusif karena hanya
dipasarkan di jaringan distronya. Berbagai produk
seperti t-shirt dan topi dengan merek Raxzel
(www.raxzel.com) yang diciptakannya kini telah
dikenal dan digemari para penggemar distro.
Kelebihan dari pasar distro adalah konsumen
tidak terlalu sensitif dengan harga. Asal produknya
unik dan bagus, mereka mau mengeluarkan berapa
pun untuk membelinya. Inilah yang membuat bisnis
ini cepat membuat kaya para pemainnya. Try
Atmojo sendiri sangat menikmati hasil dari bisnis ini.
Omzetnya terus meningkat dari waktu ke waktu.
Apalagi dia selalu melakukan inovasi produk yang
membuat para konsumen tertarik untuk
membelanjakan uangnya kembali.
Ibarat anak panah yang melesat dari busurnya,
begitulah yang tenjadi dengan bisnis distro yang
dikelola Try Atmojo saat ini. Walaupun kelihatannya
anak panah tersebut bisa melaju dengan kencang,
dalam penjalanannya anak panah tersebut selalu
bergesekan dengan angin. Gesekan dengan angin ini
bisa diibaratkan sebagai masalah atau hambatan
yang muncul di tengah jalan.
Selama menjalankan bisnis ini, Try Atmojo
mengakui banyak masalah sekaligus tantangan yang
harus dia dihadapi. Dia yakin semua pebisnis pun
pasti mengalaminya. Berdasarkan pengalamannya
selama ini, Try menyimpulkan bahwa semua masalah
yang muncul bisa dibagi menjadi dua, yaitu masalah
eksternal, yang timbul di luar kontrol kita, dan
masalah internal yang disebabkan oleh diri kita sendiri.
Yang pasti, semua solusi akan kembali kepada
diri kita, berat atau ringannya masalah tersebut
tergantung dari cara pandang kita. “Masalah justru
akan menjadikan kita tahan banting. Yang penting
bagaimana kita tetap fokus pada solusi dan bukan
pada masalahnya, tutur pria yang juga mempunyai
bisnis Chika Ponsel ini.
Dunia bisnis bagi Try Atmojo merupakan dunia
yang menantang. Setiap hari dia merasa mengalami
ketidakpastian seperti main game. Apalagi ketika
sedang menyiapkan cabang baru. Semua serba
belum pasti. Mulai dari belum pasti ramai, belum
pasti untung, belum pasti balik modal, dan belum
pasti lainnya.
Walaupun begitu, ketidakpastian tersebut bisa
diminimalisasi dengan berbagai persiapan yang
memadai. Mulai dari persiapan tempat, interior, stok
barang, dealing bersama supplier, rekrutmen SDM,
dan sebagainya. Seiring dengan pengalaman yang
semakin banyak, tentu saja hal itu akan menjadi
lebih mudah dan risiko kegagalan bisa dikurangi.
Try Atmojo mempunyai satu resep yang ampuh
untuk menghilangkan rasa takut akan ketidakpastian
tersebut. Dia selalu berusaha fokus pada apa
yang dia inginkan. Kedengarannya memang
sangat sederhana, tetapi ternyata resep tersebut
cukup jitu untuk mengalahkan rasa takut
atau keraguannya. Try Atmojo sering
mengatakan kepada diri sendiri, baik secara lisan
maupun dalam hati, apa yang sebetulnya
benar-benar dia inginkan, bukan apa yang tidak dia
inginkan. Dengan begitu otak bawah sadar pun
akan otomatis merespons dengan tindakan, atau
aktivitas yang mendukung ke arah apa yang dia inginkan.
Try Atmojo juga memaparkan bahwa hal penting yang
sering kita lupakan adalah kadang karena
kita terlalu sibuk dengan setumpuk rutinitas, hingga
melupakan tujuan akhir. Salah satu prinsip dalam
time management adalah bagaimana melakukan
aktivitas dengan efektif dan efisien. Tapi bagaimana
mungkin bisa efektif, kalau kita sendiri tidak tahu
tujuan dan aktivitas yang kita lakukan. Lebih celaka
lagi, jika kita tidak tahu sudah sejauh mana kita
berjalan, berapa kecepatannya, dan apakah kita
sudah menuju ke arah tujuan kita.
iadi antara aktivitas dan tujuan harus selalu
terpadu (integrated), pada jalur yang sama, hingga
berakhir pada tujuan yang sama pula, papar pria
yang juga bermain di properti ini.
Try Atmojo meyakini bahwa semua manusia
yang lahir di dunia ini sudah membawa satu aset
yang sangat berharga, yaitu waktu. Sekarang
tinggal cara kita memanfaatkannya untuk menuju
ke arah tujuan hidup kita. Sebagai manusia kita
tidak dapat memundurkan waktu, kita juga tidak
mungkin untuk mengulangnya. Yang bisa kita
lakukan adalah bagaimana kita bisa
memanfaatkannya seefektif mungkin.
jika kita ingin belajar sesuatu hal, pastikan
kita bertanya atau belajar pada orang yang pernah
mengalaminya, tutur pria yang selalu tampil gaul
ini. Mau ahli main golf, misalnya, tentu kita belajar
kepada orang yang ahli dalam bermain golf. Dengan
begitu, kemungkinan berhasil akan lebih cepat,
dibanding kalau belajar kepada orang yang belum
berpengalaman atau bukan ahlinya.
Begitu pun dalam bidang bisnis. Jika kita ingin
berbisnis dalam bidang tertentu, maka belajarlah
kepada orang yang terbukti sudah berhasil dalam
bisnis tersebut. Model pembelajarannya bisa dengan
cara bekerjasama dengan yang terbaik.
Lihatlah di sekeliling Anda, adakah orang-orang
yang menurut Anda paling berhasil di bidang yang
ingin Anda tekuni. Ajak mereka makan siang dan
galilah ilmu mereka, ungkap Try Atmojo
menjelaskan triknya.
Sebagai pengusaha, Try meyakini bahwa setiap
hari sebetulnya kita semua bertemu banyak
peluang. Orang yang hari ini kita temui mungkin
membawa peluang. Bus yang kita tumpangi, juga
membawa peluang. Beras mahal yang terjadi saat
ini, juga membawa peluang. Semua kejadian
random menciptakan banyak peluang. Orang-orang
tertentu ternyata lebih mampu menarik keuntungan
dan peluang itu. Semua itu tergantung dari cara
kita memandang kejadian tersebut.
Sama dengan istilah krisis, yang artinya bahaya
plus peluang, hanya orang-orang yang beruntung
yang dapat memanfaatkannya. Banyak
contoh kejadian yang telah kita saksikan. Krisis
ekonomi 1997 telah membawa mayoritas perusahaan dan
banyak orang pada situasi keterpurukan. Namun, ada
minoritas orang yang mengambil peluang pada saat tersebut,
dan terbukti sampai hari ini mereka luar biasa sukses.
Try Atmojo termasuk orang yang percaya bahwa
setiap manusia bisa meningkatkan
keberuntungannya. Dia juga menjelaskan bahwa
dengan kecerdasan aspirasi, kita menjadi peka
terhadap semua hal yang membantu terwujudnya
impian kita. Dengan kecerdasan spiritual kita yakin
bahwa kejadian yang tampak random itu
sebenarnya bukanlah random sehingga kita yakin
bahwa ask (doa) menjadi penting untuk menarik
keberuntungan. Sedekah menjadi penting untuk
menarik keberuntungan. Berbuat baik juga menjadi
penting untuk menarik keberuntungan. Dengan
kecerdasan emosi pula, kita mau menindaklanjuti
berbagai peluang yang terbuka. Kreativitas dan
kecerdasan intelektual juga membuat kita mampu
mengatasi problem-problem yang muncul dalam
setiap jengkal perjalanan.
keberuntungan itu seperti bermain sepak
bola kata pria kelahiran Yogyakarta ini. Dalam
bermain sepak bola, kita mempunyai tujuan yang
jelas, yaitu mencetak gol. Lalu sebagai pemain, kita
harus terus bergerak mencari posisi yang
menguntungkan. Suatu ketika bola mungkin akan
lewat di depan kita. Ini namanya keberuntungan.
Kita tendang bola tersebut, dan bisa jadi belum gol.
Lalu, kita berlari-lari lagi mencari posisi dan
menyiasati gerakan lawan. Ada saat di mana bola
melintas lagi di depan kita. Kita tendang bola
tersebut, dan akhirnya bisa gol juga.
Kalau kita mempunyai cita-cita (aspirasi), punya
semangat dan keyakinan (spiritual), punya
ketabahan (emosi), punya siasat (power), dan
punya kemampuan menendang ala David Beckham
(intelektual), maka kondisi lapangan dan permainan
saat itu bisa mendatangkan keberuntungan bagi kita.
Dalam mengembangkan bisnisnya, Try Atmojo
selalu memanfaatkan faktor leverage sebagai daya
ungkit atau faktor kali. Dia berpikir bagaimana
menggunakan dan memaksimalkan daya ungkit
tersebut agar kinerja bisnisnya lebih efisien, namun
memberikan hasil yang optimal.
Try Atmojo mencatat ada beberapa jenis
leverage yang bisa digunakan, antara lain:
1. Other People’s Money (Uang Orang Lain).
Dalam beberapa bidang, kita sangat terbantu
dengan OPM ini. Bagaimana tidak, kalau kita
seorang pengusaha, untuk mengembangkan
bisnis (buka cabang, membeli kios atau ruko,
dan lainnya) kita akan sangat terbantu oleh
perbankan atau investor. Contoh lain
misalnya, jika kita punya webstore, sangat
mungkin si pelanggan bayar lunas dulu, baru
kita carikan barangnya untuk segera kita kirim;
2. Other People’s Experience (Pengalaman Orang
Lain). Dalam menjalankan bisnis, akan jauh
lebih cepat akselerasinya apabila kita belajar
kepada orang lain yang sudah terbukti sukses
di bidang tersebut. Mungkin tidak harus belajar
atau ketemu langsung, kita bisa dengan
belajar melalui buku-buku atau sharing
pengalamannya. Hal ini akan sangat
menghemat waktu, dibandingkan jika harus
trial and error sendiri;
3. Other People’s Time (Waktu Orang Lain).
Tidak mungkin semua proses bisnis akan kita
tangani sendiri. Tim sangatlah penting, karena
ternyata masih banyak orang yang profesional
di bidangnya yang siap menjual waktu, skill,
dan pengetahuannya untuk membantu
mendongkrak bisnis kita;
4. Other People’s Idea (Ide Orang Lain). Peluang
dan ide bisa didapat dari mana saja, tapi
tahapan selanjutnya adalah seberapa cepat
ide tersebut dapat dieksekusi menjadi sebuah
bisnis yang menguntungkan;
5. Information Technology. Dunia terus bergerak
sangat cepat. Bagaimana kita memanfaatkan
kecanggihan alat-alat modern seperti ini? Saat
ini kita sangat bergantung pada produk IT ini,
mulai dari kalkulator, komputer dan
software-nya, e-mail, Internet, SMS gateway
dan sebagainya. Kita bisa memaksimalkan
teknologi ini untuk me-leverage bisnis kita,
karena dunia telah memasuki era baru. The
World is Flat & Borderless.
6. Media. Media bisa menjadi sarana yang paling
cepat dan instan untuk mendongkrak bisnis
kita, baik itu media cetak, elektronik, Internet,
maupun media lainnya. Sudah banyak bukti
yang menunjukkan betapa sebuah bisnis bisa
langsung melejit, begitu diekspos oleh media
massa. Yang terpenting dalam hal ini adalah
siapa yang kenal kita, bukan kita kenal siapa.
Setiap jenis bisnis tentu memiliki faktor kali
atau leverage yang berbeda. Yang jelas setiap
bisnis pasti ada faktor pengungkitnya.
Pertanyaannya adalah sudahkah kita menemukan
dan memaksimalkan faktor kali tersebut dalam bisnis
kita?
Tantangan terbesar Try Atmojo saat ini adalah
membuat bisnisnya tetap menguntungkan dan
berkembang, walaupun dia tidak banyak ikut
campur di dalamnya. Untuk mencapainya, Try mulai
menerapkan ilmu dari seorang business coach, Brad
Sugar. Mulai dari mastery, niche, leverage, team,
synergy, dan result. Try Atmojo yakin dengan
sistem yang telah dibangunnya saat ini,
keterlibatan dirinya akan semakin bisa berkurang.
Dengan begitu, dia bisa lebih leluasa untuk
jalan-jalan, ikut seminar, mencoba peluang baru,
atau melakukan kegiatan sosial.
Sistem bisnis yang dibangun Try Atmojo saat ini
sudah mampu menangani hal-hal yang sifatnya rutin
ataupun kemungkinan yang tak terduga. Yang pasti
semua hal yang bersifat rutinitas telah dia
delegasikan kepada karyawan.
Semua sistem dalam bisnis distro tersebut
dibangun Try Atmojo dengan sebaik-baiknya,
karena dia beranggapan bahwa sekecil apa pun
bisnis kita, harus tetap dikelola dengan profesional.
Akan lebih bagus jika pemilik lebih fokus pada
hal-hal yang lebih strategis, seperti masalah
pengembangan bisnis, atau menciptakan pasar
baru. Pemilik sebaiknya tidak lagi terjebak menjadi
pekerja atau manajer pada bisnisnya sendiri.
Fokus Try Atmojo saat ini adalah selalu
memperbaiki dan menyempurnakan sistem kerja
dalam bisnisnya. Berdasarkan pengalamannya,
ternyata masalah pengelolaan sumber daya
manusia menjadi salah satu hal yang paling unik dan
perlu kesabaran. Hal ini tidak mengherankan karena
para karyawan juga mempunyai emosi, tidak seperti
mesin, yang tinggal di set dengan program tertentu
langsung bisa jalan.
Setiap muncul masalah baru, bagi Try Atmojo
merupakan kesempatan baru untuk membuat sistem
yang lebih baik lagi sehingga ke depan tidak akan
terjadi masalah yang sama. Mengenai sistem yang
berhubungan dengan sumber daya manusia, dia
mencermati ternyata kuncinya ada pada bagaimana
menerapkan reward dan punishment yang adil dan
diterapkan secara konsisten.
Dengan perbaikan yang dilakukan secara
terus-menerus, Try Atmojo merasa bahwa dia telah
berada pada arah yang benar untuk meraih
impiannya. Dengan jaringan empat distro yang
dimilikinya saat ini, dan akan bertambah dengan
cabang distro berikutnya, Try Atmojo memang layak
mendapatkan julukan si Raja Distro dari Tangerang.
Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan
memang tidak akan pernah mati. Tren anak muda
yang ingin tampil beda dan anti kemapanan akan
terus hidup dan berkembang. Kecenderungan itulah
yang dimanfaatkan para pebisnis distro untuk
meraih keuntungan.
Logika yang dipakai dalam bisnis ini memang
berbeda dengan logika bisnis lainnya. Kalau dalam
bidang fesyen lainnya, harga jual dikaitkan dengan
harga bahan baku, desain, teknik produksi, tingkat
kesulitan dalam menjahit, dan sebagainya, dalam
bisnis distro, semua logika itu seakan tidak dipakai.
Bayangkan saja, sebuah kaus dengan desain
minimalis dan harga pokok yang sangat minim pun
bisa dijual dengan harga selangit dan laku keras. Di
situlah misteri value yang membuat para anak
muda ini begitu gandrung dengan gaya
anti-kemapanan ini. ‘Serangan’ bisnis distro ini
bahkan telah membuat perusahaan garmen sejenis
kalang kabut dalam menghadapinya. Distro-distro
telah menggerogoti sebagian pasar mereka.
Potensi pasar yang amat segmented dan unik
ituiah yang ditangkap oleh Try Atmojo dalam
mengembangkan bisnisnya. Bermula dari
kebiasaannya untuk selalu tampil gaul, Try Atmojo
mencurahkan seluruh potensinya untuk
membesarkan bisnis distro yang khusus membidik
para kawula muda ini.
Saat ini Try Atmojo mengelola empat distro,
semuanya berlokasi di daerah Tangerang. Nama
yang dipakainya adalah 21 District dan Zero Label.
Salah satu outlet distronya yang bernama Zero
Label bahkan menempati lokasi strategis di
21-Junction UG#135 Supermall Karawaci Tangerang.
Selain menjadi agen untuk beberapa merek
produk distro kelas atas seperti Eat, Cuvai,
Skaters, dan Slack Id, Try Atmojo juga mempunyai
merek sendiri yang eksklusif karena hanya
dipasarkan di jaringan distronya. Berbagai produk
seperti t-shirt dan topi dengan merek Raxzel
(www.raxzel.com) yang diciptakannya kini telah
dikenal dan digemari para penggemar distro.
Kelebihan dari pasar distro adalah konsumen
tidak terlalu sensitif dengan harga. Asal produknya
unik dan bagus, mereka mau mengeluarkan berapa
pun untuk membelinya. Inilah yang membuat bisnis
ini cepat membuat kaya para pemainnya. Try
Atmojo sendiri sangat menikmati hasil dari bisnis ini.
Omzetnya terus meningkat dari waktu ke waktu.
Apalagi dia selalu melakukan inovasi produk yang
membuat para konsumen tertarik untuk
membelanjakan uangnya kembali.
Ibarat anak panah yang melesat dari busurnya,
begitulah yang tenjadi dengan bisnis distro yang
dikelola Try Atmojo saat ini. Walaupun kelihatannya
anak panah tersebut bisa melaju dengan kencang,
dalam penjalanannya anak panah tersebut selalu
bergesekan dengan angin. Gesekan dengan angin ini
bisa diibaratkan sebagai masalah atau hambatan
yang muncul di tengah jalan.
Selama menjalankan bisnis ini, Try Atmojo
mengakui banyak masalah sekaligus tantangan yang
harus dia dihadapi. Dia yakin semua pebisnis pun
pasti mengalaminya. Berdasarkan pengalamannya
selama ini, Try menyimpulkan bahwa semua masalah
yang muncul bisa dibagi menjadi dua, yaitu masalah
eksternal, yang timbul di luar kontrol kita, dan
masalah internal yang disebabkan oleh diri kita sendiri.
Yang pasti, semua solusi akan kembali kepada
diri kita, berat atau ringannya masalah tersebut
tergantung dari cara pandang kita. “Masalah justru
akan menjadikan kita tahan banting. Yang penting
bagaimana kita tetap fokus pada solusi dan bukan
pada masalahnya, tutur pria yang juga mempunyai
bisnis Chika Ponsel ini.
Dunia bisnis bagi Try Atmojo merupakan dunia
yang menantang. Setiap hari dia merasa mengalami
ketidakpastian seperti main game. Apalagi ketika
sedang menyiapkan cabang baru. Semua serba
belum pasti. Mulai dari belum pasti ramai, belum
pasti untung, belum pasti balik modal, dan belum
pasti lainnya.
Walaupun begitu, ketidakpastian tersebut bisa
diminimalisasi dengan berbagai persiapan yang
memadai. Mulai dari persiapan tempat, interior, stok
barang, dealing bersama supplier, rekrutmen SDM,
dan sebagainya. Seiring dengan pengalaman yang
semakin banyak, tentu saja hal itu akan menjadi
lebih mudah dan risiko kegagalan bisa dikurangi.
