Friday, July 6, 2012

Roestiandi Tsamanov, Pemilik DSI Laser: Teknologi Laser Pembawa Hoki

Sejumlah tawaran bekerja di Jerman ditolaknya karena ingin memiliki bisnis sendiri. Keahliannya yang jarang dimiliki orang pengelasan dengan teknologi laser menjadi kebanggaan sekaligus modal utama





"SAYA INGIN MENJADI orang terkaya, masuk dalam 20 orang terkaya di Indonesia," demikian kata Roestandi Tsamanov, saat dia masih berusia 27 tahun. Saat itu is diwawancarai oleh sebuah majalah nasional. Manov, nama panggilan yang lebih disukainya, tidak merinci kapan targetnya. Ambisius? Tidak juga. Rekam jejaknya menunjukkan alasan kuat mengapa Manov memiliki keyakinan teguh seperti itu.

Salah satunya datang dari Sandiaga Uno, pengusaha muda yang sukses. Sandi memperlihalkan kekagumannya terhadap sepak terjang Manov, Direktur PT DSI Laser Internasional Indonesia, perusahaan yang bergerak di bidang pengelasan laser (laser- welding). "Pala usia 27, saya belum berpikir menjadi pengusaha. Tapi Manov telah menjadi pengusaha kedka umurnya baru 23. Tentu saja masa depan dia sangat cerah," kata Sandi, yang baru berbisnis di usia 28 tahun.

Fakta lain adalah kemajuan perusahaan. Didirikan sejak 2005, bisnis yang menguras modal Rp1,1 miliar itu kini telah menghasilkan omzet Rp200 juta per bulan atau Rp2,4 miliar per tahun. Asetnya antara lain sebuah gedung di Cikarang. Bagaimana seorang yang belum berusia 30 bisa sukses, hanya dengan 10 pekerja tetap? Simak perjalanan lulusan engineering Swiss German University (SGU) jurusan Mechalronic (automatisasi) di Serpong, Tangerang, ini dalam menapaki bisnisnya.



MAGANG DI JERMAN

Tidak banyak orang yang dikaruniai kecerdasan, bakat, dan sarana memadai untuk meraih cita-citanya. Barangkali, Manov beruntung karena termasuk dari segelintir orang tersebut. Dilahirkan dari keluarga berpendidikan Tinggi kedua orang tuanya dokter, ayahnya juga profesor di Universitas Indonesia sejak kecil ia dididik untuk kritis, objektif, simpatik, ikhlas, dan idealis. la diajari untuk menjadi orang yang berguna bagi orang banyak, berkarya nyata, dan menolong tanpa pamrih.



Program magang itu memberinya peluang untuk belajar, berbaur, serta mencari ide dan peluang berteman dan menjalin network.



Manov berkembang menjadi anak pintar, cepat menangkap pelajaran–hingga kadang membuatnya malas belajar–tapi juga pemalu. Kegemarannya sama seperti anak lelaki lainnya, menonton film science-fiction seperti Star Wars dan Star Trek. Film-film seperti itu selalu membuatnya bermimpi menjadi seorang inventor. Sepotong kertas sering dicoret-coretnya menjadi gambar, bukan estetika atau artistiknya, tapi gambar 3 dimensi yang lengkap. Buku tentang laser dan magnet serta berkhayal menciptakan benda danggih dari alat-aslat itu biasa hinggap di kepalanya.

Kuliah di SGU membuatnya berkesempatan untuk magang di Jerman saat duduk di semester 6, di PT DSI Laser, yang bergerak di bidang laser welding, pada 2003. "Di sana, saya melihat banyak pekerjaan pengelasan datang dari perusahaan otomotif besar sehingga saya penasaran apakah teknologi tersebut sudah ada di Indonesia," kenangnya.

Laser welding merupakan teknik pengelasan dengan menggunakan laser sebagai medium pencair metal. Kualitas hasilnya demikian tinggi sehingga metal yang dilas tidak mengalami deformasi. Presisi sangat penting dalam industri yang berkualitas tinggi ini. Presisi yang baik dapat merekondisi sebuah peralatan seperti baru. "Dan, yang membuat saya tertarik adalah fakta bahwa perusahaan-perusahaan besar seperti Daimler, BMW, dan Audi, meng-outsource peralatan mereka untuk diperbaiki di DSI Laser yang bukan merupakan perusahaan besar," papar Manov.

Dari internet, ia memperoleh informasi bahwa jasa pengelasan laser untuk perbaikan alat-alat industri, terutama cetakan produk (mold dan dies), belum ada di Indonesia. Bahkan teknologi dan jasa yang sangat spesifik ini adalah industri yang baru berkembang pacla era 1990-an di Jerman dan 2000-an di Jepang. Kenyataan ini memberi ide di kepaia Manov. Bagaimana bila teknologi dan jasa seperti itu ia pindahkan ke Indonesia?

"Untuk itu saya butuh technical partner dan financial partner. DSI Laser Jerman merupakan pemimpin pasar dan berkualitas di bidang pengelasan laser manual, sehingga transfer know-how atau ilmu kepada calon perusahaan saya sangat penting," tutur Manov. Kepercayaan diri Manov didukung hasil magangnya beroleh nilai yang bagus.



BIODATA

ROESTIANDI TSAMANOV

Jakarta, 8 November 1982

Alamat: JI. SMP 126 No. 63, Pondok Dian, Batu Ampar Condet,

Jakarta Timur

Pendidikan

S1 Mechatronics, Swiss German University, Tanggerang

Nama Usaha

PT DSI Laser Internasional Indonesia Jasa dan Penjualan Las Laser

Website: www.dsilaser.co.id

Alamat: Kawasan Industri Jababeka 11 Blok EE1 1A, A Industri Selatan 11, Cikarang, Bekasi

Penghargaan

2009 Finalis Nasional Wirausaha Muda Mandiri



Program magang itu memberinya peluang untuk belajar, berbaur, serta mencari ide dan peluang berteman dan menjalin network. la ingat, sebelum lepas landas dari bandara Soekarno-Halta menuju Jerman, doanya adalah mendapatkan kontak/networkyang berguna agar setelah lulus kuliah ia beroleh ide bisnis yang dapat diterapkan di Indonesia.

Tidak disangka, doa itu terjawab. Pemilik DSI Laser Service Gmbh, Mr. Christian Frank, kagum dengan keahlian dan ambisi Manov dan mau menjadi mitranya dengan syarat Manov menggunakan brand perusahaan mereka. Tapi, untuk pendanaan, Manov lebih tertarik