Try Atmojo mempunyai satu resep yang ampuh
untuk menghilangkan rasa takut akan ketidakpastian
tersebut. Dia selalu berusaha fokus pada apa
yang dia inginkan. Kedengarannya memang
sangat sederhana, tetapi ternyata resep tersebut
cukup jitu untuk mengalahkan rasa takut
atau keraguannya. Try Atmojo sering
mengatakan kepada diri sendiri, baik secara lisan
maupun dalam hati, apa yang sebetulnya
benar-benar dia inginkan, bukan apa yang tidak dia
inginkan. Dengan begitu otak bawah sadar pun
akan otomatis merespons dengan tindakan, atau
aktivitas yang mendukung ke arah apa yang dia inginkan.
Try Atmojo juga memaparkan bahwa hal penting yang
sering kita lupakan adalah kadang karena
kita terlalu sibuk dengan setumpuk rutinitas, hingga
melupakan tujuan akhir. Salah satu prinsip dalam
time management adalah bagaimana melakukan
aktivitas dengan efektif dan efisien. Tapi bagaimana
mungkin bisa efektif, kalau kita sendiri tidak tahu
tujuan dan aktivitas yang kita lakukan. Lebih celaka
lagi, jika kita tidak tahu sudah sejauh mana kita
berjalan, berapa kecepatannya, dan apakah kita
sudah menuju ke arah tujuan kita.
iadi antara aktivitas dan tujuan harus selalu
terpadu (integrated), pada jalur yang sama, hingga
berakhir pada tujuan yang sama pula, papar pria
yang juga bermain di properti ini.
Try Atmojo meyakini bahwa semua manusia
yang lahir di dunia ini sudah membawa satu aset
yang sangat berharga, yaitu waktu. Sekarang
tinggal cara kita memanfaatkannya untuk menuju
ke arah tujuan hidup kita. Sebagai manusia kita
tidak dapat memundurkan waktu, kita juga tidak
mungkin untuk mengulangnya. Yang bisa kita
lakukan adalah bagaimana kita bisa
memanfaatkannya seefektif mungkin.
jika kita ingin belajar sesuatu hal, pastikan
kita bertanya atau belajar pada orang yang pernah
mengalaminya, tutur pria yang selalu tampil gaul
ini. Mau ahli main golf, misalnya, tentu kita belajar
kepada orang yang ahli dalam bermain golf. Dengan
begitu, kemungkinan berhasil akan lebih cepat,
dibanding kalau belajar kepada orang yang belum
berpengalaman atau bukan ahlinya.
Begitu pun dalam bidang bisnis. Jika kita ingin
berbisnis dalam bidang tertentu, maka belajarlah
kepada orang yang terbukti sudah berhasil dalam
bisnis tersebut. Model pembelajarannya bisa dengan
cara bekerjasama dengan yang terbaik.
Lihatlah di sekeliling Anda, adakah orang-orang
yang menurut Anda paling berhasil di bidang yang
ingin Anda tekuni. Ajak mereka makan siang dan
galilah ilmu mereka, ungkap Try Atmojo
menjelaskan triknya.
Sebagai pengusaha, Try meyakini bahwa setiap
hari sebetulnya kita semua bertemu banyak
peluang. Orang yang hari ini kita temui mungkin
membawa peluang. Bus yang kita tumpangi, juga
membawa peluang. Beras mahal yang terjadi saat
ini, juga membawa peluang. Semua kejadian
random menciptakan banyak peluang. Orang-orang
tertentu ternyata lebih mampu menarik keuntungan
dan peluang itu. Semua itu tergantung dari cara
kita memandang kejadian tersebut.
Sama dengan istilah krisis, yang artinya bahaya
plus peluang, hanya orang-orang yang beruntung
yang dapat memanfaatkannya. Banyak
contoh kejadian yang telah kita saksikan. Krisis
ekonomi 1997 telah membawa mayoritas perusahaan dan
banyak orang pada situasi keterpurukan. Namun, ada
minoritas orang yang mengambil peluang pada saat tersebut,
dan terbukti sampai hari ini mereka luar biasa sukses.
Try Atmojo termasuk orang yang percaya bahwa
setiap manusia bisa meningkatkan
keberuntungannya. Dia juga menjelaskan bahwa
dengan kecerdasan aspirasi, kita menjadi peka
terhadap semua hal yang membantu terwujudnya
impian kita. Dengan kecerdasan spiritual kita yakin
bahwa kejadian yang tampak random itu
sebenarnya bukanlah random sehingga kita yakin
bahwa ask (doa) menjadi penting untuk menarik
keberuntungan. Sedekah menjadi penting untuk
menarik keberuntungan. Berbuat baik juga menjadi
penting untuk menarik keberuntungan. Dengan
kecerdasan emosi pula, kita mau menindaklanjuti
berbagai peluang yang terbuka. Kreativitas dan
kecerdasan intelektual juga membuat kita mampu
mengatasi problem-problem yang muncul dalam
setiap jengkal perjalanan.
keberuntungan itu seperti bermain sepak
bola kata pria kelahiran Yogyakarta ini. Dalam
bermain sepak bola, kita mempunyai tujuan yang
jelas, yaitu mencetak gol. Lalu sebagai pemain, kita
harus terus bergerak mencari posisi yang
menguntungkan. Suatu ketika bola mungkin akan
lewat di depan kita. Ini namanya keberuntungan.
Kita tendang bola tersebut, dan bisa jadi belum gol.
Lalu, kita berlari-lari lagi mencari posisi dan
menyiasati gerakan lawan. Ada saat di mana bola
melintas lagi di depan kita. Kita tendang bola
tersebut, dan akhirnya bisa gol juga.
Kalau kita mempunyai cita-cita (aspirasi), punya
semangat dan keyakinan (spiritual), punya
ketabahan (emosi), punya siasat (power), dan
punya kemampuan menendang ala David Beckham
(intelektual), maka kondisi lapangan dan permainan
saat itu bisa mendatangkan keberuntungan bagi kita.
Dalam mengembangkan bisnisnya, Try Atmojo
selalu memanfaatkan faktor leverage sebagai daya
ungkit atau faktor kali. Dia berpikir bagaimana
menggunakan dan memaksimalkan daya ungkit
tersebut agar kinerja bisnisnya lebih efisien, namun
memberikan hasil yang optimal.
Try Atmojo mencatat ada beberapa jenis
leverage yang bisa digunakan, antara lain:
1. Other People’s Money (Uang Orang Lain).
Dalam beberapa bidang, kita sangat terbantu
dengan OPM ini. Bagaimana tidak, kalau kita
seorang pengusaha, untuk mengembangkan
bisnis (buka cabang, membeli kios atau ruko,
dan lainnya) kita akan sangat terbantu oleh
perbankan atau investor. Contoh lain
misalnya, jika kita punya webstore, sangat
mungkin si pelanggan bayar lunas dulu, baru
kita carikan barangnya untuk segera kita kirim;
2. Other People’s Experience (Pengalaman Orang
Lain). Dalam menjalankan bisnis, akan jauh
lebih cepat akselerasinya apabila kita belajar
kepada orang lain yang sudah terbukti sukses
di bidang tersebut. Mungkin tidak harus belajar
atau ketemu langsung, kita bisa dengan
belajar melalui buku-buku atau sharing
pengalamannya. Hal ini akan sangat
menghemat waktu, dibandingkan jika harus
trial and error sendiri;
3. Other People’s Time (Waktu Orang Lain).
Tidak mungkin semua proses bisnis akan kita
tangani sendiri. Tim sangatlah penting, karena
ternyata masih banyak orang yang profesional
di bidangnya yang siap menjual waktu, skill,
dan pengetahuannya untuk membantu
mendongkrak bisnis kita;
4. Other People’s Idea (Ide Orang Lain). Peluang
dan ide bisa didapat dari mana saja, tapi
tahapan selanjutnya adalah seberapa cepat
ide tersebut dapat dieksekusi menjadi sebuah
bisnis yang menguntungkan;
5. Information Technology. Dunia terus bergerak
sangat cepat. Bagaimana kita memanfaatkan
kecanggihan alat-alat modern seperti ini? Saat
ini kita sangat bergantung pada produk IT ini,
mulai dari kalkulator, komputer dan
software-nya, e-mail, Internet, SMS gateway
dan sebagainya. Kita bisa memaksimalkan
teknologi ini untuk me-leverage bisnis kita,
karena dunia telah memasuki era baru. The
World is Flat & Borderless.
6. Media. Media bisa menjadi sarana yang paling
cepat dan instan untuk mendongkrak bisnis
kita, baik itu media cetak, elektronik, Internet,
maupun media lainnya. Sudah banyak bukti
yang menunjukkan betapa sebuah bisnis bisa
langsung melejit, begitu diekspos oleh media
massa. Yang terpenting dalam hal ini adalah
siapa yang kenal kita, bukan kita kenal siapa.
Setiap jenis bisnis tentu memiliki faktor kali
atau leverage yang berbeda. Yang jelas setiap
bisnis pasti ada faktor pengungkitnya.
Pertanyaannya adalah sudahkah kita menemukan
dan memaksimalkan faktor kali tersebut dalam bisnis
kita?
Tantangan terbesar Try Atmojo saat ini adalah
membuat bisnisnya tetap menguntungkan dan
berkembang, walaupun dia tidak banyak ikut
campur di dalamnya. Untuk mencapainya, Try mulai
menerapkan ilmu dari seorang business coach, Brad
Sugar. Mulai dari mastery, niche, leverage, team,
synergy, dan result. Try Atmojo yakin dengan
sistem yang telah dibangunnya saat ini,
keterlibatan dirinya akan semakin bisa berkurang.
Dengan begitu, dia bisa lebih leluasa untuk
jalan-jalan, ikut seminar, mencoba peluang baru,
atau melakukan kegiatan sosial.
Sistem bisnis yang dibangun Try Atmojo saat ini
sudah mampu menangani hal-hal yang sifatnya rutin
ataupun kemungkinan yang tak terduga. Yang pasti
semua hal yang bersifat rutinitas telah dia
delegasikan kepada karyawan.
Semua sistem dalam bisnis distro tersebut
dibangun Try Atmojo dengan sebaik-baiknya,
karena dia beranggapan bahwa sekecil apa pun
bisnis kita, harus tetap dikelola dengan profesional.
Akan lebih bagus jika pemilik lebih fokus pada
hal-hal yang lebih strategis, seperti masalah
pengembangan bisnis, atau menciptakan pasar
baru. Pemilik sebaiknya tidak lagi terjebak menjadi
pekerja atau manajer pada bisnisnya sendiri.
Fokus Try Atmojo saat ini adalah selalu
memperbaiki dan menyempurnakan sistem kerja
dalam bisnisnya. Berdasarkan pengalamannya,
ternyata masalah pengelolaan sumber daya
manusia menjadi salah satu hal yang paling unik dan
perlu kesabaran. Hal ini tidak mengherankan karena
para karyawan juga mempunyai emosi, tidak seperti
mesin, yang tinggal di set dengan program tertentu
langsung bisa jalan.
Setiap muncul masalah baru, bagi Try Atmojo
merupakan kesempatan baru untuk membuat sistem
yang lebih baik lagi sehingga ke depan tidak akan
terjadi masalah yang sama. Mengenai sistem yang
berhubungan dengan sumber daya manusia, dia
mencermati ternyata kuncinya ada pada bagaimana
menerapkan reward dan punishment yang adil dan
diterapkan secara konsisten.
Dengan perbaikan yang dilakukan secara
terus-menerus, Try Atmojo merasa bahwa dia telah
berada pada arah yang benar untuk meraih
impiannya. Dengan jaringan empat distro yang
dimilikinya saat ini, dan akan bertambah dengan
cabang distro berikutnya, Try Atmojo memang layak
mendapatkan julukan si Raja Distro dari Tangerang.
Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan
Mulai Berbisnis Sejak Kuliah, Sulis Kini Sukses Lewat Ratusan Outlet ‘Lucky Crepes’
Semangat kewirausahaan memang sedang
menemukan momentum kebangkitan di negeri ini.
Fenomena ini dapat dilihat dari semakin banyaknya
entrepreneur muda yang mencoba untuk memulai
usaha di berbagai bidang. Tidak sedikit pula para
karyawan yang mencoba memulai usaha sambil
terus bekerja. Namun, tidak jarang para pemula ini
masih sangat sulit dan kebingungan memilih dan
mencari usaha yang akan ditekuni.
Melihat potensi pasar dan peluang yang begitu
besar, Bunda Sulis bersama 2 orang temannya, Teti
dan Nopy mendirikan bisnis Lucky Crepes dengan
sistem waralaba. Dengan sistem waralaba ini, Lucky
Crepes sebagai salah satu produk makanan ringan
cepat saji memberikan kesempatan kepada seluruh
masyarakat Indonesia pada umumnya, dan
entrepreneur pemula pada khususnya, untuk
menjalin kerjasama kemitraan dalam rangka
memperluas jaringan pemasaran. Lucky Crepes
memberikan kemudahan bagi pengusaha pemula
dengan mensupport sistem dan harga yang
terjangkau. Berkat kegigihan dan usaha yang tak
kenal lelah, saat ini Lucky Crepes sudah menembus
pasar nasional.
Bunda Sulis bertekad akan terus memperluas
jaringan Lucky Crepes. Hal ini berarti akan makin
banyak tumbuh entrepreneur baru sehingga dapat
memberikan manfaat yang lebih banyak lagi bagi
masyarakat.
Market Lucky Crepes mulai dari kalangan bawah,
menengah, dan atas. Karena, harga Lucky
Crepes sangat terjangkau, mulai dari Rp2.000 saja.
Sebagian besar anak-anak dan orang dewasa
menyukainya sehingga sekolah, arena bermain,
pusat perbelanjaan, dan kolam renang, merupakan
arena yang cocok untuk Lucky Crepes. Keuntungan
dari bisnis ini pun sangat menjanjikan. Terbukti
dengan semakin banyaknya peminat yang
mendaftar untuk menjadi pewaralaba atau franchise.
Bagi Bunda Sulis dan Teti, sebenarnya dunia
usaha bukan hal baru lagi. Karena sejak duduk di
bangku kuliah, kedua sahabat ini sudah mulai
merintis usaha kecil-kecilan di sela kesibukan kuliah
untuk menambah uang jajan. Berbeda dengan
Nopy yang memiliki semangat dan keinginan tinggi,
tetapi baru mencoba lewat gerai crepes yang
mereka dirikan.
Lucky Crepes mulai dirintis pada 2004, dengan
outlet crepes “tanpa nama”. Lalu dengan modal
pinjaman dari bank, ketiga sahabat ini melangkah
mengembangkan satu outlet menjadi tiga buah outlet.
Melihat kesuksesan usaha yang dirintis tiga
sahabat ini, ada beberapa orang yang tertarik
untuk membuka gerainya di tempat lain. Namun,
baru satu tahun, usaha mereka dikembangkan
dengan pola kemitraan setelah resmi memiliki nama
Lucky Crepes. Saat awal perintisan usaha, ketiga
sahabat ini masih bekerja sebagai karyawan dengan
profesi yang berbeda.
Bunda Sulis sebagai marketing strategy
manager, Nopy sebagai public relation manager
dan Teti bertindak sebagai operational manager.
Namun seiring perkembangannya, akhirnya Teti
memutuskan keluar dari tempat kerja untuk fokus
pada usaha yang mereka rintis yang hingga kini
sudah memiliki 100 outlet lebih tersebar di seluruh
Indonesia.
Dengan membidik pasar menengah ke bawah,
Lucky Crepes optimis masih terbuka peluang ke
depan walaupun makin banyak usaha sejenis bermunculan.
Strategi pemasaran yang dilakukan melalui
media Internet, penyebaran brosur, iklan media cetak,
dan program member get member oleh mitra.
Lucky Crepes juga pernah diliput berbagai media,
seperti Majalah Pengusaha, SWA, Info
Franchise, Pebisnis, Tabloid Peluang Usaha, Kontan,
dan media lainnya yang tentunya sangat membantu
dalam pemasaran.
Program kemitraan yang dirancang Lucky
Crepes berbeda dengan yang lain, yaitu tanpa
franchise fee dan juga tanpa royalti. Dengan tujuan
untuk tidak membebani mitranya. Paket kemitraan
yang ditawarkan pun sangat terjangkau mulai Rp5,5
juta rupiah sudah mencakup join fee, semua
peralatan dan gerai, seragam, dan pelatihan bagi
karyawan. Mitra hanya cukup menyiapkan lokasi
dan karyawan untuk berjualan.
Para mitra biasanya mendapatkan informasi
awal setelah mengunjungi http://www.luckycrepes.com
atau http://luckycrepes.multiply.com. Setelah
itu mereka bisa langsung telpon ke hotline Lucky
Crepes di 08159007272.
Kesuksesan Lucky Crepes tentu tidak terjadi
begitu saja. Perjalanan berliku telah mereka lalui
bersama. Berbagai hambatan yang datang telah
berhasil ditaklukkan. Bunda Sulis sendiri awalnya
bahkan tidak berniat untuk membuka bisnis crepes.
Saat pertama kali memulai bisnis, dia ingin membuat
bisnis tempat penitipan anak dan lembaga
pendidikan setingkat TK atau play group.
Berhubung waktu itu lokasi yang mau dibuat
berada di mal, sehingga terbentur masalah dana
yang cukup besar. Walaupun akhirnya sempat
ditawari investor, dalam realisasinya, jawaban pasti
dari investor tak kunjung tiba.
Lalu dalam perjalanannya, dia bertemu dengan
salah satu perusahaan yang mau bekerjasama
untuk merintis usaha dalam bidang pendidikan.
Namun, jenis pendidikannya lebih ke arah pendidikan
dan pelatihan kewirausahaan, bukan pendidikan
anak. Koordinasi yang kurang bagus, ditambah lagi
dengan kesibukan masing-masing, menyebabkan
kerjasama yang hendak dirintis belum bisa berkembang.
Ide membuka bisnis yang berhubungan dengan
makanan kemudian muncul ketika Bunda Sulis
menyadari bahwa dia dan temannya sama-sama
suka wisata kuliner. Saat Bunda Sulis dan temannya
‘nongkrong’ di pujasera, dia menemukan makanan
yang menurutnya aneh, kue iekker.
Kejadian itulah rupanya memberikan “aha”
baginya. Dari situ kemudian mereka mendapatkan
ide untuk membuat gerobak yang unik. Gerobak itu
rencananya akan dipakai untuk menjual crepes
yang akan mereka bikin. Ide ini terus di follow up
dengan mencoba membuat berbagai resep. Bahkan,
bisa dikatakan mereka sampai bosan dengan
eksperimen resep yang mereka bikin sendiri.
Langkah berikutnya adalah mencari berbagai
peralatan yang dibutuhkan.
Akhirnya, gerai pertama berhasil dibuka di
pasar rumput dan di sebuah sekolah di Bekasi.
Sayangnya, karyawan yang diserahi untuk menjaga
gerai di Bekasi kurang bertanggung jawab sehingga
Bunda Sulis harus nombok saat baru mengawali
usaha tersebut. Kejadian tersebut tidak
membuatnya putus asa. Bunda Sulis kembali
mencari karyawan yang lebih bisa dipercaya.
Hasilnya, dia mendapatkan karyawan yang bagus
sehingga penjualannya terus meningkat dari waktu
ke waktu.
Melihat perkembangan yang positif, Bunda Sulis
berencana menambah armada atau outlet.
Berhubung masih kekurangan modal, dia
memberanikan diri untuk mengambil kredit tanpa
agunan dari sebuah bank swasta. Keputusan
tersebut ternyata tidak salah, karena keuntungan
hasil bisnis Lucky Crepes ini memang jauh lebih
tinggi dari bunga yang harus dibayarkan ke bank.
Beberapa teman Bunda Sulis berminat bergabung
sebagai mitra ketika melihat perkembangan bisnis
yang dirintisnya.
Bunda Sulis pun berinisiatif untuk mendaftarkan
mereknya. Pada saat cabangnya bertambah hingga
mencapai 10 outlet, berbagai media bisnis meliput
perkembangan bisnis Lucky Crepes ini. Liputan
media inilah yang menjadi salah satu faktor
leverage (pengungkit) bisnis Lucky Crepes ini.
Terutama semenjak liputan dari sebuah tabloid
bisnis ternama, banyak sekali mitra usaha yang
mendaftar untuk bergabung.
Dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan
kinerja bisnis, kini Lucky Crepes mulai
berekspansi. Dari sisi produk, Lucky Crepes telah
mengeluarkan produk baru yang khas, yaitu
martabak manis, produk wafel, dan pukis parabola.
Inovasi ini dilakukan untuk melengkapi inovasi
dalam sistem penjualan dan kemitraan yang selalu
dilakukan Bunda Sulis. Berbagai inovasi tersebut,
tak ayal lagi semakin mengukuhkan Lucky Crepes
sebagai salah satu pemain yang cukup
diperhitungkan dalam bisnis makanan berbasis
sistem kemitraan.
Selain bisnis makanan, Bunda Sulis juga merintis
bisnis dalam bidang pendidikan. Memiliki
lembaga pendidikan anak yang sebenarnya
merupakan impian Bunda Sulis sejak melangkah ke
jenjang pernikahan. Usaha awal berbisnis, usaha
yang ingin dirintis sebenarnya adalah dunia
pendidikan anak. Namun, Allah punya kehendak lain
dan lebih tahu yang terbaik bagi hamba-Nya. Justru
usaha ini baru bisa terwujud setelah 2 tahun Lucky
Crepes berjalan.
Usaha Bunda Sulis dalam pendidikan anak ini
mulai dirintis sejak akhir 2005. Sementara, itu
yayasan yang menaunginya resmi berdiri pada
Februari 2006. Kelompok Bermain dan TKIT yang
diberi nama Ibnu Rusyid ini resmi beroperasi mulai
tahun ajaran 2006-2007 di Kencana Loka, Bumi
Serpong Damai.
Kelompok Bermain dan TKIT Ibnu Rusyid
dikembangkan dengan menonjolkan konsep
pendidikan karakter dan multiple intelligences. Para
siswa tidak hanya diajarkan membaca dan menulis
saja, tapi pendidikan “good character”-lah yang
lebih diutamakan. Hal ini mengingat bahwa masa
prasekolah dan TK adalah “golden age” yang sangat
penting dan menentukan dalam fase perkembangan
anak berikutnya.
Setelah satu tahun berjalan, Bunda Sulis ke
mudian membuka Kelompok Bermain dan TKIT kedua
yang berlokasi di Citra Raya Tangerang. Dalam
perjalanan selanjutnya, Kelompok Bermain dan TKIT
Ibnu Rusyid juga membuka program TPA Plus dan
English Club for Kids.
Bagi para orangtua dan guru yang ingin lebih
banyak tahu tentang konsep multiple intelegences
dan pendidikan karakter, Yayasan Ibnu Rusyid juga
menyelenggarakan seminar dan pelatihan-pelatihan
khusus. Termasuk bagi mereka yang ingin
mendirikan sekolah, Yayasan Ibnu Rusyid juga
memberikan pelatihan bagaimana menyusun
kurikulum berbasis multiple intelegences dan
pendidikan karakter.
Berhubung masih harus berbagi dengan waktu
kerja di kantor setiap hari, dalam menjalankan
yayasan, Bunda Sulis berpartner dengan tim yang
kesehariannya full time melakukan operasional
yayasan.
Dalam jangka panjang, Ibnu Rusyid juga akan
membuat lembaga pendidikan bagi para guru,
terutama pendidikan berbasis Multiple Inteligences.
Bunda Sulis bahkan mempunyai impian untuk
membuat sekolah khusus bagi para orangtua yang
ingin memperdalam ilmu tentang multiple inteligence
ini. Di samping tentu saja menambah cabang Ibnu
Rusyid yang saat ini baru ada dua.
Tidak berhenti sampai di situ, Bunda Sulis juga
telah mengembangkan sayapnya ke dalam bisnis
salon Muslimah. Salon Muslimah pertama yang
dirintisnya di daerah Villa llhami, Lippo Karawaci
ini memang masih embrio.
Namun, Bunda Sulis bahagia karena salonnya
tersebut juga menunjukkan perkembangan positif.
Ketika ditanya mengenai kesuksesannya, Bunda
Sulis menyatakan bahwa sukses itu sebuah proses,
tidak ada sesuatu yang instan. Seseorang yang
bisa menghargai proses, dia akan pantang
menyerah menghadapi tantangan. Kadang
seseorang sudah berputus asa saat proses masih
berjalan. Sebagai contoh, saat belum berhasil
mencoba satu kali, dia langsung berhenti. Padahal,
proses yang ditempuh tersebut merupakan
pelajaran berharga untuk langkah selanjutnya.
Bunda Sulis juga mengingatkan bahwa sering
kali kita lupa dan hanya berpatok pada hasil
oriented. “Kalau patokan dan tujuan kita hanyalah
hasil, setiap proses yang belum menghasilkan akan
kita anggap sia-sia,” tutur penulis buku Bunda Luar
Blasa ini.
Bagi para pemula dalam berbisnis, Bunda Sulis
menyarankan agar menentukan tujuan yang jelas.
Namun, saat belum sampai tujuan seharusnya kita
sudah berpikir bahwa jalan yang kita tempuh itu
adalah sukses. “Sebenarnya yang pertama
adalah kemauan. Rata-rata dari kita bukan tidak punya
ide, tapi kurang punya kemauan. Jika sudah ada
kemauan insya Allah akan ada jalan, akan ada
keberanian, dan ide akan mudah terealisasi,”
tutur Ibu muda berjilbab ini.
Bunda Sulis juga menjelaskan bahwa keraguan
dan ketakutan, biasanya dipengaruhi oleh mindset
dan pola pikir seseorang, sebagai hasil interaksi
dengan lingkungan. Kalau saat ini seseorang berada
pada zona nyaman dan tidak ada kemauan untuk
mengubahnya, pasti dia akan takut dan ragu-ragu terus.
Pikirannya akan dipengaruhi bayang-bayang
kegagalan. Dampaknya, dia tidak akan pernah
berani untuk memulai usaha. “Kalau mau niat mulai
usaha, belajar dan singkirkan dulu pikiran itu,
terutama dengan kemauan kita yang kuat,” tegas
Bunda Sulis yang saat ini masih menekuni karier
sebagai karyawan juga membesarkan beberapa bisnis.
Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan
menemukan momentum kebangkitan di negeri ini.
Fenomena ini dapat dilihat dari semakin banyaknya
entrepreneur muda yang mencoba untuk memulai
usaha di berbagai bidang. Tidak sedikit pula para
karyawan yang mencoba memulai usaha sambil
terus bekerja. Namun, tidak jarang para pemula ini
masih sangat sulit dan kebingungan memilih dan
mencari usaha yang akan ditekuni.
Melihat potensi pasar dan peluang yang begitu
besar, Bunda Sulis bersama 2 orang temannya, Teti
dan Nopy mendirikan bisnis Lucky Crepes dengan
sistem waralaba. Dengan sistem waralaba ini, Lucky
Crepes sebagai salah satu produk makanan ringan
cepat saji memberikan kesempatan kepada seluruh
masyarakat Indonesia pada umumnya, dan
entrepreneur pemula pada khususnya, untuk
menjalin kerjasama kemitraan dalam rangka
memperluas jaringan pemasaran. Lucky Crepes
memberikan kemudahan bagi pengusaha pemula
dengan mensupport sistem dan harga yang
terjangkau. Berkat kegigihan dan usaha yang tak
kenal lelah, saat ini Lucky Crepes sudah menembus
pasar nasional.
Bunda Sulis bertekad akan terus memperluas
jaringan Lucky Crepes. Hal ini berarti akan makin
banyak tumbuh entrepreneur baru sehingga dapat
memberikan manfaat yang lebih banyak lagi bagi
masyarakat.
Market Lucky Crepes mulai dari kalangan bawah,
menengah, dan atas. Karena, harga Lucky
Crepes sangat terjangkau, mulai dari Rp2.000 saja.
Sebagian besar anak-anak dan orang dewasa
menyukainya sehingga sekolah, arena bermain,
pusat perbelanjaan, dan kolam renang, merupakan
arena yang cocok untuk Lucky Crepes. Keuntungan
dari bisnis ini pun sangat menjanjikan. Terbukti
dengan semakin banyaknya peminat yang
mendaftar untuk menjadi pewaralaba atau franchise.
Bagi Bunda Sulis dan Teti, sebenarnya dunia
usaha bukan hal baru lagi. Karena sejak duduk di
bangku kuliah, kedua sahabat ini sudah mulai
merintis usaha kecil-kecilan di sela kesibukan kuliah
untuk menambah uang jajan. Berbeda dengan
Nopy yang memiliki semangat dan keinginan tinggi,
tetapi baru mencoba lewat gerai crepes yang
mereka dirikan.
Lucky Crepes mulai dirintis pada 2004, dengan
outlet crepes “tanpa nama”. Lalu dengan modal
pinjaman dari bank, ketiga sahabat ini melangkah
mengembangkan satu outlet menjadi tiga buah outlet.
Melihat kesuksesan usaha yang dirintis tiga
sahabat ini, ada beberapa orang yang tertarik
untuk membuka gerainya di tempat lain. Namun,
baru satu tahun, usaha mereka dikembangkan
dengan pola kemitraan setelah resmi memiliki nama
Lucky Crepes. Saat awal perintisan usaha, ketiga
sahabat ini masih bekerja sebagai karyawan dengan
profesi yang berbeda.
Bunda Sulis sebagai marketing strategy
manager, Nopy sebagai public relation manager
dan Teti bertindak sebagai operational manager.
Namun seiring perkembangannya, akhirnya Teti
memutuskan keluar dari tempat kerja untuk fokus
pada usaha yang mereka rintis yang hingga kini
sudah memiliki 100 outlet lebih tersebar di seluruh
Indonesia.
Dengan membidik pasar menengah ke bawah,
Lucky Crepes optimis masih terbuka peluang ke
depan walaupun makin banyak usaha sejenis bermunculan.
Strategi pemasaran yang dilakukan melalui
media Internet, penyebaran brosur, iklan media cetak,
dan program member get member oleh mitra.
Lucky Crepes juga pernah diliput berbagai media,
seperti Majalah Pengusaha, SWA, Info
Franchise, Pebisnis, Tabloid Peluang Usaha, Kontan,
dan media lainnya yang tentunya sangat membantu
dalam pemasaran.
Program kemitraan yang dirancang Lucky
Crepes berbeda dengan yang lain, yaitu tanpa
franchise fee dan juga tanpa royalti. Dengan tujuan
untuk tidak membebani mitranya. Paket kemitraan
yang ditawarkan pun sangat terjangkau mulai Rp5,5
juta rupiah sudah mencakup join fee, semua
peralatan dan gerai, seragam, dan pelatihan bagi
karyawan. Mitra hanya cukup menyiapkan lokasi
dan karyawan untuk berjualan.
Para mitra biasanya mendapatkan informasi
awal setelah mengunjungi http://www.luckycrepes.com
atau http://luckycrepes.multiply.com. Setelah
itu mereka bisa langsung telpon ke hotline Lucky
Crepes di 08159007272.
Kesuksesan Lucky Crepes tentu tidak terjadi
begitu saja. Perjalanan berliku telah mereka lalui
bersama. Berbagai hambatan yang datang telah
berhasil ditaklukkan. Bunda Sulis sendiri awalnya
bahkan tidak berniat untuk membuka bisnis crepes.
Saat pertama kali memulai bisnis, dia ingin membuat
bisnis tempat penitipan anak dan lembaga
pendidikan setingkat TK atau play group.
Berhubung waktu itu lokasi yang mau dibuat
berada di mal, sehingga terbentur masalah dana
yang cukup besar. Walaupun akhirnya sempat
ditawari investor, dalam realisasinya, jawaban pasti
dari investor tak kunjung tiba.
Lalu dalam perjalanannya, dia bertemu dengan
salah satu perusahaan yang mau bekerjasama
untuk merintis usaha dalam bidang pendidikan.
Namun, jenis pendidikannya lebih ke arah pendidikan
dan pelatihan kewirausahaan, bukan pendidikan
anak. Koordinasi yang kurang bagus, ditambah lagi
dengan kesibukan masing-masing, menyebabkan
kerjasama yang hendak dirintis belum bisa berkembang.
Ide membuka bisnis yang berhubungan dengan
makanan kemudian muncul ketika Bunda Sulis
menyadari bahwa dia dan temannya sama-sama
suka wisata kuliner. Saat Bunda Sulis dan temannya
‘nongkrong’ di pujasera, dia menemukan makanan
yang menurutnya aneh, kue iekker.
Kejadian itulah rupanya memberikan “aha”
baginya. Dari situ kemudian mereka mendapatkan
ide untuk membuat gerobak yang unik. Gerobak itu
rencananya akan dipakai untuk menjual crepes
yang akan mereka bikin. Ide ini terus di follow up
dengan mencoba membuat berbagai resep. Bahkan,
bisa dikatakan mereka sampai bosan dengan
eksperimen resep yang mereka bikin sendiri.
Langkah berikutnya adalah mencari berbagai
peralatan yang dibutuhkan.
Akhirnya, gerai pertama berhasil dibuka di
pasar rumput dan di sebuah sekolah di Bekasi.
Sayangnya, karyawan yang diserahi untuk menjaga
gerai di Bekasi kurang bertanggung jawab sehingga
Bunda Sulis harus nombok saat baru mengawali
usaha tersebut. Kejadian tersebut tidak
membuatnya putus asa. Bunda Sulis kembali
mencari karyawan yang lebih bisa dipercaya.
Hasilnya, dia mendapatkan karyawan yang bagus
sehingga penjualannya terus meningkat dari waktu
ke waktu.
Melihat perkembangan yang positif, Bunda Sulis
berencana menambah armada atau outlet.
Berhubung masih kekurangan modal, dia
memberanikan diri untuk mengambil kredit tanpa
agunan dari sebuah bank swasta. Keputusan
tersebut ternyata tidak salah, karena keuntungan
hasil bisnis Lucky Crepes ini memang jauh lebih
tinggi dari bunga yang harus dibayarkan ke bank.
Beberapa teman Bunda Sulis berminat bergabung
sebagai mitra ketika melihat perkembangan bisnis
yang dirintisnya.
Bunda Sulis pun berinisiatif untuk mendaftarkan
mereknya. Pada saat cabangnya bertambah hingga
mencapai 10 outlet, berbagai media bisnis meliput
perkembangan bisnis Lucky Crepes ini. Liputan
media inilah yang menjadi salah satu faktor
leverage (pengungkit) bisnis Lucky Crepes ini.
Terutama semenjak liputan dari sebuah tabloid
bisnis ternama, banyak sekali mitra usaha yang
mendaftar untuk bergabung.
Dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan
kinerja bisnis, kini Lucky Crepes mulai
berekspansi. Dari sisi produk, Lucky Crepes telah
mengeluarkan produk baru yang khas, yaitu
martabak manis, produk wafel, dan pukis parabola.
Inovasi ini dilakukan untuk melengkapi inovasi
dalam sistem penjualan dan kemitraan yang selalu
dilakukan Bunda Sulis. Berbagai inovasi tersebut,
tak ayal lagi semakin mengukuhkan Lucky Crepes
sebagai salah satu pemain yang cukup
diperhitungkan dalam bisnis makanan berbasis
sistem kemitraan.
Selain bisnis makanan, Bunda Sulis juga merintis
bisnis dalam bidang pendidikan. Memiliki
lembaga pendidikan anak yang sebenarnya
merupakan impian Bunda Sulis sejak melangkah ke
jenjang pernikahan. Usaha awal berbisnis, usaha
yang ingin dirintis sebenarnya adalah dunia
pendidikan anak. Namun, Allah punya kehendak lain
dan lebih tahu yang terbaik bagi hamba-Nya. Justru
usaha ini baru bisa terwujud setelah 2 tahun Lucky
Crepes berjalan.
Usaha Bunda Sulis dalam pendidikan anak ini
mulai dirintis sejak akhir 2005. Sementara, itu
yayasan yang menaunginya resmi berdiri pada
Februari 2006. Kelompok Bermain dan TKIT yang
diberi nama Ibnu Rusyid ini resmi beroperasi mulai
tahun ajaran 2006-2007 di Kencana Loka, Bumi
Serpong Damai.
Kelompok Bermain dan TKIT Ibnu Rusyid
dikembangkan dengan menonjolkan konsep
pendidikan karakter dan multiple intelligences. Para
siswa tidak hanya diajarkan membaca dan menulis
saja, tapi pendidikan “good character”-lah yang
lebih diutamakan. Hal ini mengingat bahwa masa
prasekolah dan TK adalah “golden age” yang sangat
penting dan menentukan dalam fase perkembangan
anak berikutnya.
Setelah satu tahun berjalan, Bunda Sulis ke
mudian membuka Kelompok Bermain dan TKIT kedua
yang berlokasi di Citra Raya Tangerang. Dalam
perjalanan selanjutnya, Kelompok Bermain dan TKIT
Ibnu Rusyid juga membuka program TPA Plus dan
English Club for Kids.
Bagi para orangtua dan guru yang ingin lebih
banyak tahu tentang konsep multiple intelegences
dan pendidikan karakter, Yayasan Ibnu Rusyid juga
menyelenggarakan seminar dan pelatihan-pelatihan
khusus. Termasuk bagi mereka yang ingin
mendirikan sekolah, Yayasan Ibnu Rusyid juga
memberikan pelatihan bagaimana menyusun
kurikulum berbasis multiple intelegences dan
pendidikan karakter.
Berhubung masih harus berbagi dengan waktu
kerja di kantor setiap hari, dalam menjalankan
yayasan, Bunda Sulis berpartner dengan tim yang
kesehariannya full time melakukan operasional
yayasan.
Dalam jangka panjang, Ibnu Rusyid juga akan
membuat lembaga pendidikan bagi para guru,
terutama pendidikan berbasis Multiple Inteligences.
Bunda Sulis bahkan mempunyai impian untuk
membuat sekolah khusus bagi para orangtua yang
ingin memperdalam ilmu tentang multiple inteligence
ini. Di samping tentu saja menambah cabang Ibnu
Rusyid yang saat ini baru ada dua.
Tidak berhenti sampai di situ, Bunda Sulis juga
telah mengembangkan sayapnya ke dalam bisnis
salon Muslimah. Salon Muslimah pertama yang
dirintisnya di daerah Villa llhami, Lippo Karawaci
ini memang masih embrio.
Namun, Bunda Sulis bahagia karena salonnya
tersebut juga menunjukkan perkembangan positif.
Ketika ditanya mengenai kesuksesannya, Bunda
Sulis menyatakan bahwa sukses itu sebuah proses,
tidak ada sesuatu yang instan. Seseorang yang
bisa menghargai proses, dia akan pantang
menyerah menghadapi tantangan. Kadang
seseorang sudah berputus asa saat proses masih
berjalan. Sebagai contoh, saat belum berhasil
mencoba satu kali, dia langsung berhenti. Padahal,
proses yang ditempuh tersebut merupakan
pelajaran berharga untuk langkah selanjutnya.
Bunda Sulis juga mengingatkan bahwa sering
kali kita lupa dan hanya berpatok pada hasil
oriented. “Kalau patokan dan tujuan kita hanyalah
hasil, setiap proses yang belum menghasilkan akan
kita anggap sia-sia,” tutur penulis buku Bunda Luar
Blasa ini.
Bagi para pemula dalam berbisnis, Bunda Sulis
menyarankan agar menentukan tujuan yang jelas.
Namun, saat belum sampai tujuan seharusnya kita
sudah berpikir bahwa jalan yang kita tempuh itu
adalah sukses. “Sebenarnya yang pertama
adalah kemauan. Rata-rata dari kita bukan tidak punya
ide, tapi kurang punya kemauan. Jika sudah ada
kemauan insya Allah akan ada jalan, akan ada
keberanian, dan ide akan mudah terealisasi,”
tutur Ibu muda berjilbab ini.
Bunda Sulis juga menjelaskan bahwa keraguan
dan ketakutan, biasanya dipengaruhi oleh mindset
dan pola pikir seseorang, sebagai hasil interaksi
dengan lingkungan. Kalau saat ini seseorang berada
pada zona nyaman dan tidak ada kemauan untuk
mengubahnya, pasti dia akan takut dan ragu-ragu terus.
Pikirannya akan dipengaruhi bayang-bayang
kegagalan. Dampaknya, dia tidak akan pernah
berani untuk memulai usaha. “Kalau mau niat mulai
usaha, belajar dan singkirkan dulu pikiran itu,
terutama dengan kemauan kita yang kuat,” tegas
Bunda Sulis yang saat ini masih menekuni karier
sebagai karyawan juga membesarkan beberapa bisnis.
Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan
Ryad Kusuma, Sukses Berbisnis Busana Muslim dengan Memadukan Penjualan Offline dengan Online
Lantaran memiliki pangsa pasar yang luar biasa,
Ryad Kusuma, pria yang murah senyum ini memutuskan untuk
memasuki bisnis busana Muslim. Berawal dengan
menjadi agen sebuah merek jilbab yang terkenal,
dia pun membuka toko pertama di Plaza Cibubur
dengan nama Ruzika Collection.
Seiring perjalanan waktu, merek yang diusungnya
semakin banyak. Toko yang dirintisnya
pun ikut berkembang menjadi tiga buah outlet
hanya dalam waktu satu tahun. Selain di Plaza
Cibubur, Ruzika Collection juga melebarkan sayap
dengan membuka outlet di Bogor Trade Mall (BTM),
dan di kawasan permukiman Griya Kenari Mas
Cileungsi.
Saat pertama kali dibuka, toko pertama yang
terletak di lantai tiga Plaza Cibubur tersebut
kondisinya jauh dari ideal. Secara fisik, toko yang
disewanya sebetulnya hanya sebuah counter yang
diberi dinding gypsum di sebelah kiri dan kanan.
Sementara bagian depannya ditutup dengan kain
terpal. Desain interiornya juga sangat sederhana,
mengingat dikerjakan sendiri dan belum punya
banyak pengalaman. Produk utama yang dijual saat
itu juga hanya dua macam, yaitu jilbab dan baju
koko.
Saat itu Ryad sempat ragu alias maju mundur,
apakah toko yang dirintisnya bisa terus berlanjut?
Bisa menutupi selunuh biaya operasional? Apalagi
dengan SDM yang masih baru dan belum
benpengalaman. Berbagai pertanyaan muncul silih
berganti di benaknya. Untuk memantapkan hati,
Ryad pun membuat beberapa perhitungan dengan
berbagai asumsi. Dia juga memikirkan dan
mengantisipasi risiko terburuk jika usaha yang
dirintisnya ternyata tidak berhasil.
Dalam penjalanannya, banyak pengetahuan dan
pengalaman baru yang Ryad dapatkan. Dia belajar
bagaimana mengatasi persaingan usaha yang
ternyata cukup ketat. Baik dengan penjual produk
satu merek, maupun dengan sesama penjual barang
serupa di sekitar lokasi. Dia juga belajar bagaimana
membangun sumber daya manusia yang sesuai
dengan kriteria yang dia tetapkan. Mau tidak mau,
dia juga harus berurusan dengan masalah keluar
masuknya karyawan.
Pelajaran tentang bagaimana mengelola keseimbangan
antara order dan supply, bagaimana
bernegosiasi dengan supplier, pelanggan, dan
building management merupakan pembelajaran
selanjutnya sebagai entrepreneur. Ryad juga selalu
ditantang untuk mendatangkan prospek sebanyak
mungkin dan mengonversinya menjadi pelanggan
setia.
Dari berbagai pengalaman itulah, Ryad baru
menyadari bahwa ternyata membuka toko itu tidak
hanya sekadar buka, beli barang dan kemudian jual.
Banyak hal yang bisa dan harus dieksplorasi.
Awalnya memang rumit, tapi bila dikerjakan dengan
senang hati, semua menjadi lebih mudah. Dengan
adanya unsur fun itulah, usahanya bisa bertahan
dan justru berkembang sampai sekarang.
Ryad juga menyimpulkan bahwa pembeli akan
lebih suka datang ke toko yang koleksi barangnya
lengkap. Untuk itu dia selalu berusaha untuk
melengkapi koleksinya agar bisa menarik calon
pembeli. Walaupun tidak semua koleksi barangnya
laku keras di pasaran. Ada produk yang masuk
kategori fast moving, average, dan slow moving.
“Di toko saya, ada 20% item barang fast moving
yang menyumbang sekitar SO% dari omzet,
60% item average, dan 20% sisanya slow moving,”
ujar Ryad berterus terang.
Pada awalnya Ryad juga tidak tahu, produk apa
saja yang masuk kategori fast moving dan mana
yang slow moving. Jalan satu-satunya adalah
bertanya kepada penjual, dengan harapan penjual
tersebut berkata jujur. Walaupun demikian, karena
kondisi yang berbeda-beda, bisa saja satu produk
laku di toko penjual, tapi belum tentu laku di
tokonya, demikian juga sebaliknya.
Selain referensi penjual, judgement kita sendiri
juga penting. Dari pembelian pertama, biasanya ada
saja beberapa item yang masuk kategori slow
moving. Tapi dari data penjualan, kita bisa tahu
produk apa saja yang laku keras. Data inilah yang
saya pakai untuk melakukan order pembelian
berikutnya, papar suami dari Poppy ini menjelaskan.
Ryad juga menambahkan bahwa untuk barang
yang kurang laku, tetap dia biarkan terdisplay di
toko sehingga ada kesan semua barang tersedia
dengan lengkap di toko. Hal ini tidak lepas dari
pengalamannya bahwa konsumen cenderung datang
ke toko yang item-nya lengkap. Semua model,
warna, dan ukuran selalu diusahakan tersedia agar
konsumen puas dalam memilih. Yang penting untuk
barang slow moving, Ryad menjaga stoknya agar
tidak berlebihan, sementara item yang fast moving,
dijaga jangan sampai kehabisan.
Namun, jika tetap saja tidak laku, Ryad pun
punya solusinya. “Berhubung saya punya tiga toko,
saya rotasi saja, mungkin selera pembeli di toko
yang lain berbeda. Jika masih tidak laku juga, dan
butuh modal cepat, saya jual dengan diskon saja,
asal balik modal,” jawab Ryad ringan.
Selain menempuh jalur pemasaran offline, Ryad
juga memakai strategi pemasaran online untuk
menjangkau pasar yang lebih luas. Setelah
mempelajari seputar dunia pemasaran online, Ryad
memutuskan untuk menggunakan blog sebagai
sarana pemasaran online-nya. Setelah merumuskan
konsep, melakukan scan brosur dan gambar yang
perlu di upload, akhirnya dengan fasilitas dari
Blogspot.com, blog Ruzika Collection resmi
diluncurkan.
Hanya beberapa hari setelah online, e-mail
dan SMS mulai berdatangan dari berbagai daerah.
Sampai akhirnya masuk order pertama dari
Makassar. Jumlahnya memang tidak banyak, hanya
empat item, tapi Ryad senang sekali karena itu
adalah orderan pertamanya dari web. Yang sempat
membuatnya bingung adalah bagaimana cara
mengirimkannya. Setelah bertanya ke sana kemari,
akhirnya dia malah menemukan wartel di dekat
rumahnya yang juga menjadi agen Pos dan jasa
pengiriman paket.
Tidak lama kemudian, order dalam jumlah lusinan
pun mulai berdatangan. Mulai dari
Jabodetabek, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa
Tenggara, Bali, Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatra.
Ada juga pembaca blog dari Singapura yang
beberapa kali memesan produk, namun bukan orang
Singapura, melainkan orang Indonesia yang tinggal
di sana. Pengiriman barangnya tidak langsung ke
Singapura, tapi melalui saudaranya yang tinggal di
Jakarta dan Batam, untuk kemudian dibawa sendiri
oleh saudaranya ke Singapura.
Ada lagi pembaca blog orang Malaysia asli, dia
memesan barang juga. Awalnya memang hanya
memesan dua item sehingga ongkos kirim dan harga
barangnya nyaris sama. ini adalah ekspor saya
yang pertama. Setelah barang diterima, ternyata
istri beliau senang dan akhirnya memesan lagi dalam
jumlah lebih banyak untuk ditawarkan ke
teman-temannya, ungkap Ryad mengenang.
Dengan semakin banyaknya order dari web,
juga memunculkan masalah baru. Karena antara
supply dan demand makin terasa ada jarak. Apa
yang dipesan, belum tentu ada stoknya. Kalau di
toko offline penanganannya lebih mudah, jika model
atau warna yang diinginkan tidak ada, masih bisa
ditawarkan model atau warna lain yang mirip,
pembelinya juga bisa melihat langsung barangnya
sehingga lebih mudah disubstitusi.
Namun, jika melalui web kondisinya berbeda,
jika pembeli juga mau diberi alternatif model atau
warna dan ukuran, tentu akan lebih mudah. Untuk
mengatasi hal tersebut, awalnya Ryad mencoba
memenuhi stok dengan sebanyak mungkin kombinasi
model, warna, dan ukuran. Khusus untuk merek SIK
Clothing, misalnya, ada tiga puluh dua model,
masing-masing bisa ada tiga sampai empat warna,
dengan ukuran S-M-L. Kalau mau dilengkapi
semua, berarti ada tiga ratusan item. Tentu hal ini
akan membutuhkan modal yang lumayan hanya
untuk satu kali belanja. Belum lagi untuk memenuhi
permintaan terhadap produk bermerek lainnya.
Lebih merepotkan lagi, kalau ada order untuk
satu model tertentu dalam jumlah banyak, sudah
pasti dia akan susah memenuhinya. Kalau hal
seperti ini terjadi, dia mencoba untuk bekerja sama
dengan beberapa agen yang lain. Jika mereka
punya stok, dia akan membelinya terlebih dahulu.
Konsekuensinya margin akan menipis, karena tidak
langsung membeli ke produsen, tapi itu tidak
masalah baginya asal pelanggan puas. Jika di agen
lain tidak ada stok juga, terpaksa dia memesan lagi
ke pabrik, dan ini akan membutuhkan waktu lebih lama.
Bagi Ryad, menjual di Internet temyata cukup
menyenangkan. Beberapa kelebihan berjualan di
Internet, diantaranya, tidak sewa tempat, tidak
bayar listrik dan service charge, tinggal duduk, cek
e-mail/SMS, cek stok, cek rekening, lalu kirim
barang, dan omzetnya bisa berkali-kali lipat dari
salah satu outlet offline-nya.
Di sisi lain, berkat blog juga, temannya selalu
bertambah. Karena ada juga pembaca blog yang
tidak beli produknya, tetapi mengambil spiritnya
untuk memulai usaha. Hal-hal seperti ini menurut
Ryad tidak bisa dinilai dengan uang semata.
Dalam menjalankan bisnis busana Muslim ini,
ada tiga hal yang dilakukan Ryad untuk efisiensi
biaya. Pertama, beli produk dalam jumlah yang lebih
besar. Banyak produsen yang memiliki struktur
diskon bertingkat. Makin besar nilai pembelian,
makin besar pula diskon yang akan diperoleh.
Kedua, kirim paket dalam jumlah besar, niscaya
ongkos kirimnya lebih murah. Jika kirim barang dalam
paket kecil, ongkos kirim kelihatannya memang
kecil. Tapi setelah dibagi per item, produk ternyata
jatuhnya lebih mahal. Ketiga, negosiasikan
payment term. Jika bisa menunda empat puluh
persen pembayaran atas suatu produk untuk satu
bulan kemudian, ini berarti dengan modal yang
sama, bisa membeli barang enam puluh persen lebih
banyak. Payment term tentu sangat tergantung
dari tingkat kepercayaan dan kondisi keuangan supplier.
Bisnis yang tepat berusia satu tahun pada 5
Agustus 2007 itu, kini menghasilkan profit yang luar
biasa. Hal ini tidak lepas dari upaya keras Ryad
untuk memadukan strategi dari tiga buah outlet
offline-nya dengan satu jalur pemasaran online
yang ampuh.
Berdasarkan pencapaian yang diraihnya, Ryad
menetapkan visi untuk membangun jaringan minimal
sepuluh toko ritel dalam lima tahun ke depan. Dia
pun menerapkan kurikulum DSA
(Dream-Strategy-Action) untuk mencapai visi
bisnisnya. Impiannya dia kuantifikasikan dalam
bentuk besaran omzet sebesar 1 miliar rupiah per bulan.
Strategi untuk mewujudkannya berupa pembukaan
retail chain store, copy-paste toko yang
sudah ada menjadi sepuluh toko lagi. Sementara
actionnya adalah mencari lokasi di mal atau pusat
keramaian, dengan target membuka dua toko baru
per tahun. Dengan cara itu, dia berharap bisa
mempunyai sepuluh toko dalam lima tahun ke depan.
Kalau selama ini biaya buka satu toko sekitar
Rp25 juta, dia akan menyisihkan sekitar Rp5
juta per bulan untuk biaya pengembangannya.
Dia pun akan selalu mencari produk unggulan
lainnya untuk memperkuat branding atas jaringan
toko yang dibangunnya. Pengalaman masa lalu umumnya
akan ikut membentuk diri kita sekarang. Kita semua ada di
titik ini, saat ini, tidak lepas dari pengaruh satu
proses panjang yang sudah kita lewati. Pengalaman
jatuh bangun Ryad dalam berbisnis tampaknya
sangat memberikan andil terhadap kepiawaiannya
dalam mengembangkan bisnis. Sebelum mendirikan
bendera Ruzika Collection, sudah banyak bisnis
yang dirintisnya dan berujung dengan ongkos
belajar alias belum berhasil.
Ryad tercatat pernah menjadi seorang programer freelance.
Dia pernah menjual sebuah program aplikasi,
tapi oleh pelanggannya cuma dibayar setengah harga.
Setelah mendengar presentasi dari seorang pialang
berkewarganegaraan asing yang menanjikan
keuntungan besar, Ryad pernah memberikan diri
berinvestasi saham. Hasilnya bukannya untung,
tapi dananya malah amblas dalam sekejap. Dia juga
pernah merintis menjadi agen pakaian dan dijual ke
kantor-kantor di daerah pusat bisnis. Setelah punya
banyak sub-agen, pabriknya malah tutup.
Terinspirasi dari mertua teman yang bisa punya
sepuluh metromini. Ryad merintis bisnis jasa
angkutan kota. Bermula dari punya satu angkot,
kemudian bertambah lagi menjadi dua, namun
akhimya habis dijual kembali karena salah kelola
alias menderita kerugian. Ternyata manajemen
bisnis angkutan kota lebih rumit dari perkiraannya.
Belum lagi faktor eksternal yang sering muncul dan
sulit dikendalikan.
Ketika bisnis MLM (Multi-Level Marketing) ramai
dibicarakan, Ryad langsung bergabung juga. Tidak
cukup hanya ikut berbagai bisnis multilevel
marketing, dia juga menjadi anggota kartu diskon,
UBS, sampai kartu jumpi (ikatan juru masak
profesional Indonesia). Tak hanya itu, saat harga
nomor perdana handphone masih ratusan ribu, Ryad
juga ikut menjajakannya di daerah Margonda Depok.
Bahkan, perah juga mencoba berbisnis aplikasi di
hand-phone, untuk kirim SMS via GPRS. Sekali kirim
satu SMS cuma bayar 5-25 perak (tarif GPRS per
kb). Alat berjualannya saat itu sudah memakai web
multilevel. Secara teknologi memang tampak
canggih, namun ternyata hasilnya jeblok juga.
Meskipun pengalaman jatuh bangun yang
dialaminya sudah lumayan banyak, untuk mulai
suatu usaha baru tetap saja ada rasa was-was.
Perasaan tersebut menurut Ryad sangat manusiawi.
Yang penting baginya, bagaimana mengelola rasa
was-was itu menjadi wahana untuk lebih
berhati-hati dan bijaksana dalam mengambil
keputusan bisnis.
Jiwa entrepreneurship ternyata memang sudah
ditanamkan orangtua Ryad sejak kecil.
Almarhum bapaknya, Soeparno Koesyono, sangat
berperan dalam membentuk karakter Ryad saat ini.
Teladan entrepreneurship telah dicontohkan
bapaknya sejak masih sendiri. Ketika menyelesaikan
sekolah di Banyuwangi, bapaknya tidak malu
menggembala kerbau dan berjualan kuaci untuk
menutupi biaya sekolah. Hingga akhirya beliau
memutuskan untuk mengabdikan kepada negara
melalui jalur militer dengan menjadi tentara.
Sebelum mendirikan Ruzika, Ryad memang
sudah malang-melintang dalam bisnis properti.
Beberapa properti yang dia pegang, selalu
digunakan sebagai agunan untuk membeli properti
berikutnya. Properti yang baru dibeli kemudian
digunakan untuk bisnis. Profit dari bisnis, sebagian
dialokasikan untuk membayar kredit atas propertinya.
Dengan mengambil kredit jangka panjang,
besarnya nilai cicilan biasanya masih lebih kecil
dibandingkan jika membayar sewa. Walaupun di
awal harus membayar uang muka, secara jangka
panjang, masih tetap menguntungkan. Yang
penting dia hanya perlu menjaga agar hasil
bisnisnya tetap menguntungkan. Risiko paling buruk
adalah bisnisnya tutup karena tidak menguntungkan,
tapi properti tersebut masih bisa disewakan.
“Uang hasil pencairan kredit kadangkala masih
ada lebihnya sehingga saya manfaatkan untuk
mempercepat pembayaran cicilan properti yang lain.
Makin cepat selesai kredit, sertifikat bisa segera
diambil, dan pada saatnya nanti bisa segera
dikaryakan lagi untuk mendapatkan kredit bank,”
ungkap anak alumnus AMN 1964 ini.
Pengalaman pertama dalam bermain properti
dimulai ketika Ryad membeli rumah di daerah
Cibubur pada 1992. Uang muka yang dia keluarkan
sejumlah Rpll juta. Nilai kredit sekitar Rp12 juta,
dia cicil Rp400 ribuan per bulan selama lima tahun.
Saat ini rumah tersebut disewakan Rp600 ribu per
bulan. Ini berarti dia mendapatkan return 20,6%
per tahun.
Rumah kedua dia beli di daerah Cileungsi pada
1993. Total uang muka dan cicilan yang dikeluarkan
selama sepuluh tahun berjumlah Rp32 juta.
Ditambah biaya renovasi sebesar Rp25 juta, total
investasi yang dia keluarkan berjumlah Rp57 juta.
Walaupun saat ini tidak disewakan, karena
digunakan untuk keperluan keluarga, namun kalau
disewakan, nilai sewanya minimal Rp800 ribu per
bulan sehingga returnnya berarti 16,8% per tahun.
Rumah ketiga, masih di sekitar Cibubur juga,
tipe 82/196, dia beli pada 1994. Rumah inilah yang
dia tinggali bersama keluarga sampai sekarang.
Rumah keempat dia beli pada 1999, dekat lokasi
rumah kedua di Cileungsi, tipe 36/72. Dia beli over
kredit dengan harga murah, lunas pada 2002.
Karena pemilik lamanya tinggal cukup jauh dan tidak
bisa mengurusnya. Setelah direnovasi, total dana
yang dikeluarkannya untuk rumah ini senilai Rp49,9
juta. Saat ini, rumah itu disewakan Rp600 ribu per
bulan, yang berarti returnnya 14,4% per tahun.
Rumah kelima dia beli di Cikarang pada 2002
dengan tipe 36/120. Karena ada di dekat wilayah
industri, rumah ini dijadikan tempat kos dengan dua
puluh kamar. Saat ini dia menerima hasil bersih dari
sewa kos itu rata-rata Rp2,5 juta per bulan. Rumah
keenam, masih di Cikarang juga, tipe 36/93, dibeli
pada 2004. Sampai saat ini, cicilan bulanan yang
masih harus dia bayar sebesar Rpl juta per bulan.
Sementara hasil sewa bersih sebesar Rp400 ribu per
bulan. Jadi, dia masih harus mensubsidi Rp600 ribu
setiap bulan. Untuk properti yang satu ini, dia
sedang berusaha untuk melakukan refinancing.
Menurut Ryad, investasi properti makin lama
makin memberikan return yang menarik, paling tidak
masih di atas bunga bank. Karena ada kenaikan
biaya sewa dan penurunan cicilan (utang lama
ditukar dengan utang baru yang bunganya lebih murah).
“Memang awalnya perlu modal banyak. Tapi,
tidak harus dari kantong sendiri. Paling kita cuma
bayar 15-20% persen dari harga rumah. Yang 80%
dari kredit bank. Walaupun harus mengangsur, tapi
sudah terbantu oleh penyewa. Jadi, terasa agak
ringan. Belum dari capital gain,” ujarnya meyakinkan.
Dulu, Ryad sempat berpikir bahwa kalau mau
menikmati keuntungan dari kenaikan harga, maka
properti tersebut harus dijual terlebih dahulu.
Namun, setelah belajar dari buku Dolt de Roos, dia
mendapatkan ilmu baru. Ternyata untuk menikmati
hasil investasi properti tidak harus menjualnya
terlebih dahulu. Intinya rumah bisa diagunkan ke
bank, kemudian uangnya diputar lagi untuk usaha yang lain.
Sebetulnya Ryad mempunyai target untuk memiliki
properti berupa kos-kosan dengan seratus
kamar pada usia empat puluh tahun. Ryad pun
berharap bisnis Ruzika Collection akan mendukung
percepatan proses pencapaian target tersebut.
Perputaran uang dalam bisnis memang terbukti lebih
cepat, walaupun benar-benar menguras tenaga
pada awalnya, dan membutuhkan konsistensi serta
kegigihan yang tinggi. Ryad yakin dengan
memainkan jurus gabungan antara bisnis dan
properti, salah satu impiannya untuk bisa membuka
sebanyak mungkin lapangan kerja akan menjadi kenyataan.
Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan
Ryad Kusuma, pria yang murah senyum ini memutuskan untuk
memasuki bisnis busana Muslim. Berawal dengan
menjadi agen sebuah merek jilbab yang terkenal,
dia pun membuka toko pertama di Plaza Cibubur
dengan nama Ruzika Collection.
Seiring perjalanan waktu, merek yang diusungnya
semakin banyak. Toko yang dirintisnya
pun ikut berkembang menjadi tiga buah outlet
hanya dalam waktu satu tahun. Selain di Plaza
Cibubur, Ruzika Collection juga melebarkan sayap
dengan membuka outlet di Bogor Trade Mall (BTM),
dan di kawasan permukiman Griya Kenari Mas
Cileungsi.
Saat pertama kali dibuka, toko pertama yang
terletak di lantai tiga Plaza Cibubur tersebut
kondisinya jauh dari ideal. Secara fisik, toko yang
disewanya sebetulnya hanya sebuah counter yang
diberi dinding gypsum di sebelah kiri dan kanan.
Sementara bagian depannya ditutup dengan kain
terpal. Desain interiornya juga sangat sederhana,
mengingat dikerjakan sendiri dan belum punya
banyak pengalaman. Produk utama yang dijual saat
itu juga hanya dua macam, yaitu jilbab dan baju
koko.
Saat itu Ryad sempat ragu alias maju mundur,
apakah toko yang dirintisnya bisa terus berlanjut?
Bisa menutupi selunuh biaya operasional? Apalagi
dengan SDM yang masih baru dan belum
benpengalaman. Berbagai pertanyaan muncul silih
berganti di benaknya. Untuk memantapkan hati,
Ryad pun membuat beberapa perhitungan dengan
berbagai asumsi. Dia juga memikirkan dan
mengantisipasi risiko terburuk jika usaha yang
dirintisnya ternyata tidak berhasil.
Dalam penjalanannya, banyak pengetahuan dan
pengalaman baru yang Ryad dapatkan. Dia belajar
bagaimana mengatasi persaingan usaha yang
ternyata cukup ketat. Baik dengan penjual produk
satu merek, maupun dengan sesama penjual barang
serupa di sekitar lokasi. Dia juga belajar bagaimana
membangun sumber daya manusia yang sesuai
dengan kriteria yang dia tetapkan. Mau tidak mau,
dia juga harus berurusan dengan masalah keluar
masuknya karyawan.
Pelajaran tentang bagaimana mengelola keseimbangan
antara order dan supply, bagaimana
bernegosiasi dengan supplier, pelanggan, dan
building management merupakan pembelajaran
selanjutnya sebagai entrepreneur. Ryad juga selalu
ditantang untuk mendatangkan prospek sebanyak
mungkin dan mengonversinya menjadi pelanggan
setia.
Dari berbagai pengalaman itulah, Ryad baru
menyadari bahwa ternyata membuka toko itu tidak
hanya sekadar buka, beli barang dan kemudian jual.
Banyak hal yang bisa dan harus dieksplorasi.
Awalnya memang rumit, tapi bila dikerjakan dengan
senang hati, semua menjadi lebih mudah. Dengan
adanya unsur fun itulah, usahanya bisa bertahan
dan justru berkembang sampai sekarang.
Ryad juga menyimpulkan bahwa pembeli akan
lebih suka datang ke toko yang koleksi barangnya
lengkap. Untuk itu dia selalu berusaha untuk
melengkapi koleksinya agar bisa menarik calon
pembeli. Walaupun tidak semua koleksi barangnya
laku keras di pasaran. Ada produk yang masuk
kategori fast moving, average, dan slow moving.
“Di toko saya, ada 20% item barang fast moving
yang menyumbang sekitar SO% dari omzet,
60% item average, dan 20% sisanya slow moving,”
ujar Ryad berterus terang.
Pada awalnya Ryad juga tidak tahu, produk apa
saja yang masuk kategori fast moving dan mana
yang slow moving. Jalan satu-satunya adalah
bertanya kepada penjual, dengan harapan penjual
tersebut berkata jujur. Walaupun demikian, karena
kondisi yang berbeda-beda, bisa saja satu produk
laku di toko penjual, tapi belum tentu laku di
tokonya, demikian juga sebaliknya.
Selain referensi penjual, judgement kita sendiri
juga penting. Dari pembelian pertama, biasanya ada
saja beberapa item yang masuk kategori slow
moving. Tapi dari data penjualan, kita bisa tahu
produk apa saja yang laku keras. Data inilah yang
saya pakai untuk melakukan order pembelian
berikutnya, papar suami dari Poppy ini menjelaskan.
Ryad juga menambahkan bahwa untuk barang
yang kurang laku, tetap dia biarkan terdisplay di
toko sehingga ada kesan semua barang tersedia
dengan lengkap di toko. Hal ini tidak lepas dari
pengalamannya bahwa konsumen cenderung datang
ke toko yang item-nya lengkap. Semua model,
warna, dan ukuran selalu diusahakan tersedia agar
konsumen puas dalam memilih. Yang penting untuk
barang slow moving, Ryad menjaga stoknya agar
tidak berlebihan, sementara item yang fast moving,
dijaga jangan sampai kehabisan.
Namun, jika tetap saja tidak laku, Ryad pun
punya solusinya. “Berhubung saya punya tiga toko,
saya rotasi saja, mungkin selera pembeli di toko
yang lain berbeda. Jika masih tidak laku juga, dan
butuh modal cepat, saya jual dengan diskon saja,
asal balik modal,” jawab Ryad ringan.
Selain menempuh jalur pemasaran offline, Ryad
juga memakai strategi pemasaran online untuk
menjangkau pasar yang lebih luas. Setelah
mempelajari seputar dunia pemasaran online, Ryad
memutuskan untuk menggunakan blog sebagai
sarana pemasaran online-nya. Setelah merumuskan
konsep, melakukan scan brosur dan gambar yang
perlu di upload, akhirnya dengan fasilitas dari
Blogspot.com, blog Ruzika Collection resmi
diluncurkan.
Hanya beberapa hari setelah online, e-mail
dan SMS mulai berdatangan dari berbagai daerah.
Sampai akhirnya masuk order pertama dari
Makassar. Jumlahnya memang tidak banyak, hanya
empat item, tapi Ryad senang sekali karena itu
adalah orderan pertamanya dari web. Yang sempat
membuatnya bingung adalah bagaimana cara
mengirimkannya. Setelah bertanya ke sana kemari,
akhirnya dia malah menemukan wartel di dekat
rumahnya yang juga menjadi agen Pos dan jasa
pengiriman paket.
Tidak lama kemudian, order dalam jumlah lusinan
pun mulai berdatangan. Mulai dari
Jabodetabek, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa
Tenggara, Bali, Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatra.
Ada juga pembaca blog dari Singapura yang
beberapa kali memesan produk, namun bukan orang
Singapura, melainkan orang Indonesia yang tinggal
di sana. Pengiriman barangnya tidak langsung ke
Singapura, tapi melalui saudaranya yang tinggal di
Jakarta dan Batam, untuk kemudian dibawa sendiri
oleh saudaranya ke Singapura.
Ada lagi pembaca blog orang Malaysia asli, dia
memesan barang juga. Awalnya memang hanya
memesan dua item sehingga ongkos kirim dan harga
barangnya nyaris sama. ini adalah ekspor saya
yang pertama. Setelah barang diterima, ternyata
istri beliau senang dan akhirnya memesan lagi dalam
jumlah lebih banyak untuk ditawarkan ke
teman-temannya, ungkap Ryad mengenang.
Dengan semakin banyaknya order dari web,
juga memunculkan masalah baru. Karena antara
supply dan demand makin terasa ada jarak. Apa
yang dipesan, belum tentu ada stoknya. Kalau di
toko offline penanganannya lebih mudah, jika model
atau warna yang diinginkan tidak ada, masih bisa
ditawarkan model atau warna lain yang mirip,
pembelinya juga bisa melihat langsung barangnya
sehingga lebih mudah disubstitusi.
Namun, jika melalui web kondisinya berbeda,
jika pembeli juga mau diberi alternatif model atau
warna dan ukuran, tentu akan lebih mudah. Untuk
mengatasi hal tersebut, awalnya Ryad mencoba
memenuhi stok dengan sebanyak mungkin kombinasi
model, warna, dan ukuran. Khusus untuk merek SIK
Clothing, misalnya, ada tiga puluh dua model,
masing-masing bisa ada tiga sampai empat warna,
dengan ukuran S-M-L. Kalau mau dilengkapi
semua, berarti ada tiga ratusan item. Tentu hal ini
akan membutuhkan modal yang lumayan hanya
untuk satu kali belanja. Belum lagi untuk memenuhi
permintaan terhadap produk bermerek lainnya.
Lebih merepotkan lagi, kalau ada order untuk
satu model tertentu dalam jumlah banyak, sudah
pasti dia akan susah memenuhinya. Kalau hal
seperti ini terjadi, dia mencoba untuk bekerja sama
dengan beberapa agen yang lain. Jika mereka
punya stok, dia akan membelinya terlebih dahulu.
Konsekuensinya margin akan menipis, karena tidak
langsung membeli ke produsen, tapi itu tidak
masalah baginya asal pelanggan puas. Jika di agen
lain tidak ada stok juga, terpaksa dia memesan lagi
ke pabrik, dan ini akan membutuhkan waktu lebih lama.
Bagi Ryad, menjual di Internet temyata cukup
menyenangkan. Beberapa kelebihan berjualan di
Internet, diantaranya, tidak sewa tempat, tidak
bayar listrik dan service charge, tinggal duduk, cek
e-mail/SMS, cek stok, cek rekening, lalu kirim
barang, dan omzetnya bisa berkali-kali lipat dari
salah satu outlet offline-nya.
Di sisi lain, berkat blog juga, temannya selalu
bertambah. Karena ada juga pembaca blog yang
tidak beli produknya, tetapi mengambil spiritnya
untuk memulai usaha. Hal-hal seperti ini menurut
Ryad tidak bisa dinilai dengan uang semata.
Dalam menjalankan bisnis busana Muslim ini,
ada tiga hal yang dilakukan Ryad untuk efisiensi
biaya. Pertama, beli produk dalam jumlah yang lebih
besar. Banyak produsen yang memiliki struktur
diskon bertingkat. Makin besar nilai pembelian,
makin besar pula diskon yang akan diperoleh.
Kedua, kirim paket dalam jumlah besar, niscaya
ongkos kirimnya lebih murah. Jika kirim barang dalam
paket kecil, ongkos kirim kelihatannya memang
kecil. Tapi setelah dibagi per item, produk ternyata
jatuhnya lebih mahal. Ketiga, negosiasikan
payment term. Jika bisa menunda empat puluh
persen pembayaran atas suatu produk untuk satu
bulan kemudian, ini berarti dengan modal yang
sama, bisa membeli barang enam puluh persen lebih
banyak. Payment term tentu sangat tergantung
dari tingkat kepercayaan dan kondisi keuangan supplier.
Bisnis yang tepat berusia satu tahun pada 5
Agustus 2007 itu, kini menghasilkan profit yang luar
biasa. Hal ini tidak lepas dari upaya keras Ryad
untuk memadukan strategi dari tiga buah outlet
offline-nya dengan satu jalur pemasaran online
yang ampuh.
Berdasarkan pencapaian yang diraihnya, Ryad
menetapkan visi untuk membangun jaringan minimal
sepuluh toko ritel dalam lima tahun ke depan. Dia
pun menerapkan kurikulum DSA
(Dream-Strategy-Action) untuk mencapai visi
bisnisnya. Impiannya dia kuantifikasikan dalam
bentuk besaran omzet sebesar 1 miliar rupiah per bulan.
Strategi untuk mewujudkannya berupa pembukaan
retail chain store, copy-paste toko yang
sudah ada menjadi sepuluh toko lagi. Sementara
actionnya adalah mencari lokasi di mal atau pusat
keramaian, dengan target membuka dua toko baru
per tahun. Dengan cara itu, dia berharap bisa
mempunyai sepuluh toko dalam lima tahun ke depan.
Kalau selama ini biaya buka satu toko sekitar
Rp25 juta, dia akan menyisihkan sekitar Rp5
juta per bulan untuk biaya pengembangannya.
Dia pun akan selalu mencari produk unggulan
lainnya untuk memperkuat branding atas jaringan
toko yang dibangunnya. Pengalaman masa lalu umumnya
akan ikut membentuk diri kita sekarang. Kita semua ada di
titik ini, saat ini, tidak lepas dari pengaruh satu
proses panjang yang sudah kita lewati. Pengalaman
jatuh bangun Ryad dalam berbisnis tampaknya
sangat memberikan andil terhadap kepiawaiannya
dalam mengembangkan bisnis. Sebelum mendirikan
bendera Ruzika Collection, sudah banyak bisnis
yang dirintisnya dan berujung dengan ongkos
belajar alias belum berhasil.
Ryad tercatat pernah menjadi seorang programer freelance.
Dia pernah menjual sebuah program aplikasi,
tapi oleh pelanggannya cuma dibayar setengah harga.
Setelah mendengar presentasi dari seorang pialang
berkewarganegaraan asing yang menanjikan
keuntungan besar, Ryad pernah memberikan diri
berinvestasi saham. Hasilnya bukannya untung,
tapi dananya malah amblas dalam sekejap. Dia juga
pernah merintis menjadi agen pakaian dan dijual ke
kantor-kantor di daerah pusat bisnis. Setelah punya
banyak sub-agen, pabriknya malah tutup.
Terinspirasi dari mertua teman yang bisa punya
sepuluh metromini. Ryad merintis bisnis jasa
angkutan kota. Bermula dari punya satu angkot,
kemudian bertambah lagi menjadi dua, namun
akhimya habis dijual kembali karena salah kelola
alias menderita kerugian. Ternyata manajemen
bisnis angkutan kota lebih rumit dari perkiraannya.
Belum lagi faktor eksternal yang sering muncul dan
sulit dikendalikan.
Ketika bisnis MLM (Multi-Level Marketing) ramai
dibicarakan, Ryad langsung bergabung juga. Tidak
cukup hanya ikut berbagai bisnis multilevel
marketing, dia juga menjadi anggota kartu diskon,
UBS, sampai kartu jumpi (ikatan juru masak
profesional Indonesia). Tak hanya itu, saat harga
nomor perdana handphone masih ratusan ribu, Ryad
juga ikut menjajakannya di daerah Margonda Depok.
Bahkan, perah juga mencoba berbisnis aplikasi di
hand-phone, untuk kirim SMS via GPRS. Sekali kirim
satu SMS cuma bayar 5-25 perak (tarif GPRS per
kb). Alat berjualannya saat itu sudah memakai web
multilevel. Secara teknologi memang tampak
canggih, namun ternyata hasilnya jeblok juga.
Meskipun pengalaman jatuh bangun yang
dialaminya sudah lumayan banyak, untuk mulai
suatu usaha baru tetap saja ada rasa was-was.
Perasaan tersebut menurut Ryad sangat manusiawi.
Yang penting baginya, bagaimana mengelola rasa
was-was itu menjadi wahana untuk lebih
berhati-hati dan bijaksana dalam mengambil
keputusan bisnis.
Jiwa entrepreneurship ternyata memang sudah
ditanamkan orangtua Ryad sejak kecil.
Almarhum bapaknya, Soeparno Koesyono, sangat
berperan dalam membentuk karakter Ryad saat ini.
Teladan entrepreneurship telah dicontohkan
bapaknya sejak masih sendiri. Ketika menyelesaikan
sekolah di Banyuwangi, bapaknya tidak malu
menggembala kerbau dan berjualan kuaci untuk
menutupi biaya sekolah. Hingga akhirya beliau
memutuskan untuk mengabdikan kepada negara
melalui jalur militer dengan menjadi tentara.
Sebelum mendirikan Ruzika, Ryad memang
sudah malang-melintang dalam bisnis properti.
Beberapa properti yang dia pegang, selalu
digunakan sebagai agunan untuk membeli properti
berikutnya. Properti yang baru dibeli kemudian
digunakan untuk bisnis. Profit dari bisnis, sebagian
dialokasikan untuk membayar kredit atas propertinya.
Dengan mengambil kredit jangka panjang,
besarnya nilai cicilan biasanya masih lebih kecil
dibandingkan jika membayar sewa. Walaupun di
awal harus membayar uang muka, secara jangka
panjang, masih tetap menguntungkan. Yang
penting dia hanya perlu menjaga agar hasil
bisnisnya tetap menguntungkan. Risiko paling buruk
adalah bisnisnya tutup karena tidak menguntungkan,
tapi properti tersebut masih bisa disewakan.
“Uang hasil pencairan kredit kadangkala masih
ada lebihnya sehingga saya manfaatkan untuk
mempercepat pembayaran cicilan properti yang lain.
Makin cepat selesai kredit, sertifikat bisa segera
diambil, dan pada saatnya nanti bisa segera
dikaryakan lagi untuk mendapatkan kredit bank,”
ungkap anak alumnus AMN 1964 ini.
Pengalaman pertama dalam bermain properti
dimulai ketika Ryad membeli rumah di daerah
Cibubur pada 1992. Uang muka yang dia keluarkan
sejumlah Rpll juta. Nilai kredit sekitar Rp12 juta,
dia cicil Rp400 ribuan per bulan selama lima tahun.
Saat ini rumah tersebut disewakan Rp600 ribu per
bulan. Ini berarti dia mendapatkan return 20,6%
per tahun.
Rumah kedua dia beli di daerah Cileungsi pada
1993. Total uang muka dan cicilan yang dikeluarkan
selama sepuluh tahun berjumlah Rp32 juta.
Ditambah biaya renovasi sebesar Rp25 juta, total
investasi yang dia keluarkan berjumlah Rp57 juta.
Walaupun saat ini tidak disewakan, karena
digunakan untuk keperluan keluarga, namun kalau
disewakan, nilai sewanya minimal Rp800 ribu per
bulan sehingga returnnya berarti 16,8% per tahun.
Rumah ketiga, masih di sekitar Cibubur juga,
tipe 82/196, dia beli pada 1994. Rumah inilah yang
dia tinggali bersama keluarga sampai sekarang.
Rumah keempat dia beli pada 1999, dekat lokasi
rumah kedua di Cileungsi, tipe 36/72. Dia beli over
kredit dengan harga murah, lunas pada 2002.
Karena pemilik lamanya tinggal cukup jauh dan tidak
bisa mengurusnya. Setelah direnovasi, total dana
yang dikeluarkannya untuk rumah ini senilai Rp49,9
juta. Saat ini, rumah itu disewakan Rp600 ribu per
bulan, yang berarti returnnya 14,4% per tahun.
Rumah kelima dia beli di Cikarang pada 2002
dengan tipe 36/120. Karena ada di dekat wilayah
industri, rumah ini dijadikan tempat kos dengan dua
puluh kamar. Saat ini dia menerima hasil bersih dari
sewa kos itu rata-rata Rp2,5 juta per bulan. Rumah
keenam, masih di Cikarang juga, tipe 36/93, dibeli
pada 2004. Sampai saat ini, cicilan bulanan yang
masih harus dia bayar sebesar Rpl juta per bulan.
Sementara hasil sewa bersih sebesar Rp400 ribu per
bulan. Jadi, dia masih harus mensubsidi Rp600 ribu
setiap bulan. Untuk properti yang satu ini, dia
sedang berusaha untuk melakukan refinancing.
Menurut Ryad, investasi properti makin lama
makin memberikan return yang menarik, paling tidak
masih di atas bunga bank. Karena ada kenaikan
biaya sewa dan penurunan cicilan (utang lama
ditukar dengan utang baru yang bunganya lebih murah).
“Memang awalnya perlu modal banyak. Tapi,
tidak harus dari kantong sendiri. Paling kita cuma
bayar 15-20% persen dari harga rumah. Yang 80%
dari kredit bank. Walaupun harus mengangsur, tapi
sudah terbantu oleh penyewa. Jadi, terasa agak
ringan. Belum dari capital gain,” ujarnya meyakinkan.
Dulu, Ryad sempat berpikir bahwa kalau mau
menikmati keuntungan dari kenaikan harga, maka
properti tersebut harus dijual terlebih dahulu.
Namun, setelah belajar dari buku Dolt de Roos, dia
mendapatkan ilmu baru. Ternyata untuk menikmati
hasil investasi properti tidak harus menjualnya
terlebih dahulu. Intinya rumah bisa diagunkan ke
bank, kemudian uangnya diputar lagi untuk usaha yang lain.
Sebetulnya Ryad mempunyai target untuk memiliki
properti berupa kos-kosan dengan seratus
kamar pada usia empat puluh tahun. Ryad pun
berharap bisnis Ruzika Collection akan mendukung
percepatan proses pencapaian target tersebut.
Perputaran uang dalam bisnis memang terbukti lebih
cepat, walaupun benar-benar menguras tenaga
pada awalnya, dan membutuhkan konsistensi serta
kegigihan yang tinggi. Ryad yakin dengan
memainkan jurus gabungan antara bisnis dan
properti, salah satu impiannya untuk bisa membuka
sebanyak mungkin lapangan kerja akan menjadi kenyataan.
Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan
Roni Yuzirman, Restu Orang Tua Kunci Kesuksesan Sang Pendiri TDA dalam Berbisnis Fashion ‘Manetvision’
Internet memang telah mengubah banyak hal.
Bisnis berbasis Internet juga mengalami pertumbuhan
luar biasa dibandingkan bisnis konvensional
lainnya. Dunia bisnis online telah mengubah
paradigma lama tentang cara membangun sebuah
bisnis yang bagus. Internet terbukti memberikan
kesempatan dan peluang bagi para pebisnis untuk
melakukan sebuah breakthrough.
Breakthrough di sini adalah suatu terobosan
atau cara baru dalam hal apa pun yang awalnya
tidak ada menjadi ada, atau yang awalnya tidak
baik menjadi lebih baik. Di antara sekian contoh
breakthrough dalam bisnis online adalah
Amazon.com yang merupakan salah satu contoh
fenomenal. Amazon bisa mengalahkan Barnes and
Noble yang sudah ratusan tahun menguasai bisnis
perbukuan.
Hal inilah yang dilakukan Badroni Yuzirman dengan
bisnis busana muslimnya. Roni, begitu biasa dia disapa, berhasil
mengembangkan bisnis online
www.manetvision.com dan mengalami breakthrough
pada awal 2004. Setelah nyaris bangkrut dan
‘terusir’ dari Pasar Tanah Abang, Roni mulai
memasarkan busana Muslim secara online sampai
sekarang.
Dengan cara online ini, dia bisa menghemat
waktu yang biasa dia habiskan sekitar empat jam
sehari dalam perjalanan dari rumah ke Tanah Abang
menjadi nol. Dia bisa menikmati waktu tersebut
dengan keluarga dan kegiatan lainnya.
Waktu masih mengelola tiga toko di Tanah
Abang, waktunya terkuras habis di sana. Untuk
menghadiri undangan pesta perkawinan yang
waktunya bentrok dengan jadwal buka toko, dia
terpaksa harus bergantian dengan istri. Hingga dia
sering datang ke pesta sendirian.
Lain lagi dengan biaya yang dihemat. Setelah
membuka usaha online di rumah, biaya yang dihemat
untuk sewa toko berkurang dari 200 jutaan rupiah
per tahun menjadi nol. Meskipun saat bisnis
onlinenya mulai berkembang, Roni kembali
menyewa sebuah bangunan semiruko, tapi biaya
sewanya pun tak sampai 50 juta rupiah per tahun.
Artinya, dari biaya yang berhasil dihemat itu sudah
merupakan breakthrough juga. Bayangkan, dia bisa
hemat lebih dan 150 jutaan per tahun.
Bagaimana dengan omzet yang berhasil diraih?
Sejak pertama kali membuat situs sendiri pada
September 2003, omzet yang diperoleh Roni dari
jalur online semakin signifikan dan mengalahkan
omzetnya di Tanah Abang. Hal inilah yang membuat
Roni memutuskan untuk berbisnis online dari garasi
rumah pada Maret 2004. Dia pun tidak ragu lagi
menutup tiga tokonya di Tanah Abang.
Dengan minimnya biaya yang dikeluarkan setelah
berbisnis online, tentu saja profitnya menjadi
lebih besar. Satu hal lagi, profit tersebut
benar-benar profit yang uangnya ada di rekening
bank. Bukannya profit dalam pembukuan saja yang
uangnya masih di tangan pelanggan dalam bentuk
piutang yang tidak jelas kapan dilunasinya. Profit
itu adalah uang yang ada di kantong dan bisa kita
gunakan saat itu juga, tegas pria yang baru
berusia 34 tahun ini.
Tentu saja breaktrough yang diciptakan Roni
tersebut tidak berhenti sampai di situ. Masih
banyak tantangan atau target lain yang harus
dipecahkan pada masa mendatang. Roni pun terus
berinovasi untuk meningkatkan kepuasaan
pelanggan atas berbagai produk Manet. Apalagi
saat ini, produk manet sudah dikenal luas dengan
agen tersebar di seluruh penjuru nusantara.
Tingginya permintaan terhadap produk manet,
sering kali memunculkan masalah tersendiri. Sampai
saat ini pun, dia terus berusaha mengatasi happy
problem ini dengan meningkatkan kapasitas
produksinya.
Mengapa seorang pebisnis perlu memanfaatkan
Internet dalam berbisnis? Dia memaparkan beberapa
alasan. Pertama, tingginya pertumbuhan pengguna
Internet secara global dan nasional. Kedua, murah
dari segi biaya, karena kita bisa membuat banyak
perusahaan yang berbeda di Internet dalam
semalam saja. Bisa dijalankan dari garasi rumah.
Tidak perlu beli atau sewa gedung yang mahal dan
lokasinya strategis. Ketiga, Internet salah satu
alternatif bisnis di rumah, bagi yang ingin punya
banyak waktu untuk keluarga dan tidak ingin
seumur hidup terjebak kemacetan di jalan.
Keempat, kondisi geografis Indonesia yang sangat
luas dan tersebar merupakan peluang distribusi
alternatif bagi produk kita.
Bagi yang ingin terjun dalam bisnis online ini,
Roni juga memberikan tips praktis.
1. Tentukan apa yang ingin kita pasarkan melalui
Internet. Barang atau jasa. Bagaimana
pengadaan dan delivery-nya. Carilah yang
paling mudah. Pastikan produk tersebut ada
pasarnya. Jangan menjual produk yang potensi
pasarnya terlalu kecil;
2. Sebaiknya tidak menjual semuanya
alias gado-gado. Lakukan segmentasi,
fokus, tentukan niche market produk kita.
Apakah ibu-ibu muda, anak gemuk, penggemar
sepak bola dan sebagainya;
3. Buat website yang sederhana saja. Yang
penting menarik dan menggugah orang untuk
melakukan transaksi;
4. Lakukan pemasaran melalui berbagai cara.
Melalui e-mail, iklan baris, publikasi, banner
exchange, keywording, affiliate marketing,
cobranding, dan sebagainya;
5. Bangun kepercayaan. Orang mau bertransaksi
dengan kita karena mereka percaya. Apa yang
orang lain katakan tentang kita lebih
dipercayai daripada apa yang kita katakan
sendiri tentang diri kita. Gunakan testimoni
atau pendapat orang lain, seperti artis,
pejabat, atau orang terkenal lainnya;
6. Lampaui harapan pelanggan. Jika kita berjanji
barang akan sampai di alamat dalam waktu
satu minggu, jadikan hanya 2 hari, mereka
akan senang.
Langkah berikutnya tentu saja adalah terus
belajar, baik dengan cara baca buku, browsing,
mengikuti seminar, maupun belajar langsung pada
pebisnis yang sudah sukses. Tidak lupa Roni
mengingatkan juga untuk selalu berdoa kepada
Tuhan. Berbagai Iangkah tersebut pernah
dipraktikkan Roni ketika merintis Manet memasuki
dunia online dan terbukti berhasil. Bahkan bisa
dikatakan, Roni mengalami lompatan kuantum dalam
bisnis busana muslimnya setelah melalui jalur online.
Kesuksesan yang berhasil diraih Roni melalui
manet sekarang sesungguhnya telah melalui jalan
panjang yang berliku. Sebelum akhirnya
memutuskan untuk berbisnis dalam bidang fesyen
ini. Roni sempat mencoba berbagai bisnis yang
memberikan berbagai pelajaran berharga baginya.
“It’s better to light a candle, than to curse the
darkness,” kata Roni ketika harus mengakui
kesalahannya dalam berbisnis dan harus memulai
lagi segalanya dan awal. Namun, dari semua
petualangan itu, tidak dia sesali, karena itu semua
meninggalkan jejak pengalaman yang sangat
berharga baginya sampai sekarang.
Tidak ada istilah gagal, yang ada adalah belajar.
Kalau kita tidak mendapat pelajaran dan
kegagalan, itulah kegagalan yang sesungguhnya,”
kata Pak Tung, guru dan sahabatnya. Kata-kata
itulah yang Roni pegang sampai sekarang.
Banyak pelajaran yang Roni ambil dari berbagai
petualangan bisnis yang pernah dijalankannya.
Ketika mulai berbisnis MLM pada 1994-an.
Saat itu dia masih kuliah. Roni gagal
karena memang berhenti di tengah jalan. Kalau dia
teruskan, mungkin ceritanya akan lain sekarang.
Saat bergabung dengan MLM tersebut, ada
beberapa ganjalan di hati Roni ketika itu. Dia
merasa dicekoki paham-paham yang membuatnya
menjadi fanatik buta. Membuatnya menjadi
seorang yang berkacamata kuda dalam melihat
orang lain. Orang yang negatif, dia anggap sebagai
pencuri mimpi, dan tidak baik didekati. Lama-lama
hubungan saya menjadi tidak rileks dengan
teman-teman. Hubungan saya menjadi manipulatif.
Semua orang yang saya kenal saya anggap sebagai
prospek, tutur Roni mengenang.
Positifnya, dari bisnis inilah Roni mulai mengalami
pertumbuhan pribadi, jadi lebih percaya diri.
Roni jadi gemar membaca buku-buku personal
development yang membuat pikiran dan mentalnya
jadi lebih positif. Dampaknya masih terasa sampai
sekarang. Bisnis MLM itu balk. Tapi, jangan
dianggap seperti agama baru, kata ayah dan Vito
Ramadhan ini.
Petualangan bisnis berikutnya dilakukan Roni
ketika masih kuliah juga. Dia bersama empat orang
teman, berencana membangun sebuah sekolah
setara D-1 di bidang komputer. Idenya berasal dari
seorang teman yang sukses di Bandung dan
suksesnya LP31 cabang Pasar Minggu. Kebetulan
salah seorang tim mereka adalah anak dari pemilik
ruko yang disewa oleh LP31 tersebut. Mereka
berniat mengambil alih ruko tersebut berdasarkan
kedekatan itu, karena saat itu modal uang juga
tidak ada.
Berbulan-bulan Roni dan tim mempersiapkan
semuanya. Kurikulum, cash flow, dan tenaga
pengajar. Roni mendapat bagian di marketing. Si
pemilik ruko pun telah menyetujui permintaan
mereka, yaitu meminta pembayaran sewa di
belakang, setelah cash flow masuk selama setahun.
Namun, kenyataan menjadi berbalik 180 derajat
ketika pemilik ruko tersebut mengalami kecelakaan
dan butuh biaya berobat ke Singapura. Dia
kemudian diminta uang cash di depan oleh penyewa
ruko itu. Gagallah rencana Roni dan timnya.
Pelajaran yang dipetik dari sini adalah agar kita
jangan mengandalkan kepada satu alternatif pilihan
saja. Ketika tidak tercapai, hancurlah semua proses
panjang dan melelahkan itu.
Masih kuliah juga, Roni bersama enam orang
teman sepakat mendirikan pabrik roti murah kelas
warung yang bisa dijual seharga lima ratus
rupiahan. Sebenarnya Roni kurang setuju dengan
ide ini. Dia memegang prinsip bisnis orang Cina,
kuasai dulu pasar, baru bikin pabriknya. Namun,
karena ini adalah keputusan kelompok, Roni mau
tidak mau harus menerimanya.
Roni dan satu anggota tim pun kemudian dilatih
menjadi manajer pabrik. Awalnya bisnis berjalan
dengan lancar, permintaan pun terus meningkat.
Namun, skala ekonomis tak kunjung diraih. Makium,
margin keuntungannya tipis sekali. Akhirnya,
mereka pun menyerah. Prediksi awal Roni jadi
kenyataan. kami akhirnya terbebani oleh mesin-mesin
yang menganggur dan sulit dijual,”
kenang suami Elly ini. Pelajaran yang dipetik
dari sini agar kita jangan masuk bisnis yang margin
keuntungannya terlalu tipis. Kuasai pasar dulu,
sebelum membangun pabriknya.
Tidak kapok dengan pengalaman sebelumnya,
Roni kemudian merintis bisnis hardware dan servis
komputer. Ini pun dikerjakan bersama keenam
temannya yang terdahulu. Hasilnya ternyata gagal
lagi. Lebih besar effort-nya ketimbang hasil.
Roni dan keenam temannya kemudian mendirikan
lembaga keuangan syariah, Baitul MaaI wat
Tamwil (BMT). Misinya adalah sosial dan bisnis.
Bersama enam orang teman tersebut, Roni mencoba
berdakwah di bidang ekonomi.
Ternyata kenyataan di lapangan tidak semudah
yang dibayangkannya. Sulit sekali membangun
bisnis yang dibebani muatan sosial yang tinggi.
Secara bisnis cukup berpeluang, tapi secara
praktik, sangat sulit karena beban dua hal itu.
Akhirnya, bisnis pun kedodoran. Sulit
mencampuradukkan misi bisnis dan sosial. Bisnis, ya
bisnis. Kalau mau sosial, sisihkan sebagian
keuntungannya untuk itu. Atau dirikan lembaga
terpisah dari bisnis inti.
Selepas kuliah Roni merintis bisnis alat tulis
kantor (ATK). Hal ini tercetus karena Roni
mempunyai langganan yang terkenal murah di
Mangga Dua. Roni dan seorang teman sepakat
untuk mensupply kebutuhan teman-teman yang
sedang membuat skripsi di kampus. Kebetulan Roni
adalah mantan pengurus organisasi kemahasiswaan
tingkat universitas, jadi dia punya akses untuk
menitipkan dagangan di markas organisasi itu.
Hasilnya? So so aja. Lumayan buat jajan aja. Bisnis
ini pun akhirnya tidak dilanjutkan. Ternyata kalau
bisnis hanya iseng-iseng saja, hasilnya juga
iseng-iseng saja.
Mencoba dengan bisnis yang lebih serius, Roni
mengadu peruntungan pada bisnis kayu. Bisnis ini
menyedot modal yang cukup besar ketika itu.
Beberapa investor terlibat, termasuk orangtuanya.
Nilai ordernya menggiurkan, dalam mata uang dolar
karena memang ditujukan untuk ekspor. Roni
mensupply ke sebuah perusahaan eksportir.
Ternyata, bisnis ini hanyalah alih daya semata.
Alih daya dalam arti sesungguhnya, yaitu risiko.
Semua risiko ada di tangan Roni, sementara si
eksportir tinggal terima beres. Bisnis model ini juga
terlalu banyak uncontrollable factor-nya. Terlalu
banyak layer-layer yang harus dilalui dan setiap
layer itu punya peran vital. Modal Roni sejumlah
puluhan juta langsung ludes dalam hitungan hari
saja. Ini berdampak pada cash flow yang
pembayarannya sangat lama.
Nilai tambah dan bisnis ini tidak berada di tangan
Roni, tapi di tangan eksportir. Roni hanyalah
tukang” yang nasibnya ditentukan oleh majikan,
meskipun diiming-imingi keuntungan menggiurkan.
Akhirnya, bisnis ini pun gagal total dan
menyisakan luka yang cukup dalam. Para investor
pun meminta uangnya dikembalikan. Kejadian ini
membuat Roni terpukul. Sudah jatuh tertimpa
tangga pula.
Berbulan-bulan Roni harus menghadapi tuntutan
para investor ini. Makanya, dia tidak begitu suka
dengan konsep BODOL (Berani Optimis Duit Orang
Lain) itu. “Kalau bisnisnya tidak jelas konsep, nilai
tambah dan pengelolaannya, jangan coba-coba
melakukan BODOL ini. Bisa jadi BODOL beneran!”
kata Roni menegaskan.
Bisnis harus punya konsep dan nilai tambah
yang jelas, kontrol harus di tangan kita, jangan
diserahkan kepada orang lain. Hati-hati memilih
teamwork, dan jangan coba-coba BODOL kalau
bisnisnya nggak jelas konsep dan nilai tambahnya,”
jelasnya.
Bergabung dengan dua orang teman, Roni
menjalani bisnis sebagai konsultan sistem. Dia
mendapat proyek membuat sistem akuntansi
komputer di sebuah perusahaan keluarga di
Sumatra. Tugas Roni adalah membuat sistem
manual dan teman yang lain sebagai
programernya. Pekerjaan Roni dapat dia
tuntaskan dengan sukses dan disambut gembira
oleh klien.
Masalah timbul ketika giliran programernya
menyatakan tidak sanggup melanjutkan
pekerjaannya. Itu pun disampaikannya setelah
berbulan-bulan proyek terkatung-katung tak jelas
ujung pangkalnya. Kekecewaan tentu saja tertuju
kepada Roni sebagai satu tim. Padahal, tugas dia
pribadi sudah selesai dengan baik.
Oleh karenanya, berhati-hatilah dalam memilih
partner. Salah-salah bisa merugikan nama baik kita.
Akhirnya, setelah melalui jalan yang berliku,
Roni pun tersadar bahwa yang ada dalam
genggaman itu lebih berharga dibandingkan yang
masih di angan-angan. Yang saya maksud dalam
genggaman itu adalah bisnis warisan orangtua di
bidang ritel pakaian (garmen). Akhirnya, bersama
adik, saya turuti saran ibu. Dimodali toko dan modal
kerja untuk bersama-sama membangun bisnis ritel
yang telah menghidupi kami sekeluarga selama mi,”
ungkap Roni.
Hasilnya pun ternyata lumayan. Apalagi setelah
dia mendalami ilmu ritel dari berbagai bacaan
tentang itu. Yang sangat memengaruhi Roni adalah
buku biografi Sam Walton, pendiri WalMart.
Satu lagi kelebihan dari bisnis ini adalah karena
direstui oleh orangtua. Roni yakin dan percaya hal
itu. “Apa pun yang kita lakukan, kalau tidak direstui
orangtua, hasilnya akan sia-sia,” tegas pria hobi
membaca buku ini.
Kalau dibilang naif, Roni mengakui itulah kenaifan
dia dalam berbisnis. Dia menggunakan
asumsi-asumsi yang belum teruji dan kurang
matang. “Tapi, apa mau dikata, nasi sudah jadi
bubur. Ketimbang meratapi, kenapa bubur itu tidak
ditaburi irisan daging ayam, cakwe, kecap, kacang
kedelai? Jadilah bubur ayam spesial,” kata Roni
mengutip perkataan Aa Gym.
“Success is a lousy teacher. Sukses itu adalah
guru yang buruk. Justru kegagalanlah guru yang
terbaik. Dalam perjalanan merintis bisnis, it’s okey
to make a mistake,” kata Roni. Asal kita selalu
belajar darinya, tidak pernah menyerah, dan
melakukan lagi dengan mengubah strateginya.
Orang yang mengharapkan hasil yang berbeda
dengan usaha yang sama adalah orang yang bodoh.
Roni juga menambahkan bahwa satu hal yang
paling penting adalah kita harus selalu bertanggung
jawab 100% terhadap diri dan bisnis kita. Sebagian
besar orang cenderung melakukan tiga hal ini ketika
menemui masalah yaitu excuse (pembenaran),
blame (menyalahkan), dan complain (berkeluh
kesah).
Orang seperti ini adalah pemain di bawah garis
(below the line), para pecundang, para korban
(victim) yang menganggap masalah yang
dihadapinya adalah karena kesalahan orang lain.
Orang seperti ini tidak akan ke mana-mana
hidupnya. Ia hanya berjalan di tempat atau
berputar-putar tanpa arah tujuan.
Roni menegaskan bahwa jika kita ingin perubahan
dalam kehidupan kita, ubahlah diri kita
sendiri terlebih dahulu. Ubahlah mindset kita.
Ubahlah belief (keyakinan) yang menghambat kita
selama ini. Jadilah pemain di atas garis (above the
line). Bertanggung jawablah 100% terhadap diri dan
bisnis kita. Inilah kebiasaan dan belief dari para
pemenang (victor). Mereka memegang kekuatan
dan kontrol terhadap diri dan masa depannya.
Sampai saat ini, Roni bangga menjadi pengusaha
yang bisa selalu berbagi. Roni bahagia bisa
menjadi tangan di atas. Itulah mengapa selain
berbisnis, Roni juga dikenal sebagai pendiri
komunitas Tangan Di Atas. Sebuah komunitas bisnis
yang ingin selalu berbagi. Sebuah komunitas yang
mempunyai visi bersama menebar rahmat”. Sebuah
komunitas yang mempunyai filosofi bahwasanya
tangan di atas itu lebih baik daripada tangan di
bawah. Bahwa memberi gaji itu lebih baik daripada
menerima gaji.
Dengan menjadi pengusaha yang gemar berbagi,
maka peluang untuk menjadi tangan di atas
akan lebih luas. Komunitas yang beranggotakan
kurang Iebih 15.000 orang ini, kini semakin
berkembang dan terus melahirkan wirausahawan
yang andal di berbagai bidang.
Berkat komunitas yang mempunyai situs
www.tangandiatas.com ini, Roni semakin dikenal
berbagai kalangan sebagai pegiat dan penyebar
virus entrepreneurship di Indonesia. Melalui blog
pribadinya, www.roniyuzirman.com, Roni selalu
memberikan pencerahan dan inspirasi mengenai
motivasi, bisnis, entrepreneurship, dan tentu saja
perkembangan komunitas bisnis TDA.
Sepak terjang Roni dalam bisnis dan dalam
membesarkan komunitas bisnis TDA pernah dimuat
di Harian Republika, Tabloid Nova, wirausaha.com,
Niriah.com, dan berbagai media Iainnya.
Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan
Bisnis berbasis Internet juga mengalami pertumbuhan
luar biasa dibandingkan bisnis konvensional
lainnya. Dunia bisnis online telah mengubah
paradigma lama tentang cara membangun sebuah
bisnis yang bagus. Internet terbukti memberikan
kesempatan dan peluang bagi para pebisnis untuk
melakukan sebuah breakthrough.
Breakthrough di sini adalah suatu terobosan
atau cara baru dalam hal apa pun yang awalnya
tidak ada menjadi ada, atau yang awalnya tidak
baik menjadi lebih baik. Di antara sekian contoh
breakthrough dalam bisnis online adalah
Amazon.com yang merupakan salah satu contoh
fenomenal. Amazon bisa mengalahkan Barnes and
Noble yang sudah ratusan tahun menguasai bisnis
perbukuan.
Hal inilah yang dilakukan Badroni Yuzirman dengan
bisnis busana muslimnya. Roni, begitu biasa dia disapa, berhasil
mengembangkan bisnis online
www.manetvision.com dan mengalami breakthrough
pada awal 2004. Setelah nyaris bangkrut dan
‘terusir’ dari Pasar Tanah Abang, Roni mulai
memasarkan busana Muslim secara online sampai
sekarang.
Dengan cara online ini, dia bisa menghemat
waktu yang biasa dia habiskan sekitar empat jam
sehari dalam perjalanan dari rumah ke Tanah Abang
menjadi nol. Dia bisa menikmati waktu tersebut
dengan keluarga dan kegiatan lainnya.
Waktu masih mengelola tiga toko di Tanah
Abang, waktunya terkuras habis di sana. Untuk
menghadiri undangan pesta perkawinan yang
waktunya bentrok dengan jadwal buka toko, dia
terpaksa harus bergantian dengan istri. Hingga dia
sering datang ke pesta sendirian.
Lain lagi dengan biaya yang dihemat. Setelah
membuka usaha online di rumah, biaya yang dihemat
untuk sewa toko berkurang dari 200 jutaan rupiah
per tahun menjadi nol. Meskipun saat bisnis
onlinenya mulai berkembang, Roni kembali
menyewa sebuah bangunan semiruko, tapi biaya
sewanya pun tak sampai 50 juta rupiah per tahun.
Artinya, dari biaya yang berhasil dihemat itu sudah
merupakan breakthrough juga. Bayangkan, dia bisa
hemat lebih dan 150 jutaan per tahun.
Bagaimana dengan omzet yang berhasil diraih?
Sejak pertama kali membuat situs sendiri pada
September 2003, omzet yang diperoleh Roni dari
jalur online semakin signifikan dan mengalahkan
omzetnya di Tanah Abang. Hal inilah yang membuat
Roni memutuskan untuk berbisnis online dari garasi
rumah pada Maret 2004. Dia pun tidak ragu lagi
menutup tiga tokonya di Tanah Abang.
Dengan minimnya biaya yang dikeluarkan setelah
berbisnis online, tentu saja profitnya menjadi
lebih besar. Satu hal lagi, profit tersebut
benar-benar profit yang uangnya ada di rekening
bank. Bukannya profit dalam pembukuan saja yang
uangnya masih di tangan pelanggan dalam bentuk
piutang yang tidak jelas kapan dilunasinya. Profit
itu adalah uang yang ada di kantong dan bisa kita
gunakan saat itu juga, tegas pria yang baru
berusia 34 tahun ini.
Tentu saja breaktrough yang diciptakan Roni
tersebut tidak berhenti sampai di situ. Masih
banyak tantangan atau target lain yang harus
dipecahkan pada masa mendatang. Roni pun terus
berinovasi untuk meningkatkan kepuasaan
pelanggan atas berbagai produk Manet. Apalagi
saat ini, produk manet sudah dikenal luas dengan
agen tersebar di seluruh penjuru nusantara.
Tingginya permintaan terhadap produk manet,
sering kali memunculkan masalah tersendiri. Sampai
saat ini pun, dia terus berusaha mengatasi happy
problem ini dengan meningkatkan kapasitas
produksinya.
Mengapa seorang pebisnis perlu memanfaatkan
Internet dalam berbisnis? Dia memaparkan beberapa
alasan. Pertama, tingginya pertumbuhan pengguna
Internet secara global dan nasional. Kedua, murah
dari segi biaya, karena kita bisa membuat banyak
perusahaan yang berbeda di Internet dalam
semalam saja. Bisa dijalankan dari garasi rumah.
Tidak perlu beli atau sewa gedung yang mahal dan
lokasinya strategis. Ketiga, Internet salah satu
alternatif bisnis di rumah, bagi yang ingin punya
banyak waktu untuk keluarga dan tidak ingin
seumur hidup terjebak kemacetan di jalan.
Keempat, kondisi geografis Indonesia yang sangat
luas dan tersebar merupakan peluang distribusi
alternatif bagi produk kita.
Bagi yang ingin terjun dalam bisnis online ini,
Roni juga memberikan tips praktis.
1. Tentukan apa yang ingin kita pasarkan melalui
Internet. Barang atau jasa. Bagaimana
pengadaan dan delivery-nya. Carilah yang
paling mudah. Pastikan produk tersebut ada
pasarnya. Jangan menjual produk yang potensi
pasarnya terlalu kecil;
2. Sebaiknya tidak menjual semuanya
alias gado-gado. Lakukan segmentasi,
fokus, tentukan niche market produk kita.
Apakah ibu-ibu muda, anak gemuk, penggemar
sepak bola dan sebagainya;
3. Buat website yang sederhana saja. Yang
penting menarik dan menggugah orang untuk
melakukan transaksi;
4. Lakukan pemasaran melalui berbagai cara.
Melalui e-mail, iklan baris, publikasi, banner
exchange, keywording, affiliate marketing,
cobranding, dan sebagainya;
5. Bangun kepercayaan. Orang mau bertransaksi
dengan kita karena mereka percaya. Apa yang
orang lain katakan tentang kita lebih
dipercayai daripada apa yang kita katakan
sendiri tentang diri kita. Gunakan testimoni
atau pendapat orang lain, seperti artis,
pejabat, atau orang terkenal lainnya;
6. Lampaui harapan pelanggan. Jika kita berjanji
barang akan sampai di alamat dalam waktu
satu minggu, jadikan hanya 2 hari, mereka
akan senang.
Langkah berikutnya tentu saja adalah terus
belajar, baik dengan cara baca buku, browsing,
mengikuti seminar, maupun belajar langsung pada
pebisnis yang sudah sukses. Tidak lupa Roni
mengingatkan juga untuk selalu berdoa kepada
Tuhan. Berbagai Iangkah tersebut pernah
dipraktikkan Roni ketika merintis Manet memasuki
dunia online dan terbukti berhasil. Bahkan bisa
dikatakan, Roni mengalami lompatan kuantum dalam
bisnis busana muslimnya setelah melalui jalur online.
Kesuksesan yang berhasil diraih Roni melalui
manet sekarang sesungguhnya telah melalui jalan
panjang yang berliku. Sebelum akhirnya
memutuskan untuk berbisnis dalam bidang fesyen
ini. Roni sempat mencoba berbagai bisnis yang
memberikan berbagai pelajaran berharga baginya.
“It’s better to light a candle, than to curse the
darkness,” kata Roni ketika harus mengakui
kesalahannya dalam berbisnis dan harus memulai
lagi segalanya dan awal. Namun, dari semua
petualangan itu, tidak dia sesali, karena itu semua
meninggalkan jejak pengalaman yang sangat
berharga baginya sampai sekarang.
Tidak ada istilah gagal, yang ada adalah belajar.
Kalau kita tidak mendapat pelajaran dan
kegagalan, itulah kegagalan yang sesungguhnya,”
kata Pak Tung, guru dan sahabatnya. Kata-kata
itulah yang Roni pegang sampai sekarang.
Banyak pelajaran yang Roni ambil dari berbagai
petualangan bisnis yang pernah dijalankannya.
Ketika mulai berbisnis MLM pada 1994-an.
Saat itu dia masih kuliah. Roni gagal
karena memang berhenti di tengah jalan. Kalau dia
teruskan, mungkin ceritanya akan lain sekarang.
Saat bergabung dengan MLM tersebut, ada
beberapa ganjalan di hati Roni ketika itu. Dia
merasa dicekoki paham-paham yang membuatnya
menjadi fanatik buta. Membuatnya menjadi
seorang yang berkacamata kuda dalam melihat
orang lain. Orang yang negatif, dia anggap sebagai
pencuri mimpi, dan tidak baik didekati. Lama-lama
hubungan saya menjadi tidak rileks dengan
teman-teman. Hubungan saya menjadi manipulatif.
Semua orang yang saya kenal saya anggap sebagai
prospek, tutur Roni mengenang.
Positifnya, dari bisnis inilah Roni mulai mengalami
pertumbuhan pribadi, jadi lebih percaya diri.
Roni jadi gemar membaca buku-buku personal
development yang membuat pikiran dan mentalnya
jadi lebih positif. Dampaknya masih terasa sampai
sekarang. Bisnis MLM itu balk. Tapi, jangan
dianggap seperti agama baru, kata ayah dan Vito
Ramadhan ini.
Petualangan bisnis berikutnya dilakukan Roni
ketika masih kuliah juga. Dia bersama empat orang
teman, berencana membangun sebuah sekolah
setara D-1 di bidang komputer. Idenya berasal dari
seorang teman yang sukses di Bandung dan
suksesnya LP31 cabang Pasar Minggu. Kebetulan
salah seorang tim mereka adalah anak dari pemilik
ruko yang disewa oleh LP31 tersebut. Mereka
berniat mengambil alih ruko tersebut berdasarkan
kedekatan itu, karena saat itu modal uang juga
tidak ada.
Berbulan-bulan Roni dan tim mempersiapkan
semuanya. Kurikulum, cash flow, dan tenaga
pengajar. Roni mendapat bagian di marketing. Si
pemilik ruko pun telah menyetujui permintaan
mereka, yaitu meminta pembayaran sewa di
belakang, setelah cash flow masuk selama setahun.
Namun, kenyataan menjadi berbalik 180 derajat
ketika pemilik ruko tersebut mengalami kecelakaan
dan butuh biaya berobat ke Singapura. Dia
kemudian diminta uang cash di depan oleh penyewa
ruko itu. Gagallah rencana Roni dan timnya.
Pelajaran yang dipetik dari sini adalah agar kita
jangan mengandalkan kepada satu alternatif pilihan
saja. Ketika tidak tercapai, hancurlah semua proses
panjang dan melelahkan itu.
Masih kuliah juga, Roni bersama enam orang
teman sepakat mendirikan pabrik roti murah kelas
warung yang bisa dijual seharga lima ratus
rupiahan. Sebenarnya Roni kurang setuju dengan
ide ini. Dia memegang prinsip bisnis orang Cina,
kuasai dulu pasar, baru bikin pabriknya. Namun,
karena ini adalah keputusan kelompok, Roni mau
tidak mau harus menerimanya.
Roni dan satu anggota tim pun kemudian dilatih
menjadi manajer pabrik. Awalnya bisnis berjalan
dengan lancar, permintaan pun terus meningkat.
Namun, skala ekonomis tak kunjung diraih. Makium,
margin keuntungannya tipis sekali. Akhirnya,
mereka pun menyerah. Prediksi awal Roni jadi
kenyataan. kami akhirnya terbebani oleh mesin-mesin
yang menganggur dan sulit dijual,”
kenang suami Elly ini. Pelajaran yang dipetik
dari sini agar kita jangan masuk bisnis yang margin
keuntungannya terlalu tipis. Kuasai pasar dulu,
sebelum membangun pabriknya.
Tidak kapok dengan pengalaman sebelumnya,
Roni kemudian merintis bisnis hardware dan servis
komputer. Ini pun dikerjakan bersama keenam
temannya yang terdahulu. Hasilnya ternyata gagal
lagi. Lebih besar effort-nya ketimbang hasil.
Roni dan keenam temannya kemudian mendirikan
lembaga keuangan syariah, Baitul MaaI wat
Tamwil (BMT). Misinya adalah sosial dan bisnis.
Bersama enam orang teman tersebut, Roni mencoba
berdakwah di bidang ekonomi.
Ternyata kenyataan di lapangan tidak semudah
yang dibayangkannya. Sulit sekali membangun
bisnis yang dibebani muatan sosial yang tinggi.
Secara bisnis cukup berpeluang, tapi secara
praktik, sangat sulit karena beban dua hal itu.
Akhirnya, bisnis pun kedodoran. Sulit
mencampuradukkan misi bisnis dan sosial. Bisnis, ya
bisnis. Kalau mau sosial, sisihkan sebagian
keuntungannya untuk itu. Atau dirikan lembaga
terpisah dari bisnis inti.
Selepas kuliah Roni merintis bisnis alat tulis
kantor (ATK). Hal ini tercetus karena Roni
mempunyai langganan yang terkenal murah di
Mangga Dua. Roni dan seorang teman sepakat
untuk mensupply kebutuhan teman-teman yang
sedang membuat skripsi di kampus. Kebetulan Roni
adalah mantan pengurus organisasi kemahasiswaan
tingkat universitas, jadi dia punya akses untuk
menitipkan dagangan di markas organisasi itu.
Hasilnya? So so aja. Lumayan buat jajan aja. Bisnis
ini pun akhirnya tidak dilanjutkan. Ternyata kalau
bisnis hanya iseng-iseng saja, hasilnya juga
iseng-iseng saja.
Mencoba dengan bisnis yang lebih serius, Roni
mengadu peruntungan pada bisnis kayu. Bisnis ini
menyedot modal yang cukup besar ketika itu.
Beberapa investor terlibat, termasuk orangtuanya.
Nilai ordernya menggiurkan, dalam mata uang dolar
karena memang ditujukan untuk ekspor. Roni
mensupply ke sebuah perusahaan eksportir.
Ternyata, bisnis ini hanyalah alih daya semata.
Alih daya dalam arti sesungguhnya, yaitu risiko.
Semua risiko ada di tangan Roni, sementara si
eksportir tinggal terima beres. Bisnis model ini juga
terlalu banyak uncontrollable factor-nya. Terlalu
banyak layer-layer yang harus dilalui dan setiap
layer itu punya peran vital. Modal Roni sejumlah
puluhan juta langsung ludes dalam hitungan hari
saja. Ini berdampak pada cash flow yang
pembayarannya sangat lama.
Nilai tambah dan bisnis ini tidak berada di tangan
Roni, tapi di tangan eksportir. Roni hanyalah
tukang” yang nasibnya ditentukan oleh majikan,
meskipun diiming-imingi keuntungan menggiurkan.
Akhirnya, bisnis ini pun gagal total dan
menyisakan luka yang cukup dalam. Para investor
pun meminta uangnya dikembalikan. Kejadian ini
membuat Roni terpukul. Sudah jatuh tertimpa
tangga pula.
Berbulan-bulan Roni harus menghadapi tuntutan
para investor ini. Makanya, dia tidak begitu suka
dengan konsep BODOL (Berani Optimis Duit Orang
Lain) itu. “Kalau bisnisnya tidak jelas konsep, nilai
tambah dan pengelolaannya, jangan coba-coba
melakukan BODOL ini. Bisa jadi BODOL beneran!”
kata Roni menegaskan.
Bisnis harus punya konsep dan nilai tambah
yang jelas, kontrol harus di tangan kita, jangan
diserahkan kepada orang lain. Hati-hati memilih
teamwork, dan jangan coba-coba BODOL kalau
bisnisnya nggak jelas konsep dan nilai tambahnya,”
jelasnya.
Bergabung dengan dua orang teman, Roni
menjalani bisnis sebagai konsultan sistem. Dia
mendapat proyek membuat sistem akuntansi
komputer di sebuah perusahaan keluarga di
Sumatra. Tugas Roni adalah membuat sistem
manual dan teman yang lain sebagai
programernya. Pekerjaan Roni dapat dia
tuntaskan dengan sukses dan disambut gembira
oleh klien.
Masalah timbul ketika giliran programernya
menyatakan tidak sanggup melanjutkan
pekerjaannya. Itu pun disampaikannya setelah
berbulan-bulan proyek terkatung-katung tak jelas
ujung pangkalnya. Kekecewaan tentu saja tertuju
kepada Roni sebagai satu tim. Padahal, tugas dia
pribadi sudah selesai dengan baik.
Oleh karenanya, berhati-hatilah dalam memilih
partner. Salah-salah bisa merugikan nama baik kita.
Akhirnya, setelah melalui jalan yang berliku,
Roni pun tersadar bahwa yang ada dalam
genggaman itu lebih berharga dibandingkan yang
masih di angan-angan. Yang saya maksud dalam
genggaman itu adalah bisnis warisan orangtua di
bidang ritel pakaian (garmen). Akhirnya, bersama
adik, saya turuti saran ibu. Dimodali toko dan modal
kerja untuk bersama-sama membangun bisnis ritel
yang telah menghidupi kami sekeluarga selama mi,”
ungkap Roni.
Hasilnya pun ternyata lumayan. Apalagi setelah
dia mendalami ilmu ritel dari berbagai bacaan
tentang itu. Yang sangat memengaruhi Roni adalah
buku biografi Sam Walton, pendiri WalMart.
Satu lagi kelebihan dari bisnis ini adalah karena
direstui oleh orangtua. Roni yakin dan percaya hal
itu. “Apa pun yang kita lakukan, kalau tidak direstui
orangtua, hasilnya akan sia-sia,” tegas pria hobi
membaca buku ini.
Kalau dibilang naif, Roni mengakui itulah kenaifan
dia dalam berbisnis. Dia menggunakan
asumsi-asumsi yang belum teruji dan kurang
matang. “Tapi, apa mau dikata, nasi sudah jadi
bubur. Ketimbang meratapi, kenapa bubur itu tidak
ditaburi irisan daging ayam, cakwe, kecap, kacang
kedelai? Jadilah bubur ayam spesial,” kata Roni
mengutip perkataan Aa Gym.
“Success is a lousy teacher. Sukses itu adalah
guru yang buruk. Justru kegagalanlah guru yang
terbaik. Dalam perjalanan merintis bisnis, it’s okey
to make a mistake,” kata Roni. Asal kita selalu
belajar darinya, tidak pernah menyerah, dan
melakukan lagi dengan mengubah strateginya.
Orang yang mengharapkan hasil yang berbeda
dengan usaha yang sama adalah orang yang bodoh.
Roni juga menambahkan bahwa satu hal yang
paling penting adalah kita harus selalu bertanggung
jawab 100% terhadap diri dan bisnis kita. Sebagian
besar orang cenderung melakukan tiga hal ini ketika
menemui masalah yaitu excuse (pembenaran),
blame (menyalahkan), dan complain (berkeluh
kesah).
Orang seperti ini adalah pemain di bawah garis
(below the line), para pecundang, para korban
(victim) yang menganggap masalah yang
dihadapinya adalah karena kesalahan orang lain.
Orang seperti ini tidak akan ke mana-mana
hidupnya. Ia hanya berjalan di tempat atau
berputar-putar tanpa arah tujuan.
Roni menegaskan bahwa jika kita ingin perubahan
dalam kehidupan kita, ubahlah diri kita
sendiri terlebih dahulu. Ubahlah mindset kita.
Ubahlah belief (keyakinan) yang menghambat kita
selama ini. Jadilah pemain di atas garis (above the
line). Bertanggung jawablah 100% terhadap diri dan
bisnis kita. Inilah kebiasaan dan belief dari para
pemenang (victor). Mereka memegang kekuatan
dan kontrol terhadap diri dan masa depannya.
Sampai saat ini, Roni bangga menjadi pengusaha
yang bisa selalu berbagi. Roni bahagia bisa
menjadi tangan di atas. Itulah mengapa selain
berbisnis, Roni juga dikenal sebagai pendiri
komunitas Tangan Di Atas. Sebuah komunitas bisnis
yang ingin selalu berbagi. Sebuah komunitas yang
mempunyai visi bersama menebar rahmat”. Sebuah
komunitas yang mempunyai filosofi bahwasanya
tangan di atas itu lebih baik daripada tangan di
bawah. Bahwa memberi gaji itu lebih baik daripada
menerima gaji.
Dengan menjadi pengusaha yang gemar berbagi,
maka peluang untuk menjadi tangan di atas
akan lebih luas. Komunitas yang beranggotakan
kurang Iebih 15.000 orang ini, kini semakin
berkembang dan terus melahirkan wirausahawan
yang andal di berbagai bidang.
Berkat komunitas yang mempunyai situs
www.tangandiatas.com ini, Roni semakin dikenal
berbagai kalangan sebagai pegiat dan penyebar
virus entrepreneurship di Indonesia. Melalui blog
pribadinya, www.roniyuzirman.com, Roni selalu
memberikan pencerahan dan inspirasi mengenai
motivasi, bisnis, entrepreneurship, dan tentu saja
perkembangan komunitas bisnis TDA.
Sepak terjang Roni dalam bisnis dan dalam
membesarkan komunitas bisnis TDA pernah dimuat
di Harian Republika, Tabloid Nova, wirausaha.com,
Niriah.com, dan berbagai media Iainnya.
Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan
Rizky Pohan, Sejak Masih SMA Sudah Merintis Usaha, Kini Berkibar Lewat Bisnis Rental Audio System ‘Pe Plus’
Rizky Pohan adalah seorang pria sukses yang
terjun bebas ke dunia rental audio system. Ia
pemilik Pe Plus Audio System Rental dan memiliki
studio rekaman yang sedang menggarap album
Ballads of The Cliché.
Cerita sukses Rizky Pohan dimulai sejak ia masih
duduk di bangku SMA, saat itu, dengan
bermodalkan peralatan home theatre milik
temannya dan sepasang lampu disko yang terkenal
pada zamannya, ia mulai menggeluti dunia
penyewaan audio system. Dengan peralatan minim
itu, la mencoba menawarkan jasa penyewaan
kepada remaja-remaja putri SMA Jakarta yang
menggandrungi dance. Pada saat itu, orderan
memang tidak banyak, tapi hasilnya lumayan, dari
mulut ke mulut akhirnya lumayan dikenal di
SMA-SMA daerah Jakarta Selatan.
Dari awalnya hanya sekadar have fun, namun
melihat adanya peluang bisnis yang menggiurkan,
Rizky mulai berpikir untuk serius menekuni bidang
ini. Maka semenjak kuliah, ia dan temannya, mulal
mengabdikan diri pada pekerjaan ini. Dengan modal
yang didapat dari investor, maka mulal dirintislah
usaha rental audio system itu. Ia juga melihat,
pada waktu ia memulal empat tahun yang lalu,
belum banyak rental audio system yang
bermunculan di Indonesia.
Menjalankan bisnis sambil kuliah jelas tidak
mudah, itu juga dialami Rizky pada awalnya.
Pengorbanan paling besar adalah waktu, karena
bisnis ini sangat menuntut waktu untuk menyiapkan
segalanya, “Weekend yang seharusnya bisa
jalan-jalan, gue keja. Pulang kuliah juga nggak bisa
kemana-mana, langsung kerja, waktunya orang
tidur kita kerja, waktunya orang kerja, kita kerja
juga ... hahaha,” kelakarnya menjelaskan mengenal
pengorbanan dia yang paling besar.
Selain masalah waktu, orangtua juga sempat
tidak setuju dengan pekerjaan yang dipilih Rizky,
karena masalah waktu kerja yang tidak jelas.
“Waktu kerja gue kan, kebanyakan malem, dan gue
masih kuliah waktu itu. Orangtua gue sempet
mempertanyakan aja, sebenernya gue tuh lagi
ngerjain apa. Tapi lama-lama, pria lulusan
Interstudi ini berhasil meyakinkan kedua
orangtuanya dengan keberhasilan di bisnis yang
sedang ia jalankan seiring dengan kuliah yang
berjalan mulus. “Gue harus nunjukin bahwa gue
ngelakuin yang bener, dan sekarang gue buktiin
bahwa gue bisa sukses.”
Sekarang bisnis rental audio system yang fokus
untuk kegiatan indoor milik Rizky ini sudah
berkembang pesat, berbagai Event Organizer (EO)
besar sudah memercayakan pekerjaan kepadanya.
Beberapa EO besar dan ternama rutin bekerjasama
dengan rental audio system miliknya. Diakui Rizky,
kepuasan pelanggan menjadi prioritas utama,
“Pokoknya kita usahain semua permintaan klien bisa
terpenuhi. Kalaupun ada yang barangnya kita nggak
punya, kita kasih alternatif lain yang nggak kalah
bagusnya. Semuanya harus dilakukan dengan
komunikasi yang baik,” ujarnya mantap.
Dengan bermodalkan kemauan yang keras,
tanggung jawab, dan konsisten terhadap bidang
yang ditekuninya, pria berusia 26 tahun ini sekarang
dapat menikmati hasilnya. Pendapatan yang
mencapai angka miliaran rupiah dan terus naik
persentasinya dari tahun ke tahun, jelas
pengorbanan Rizky selama ini tidak sia-sia. “Bisa
mencukupi diri sendiri, rumah, mobil juga sekarang
bisa kebeli, kecil-kecilanlah. Sekarang gue juga bisa
renovasi rumah orangtua gue,” ujarnya malu-malu.
Namun selain materi, pengakuan dan penghargaan
atas hasil jerih payahnya juga punya
kebanggaan yang tidak bisa dihitung nilainya.
Bekerjasama dengan Twilite Orchestra dan band
groovy jazz Maliq and D’essential menjadi
kebanggaan tersendiri dalam perjalanan kariernya.
“Bisa kerjasama dengan Twilite Orchestra dan Maliq
punya kebanggaan tersendiri buat gue, berarti kerja
gue selama ini dihargai orang lain.”
Walau sudah sukses, Rizky tidak mau statis
dan terbuai, ia masih terus mengembangkan
bisnisnya ke sektor-sektor lain yang masih dalam
lingkup pekerjaannya sekarang. Pe Plus Sendiri
pernah mendapat penghargaan dari Telex, sebuah
perusahaan communication device yang memegang
lisensi distributor untuk merek Bosch, Midas, dan
Electro Voice, sebagai bisnis rental terbaik dengan
menggunakan produk-produk mereka di tahun 2004
silam.
Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan
terjun bebas ke dunia rental audio system. Ia
pemilik Pe Plus Audio System Rental dan memiliki
studio rekaman yang sedang menggarap album
Ballads of The Cliché.
Cerita sukses Rizky Pohan dimulai sejak ia masih
duduk di bangku SMA, saat itu, dengan
bermodalkan peralatan home theatre milik
temannya dan sepasang lampu disko yang terkenal
pada zamannya, ia mulai menggeluti dunia
penyewaan audio system. Dengan peralatan minim
itu, la mencoba menawarkan jasa penyewaan
kepada remaja-remaja putri SMA Jakarta yang
menggandrungi dance. Pada saat itu, orderan
memang tidak banyak, tapi hasilnya lumayan, dari
mulut ke mulut akhirnya lumayan dikenal di
SMA-SMA daerah Jakarta Selatan.
Dari awalnya hanya sekadar have fun, namun
melihat adanya peluang bisnis yang menggiurkan,
Rizky mulai berpikir untuk serius menekuni bidang
ini. Maka semenjak kuliah, ia dan temannya, mulal
mengabdikan diri pada pekerjaan ini. Dengan modal
yang didapat dari investor, maka mulal dirintislah
usaha rental audio system itu. Ia juga melihat,
pada waktu ia memulal empat tahun yang lalu,
belum banyak rental audio system yang
bermunculan di Indonesia.
Menjalankan bisnis sambil kuliah jelas tidak
mudah, itu juga dialami Rizky pada awalnya.
Pengorbanan paling besar adalah waktu, karena
bisnis ini sangat menuntut waktu untuk menyiapkan
segalanya, “Weekend yang seharusnya bisa
jalan-jalan, gue keja. Pulang kuliah juga nggak bisa
kemana-mana, langsung kerja, waktunya orang
tidur kita kerja, waktunya orang kerja, kita kerja
juga ... hahaha,” kelakarnya menjelaskan mengenal
pengorbanan dia yang paling besar.
Selain masalah waktu, orangtua juga sempat
tidak setuju dengan pekerjaan yang dipilih Rizky,
karena masalah waktu kerja yang tidak jelas.
“Waktu kerja gue kan, kebanyakan malem, dan gue
masih kuliah waktu itu. Orangtua gue sempet
mempertanyakan aja, sebenernya gue tuh lagi
ngerjain apa. Tapi lama-lama, pria lulusan
Interstudi ini berhasil meyakinkan kedua
orangtuanya dengan keberhasilan di bisnis yang
sedang ia jalankan seiring dengan kuliah yang
berjalan mulus. “Gue harus nunjukin bahwa gue
ngelakuin yang bener, dan sekarang gue buktiin
bahwa gue bisa sukses.”
Sekarang bisnis rental audio system yang fokus
untuk kegiatan indoor milik Rizky ini sudah
berkembang pesat, berbagai Event Organizer (EO)
besar sudah memercayakan pekerjaan kepadanya.
Beberapa EO besar dan ternama rutin bekerjasama
dengan rental audio system miliknya. Diakui Rizky,
kepuasan pelanggan menjadi prioritas utama,
“Pokoknya kita usahain semua permintaan klien bisa
terpenuhi. Kalaupun ada yang barangnya kita nggak
punya, kita kasih alternatif lain yang nggak kalah
bagusnya. Semuanya harus dilakukan dengan
komunikasi yang baik,” ujarnya mantap.
Dengan bermodalkan kemauan yang keras,
tanggung jawab, dan konsisten terhadap bidang
yang ditekuninya, pria berusia 26 tahun ini sekarang
dapat menikmati hasilnya. Pendapatan yang
mencapai angka miliaran rupiah dan terus naik
persentasinya dari tahun ke tahun, jelas
pengorbanan Rizky selama ini tidak sia-sia. “Bisa
mencukupi diri sendiri, rumah, mobil juga sekarang
bisa kebeli, kecil-kecilanlah. Sekarang gue juga bisa
renovasi rumah orangtua gue,” ujarnya malu-malu.
Namun selain materi, pengakuan dan penghargaan
atas hasil jerih payahnya juga punya
kebanggaan yang tidak bisa dihitung nilainya.
Bekerjasama dengan Twilite Orchestra dan band
groovy jazz Maliq and D’essential menjadi
kebanggaan tersendiri dalam perjalanan kariernya.
“Bisa kerjasama dengan Twilite Orchestra dan Maliq
punya kebanggaan tersendiri buat gue, berarti kerja
gue selama ini dihargai orang lain.”
Walau sudah sukses, Rizky tidak mau statis
dan terbuai, ia masih terus mengembangkan
bisnisnya ke sektor-sektor lain yang masih dalam
lingkup pekerjaannya sekarang. Pe Plus Sendiri
pernah mendapat penghargaan dari Telex, sebuah
perusahaan communication device yang memegang
lisensi distributor untuk merek Bosch, Midas, dan
Electro Voice, sebagai bisnis rental terbaik dengan
menggunakan produk-produk mereka di tahun 2004
silam.
Dari Buku: Rahasia Jadi Entrepreneur Muda – Kumpulan kisah para pengusaha muda yang sukses berbisnis dari nol, Penulis: Faif Yusuf, Penerbit: DAR! Mizan
Subscribe to:
Posts (Atom)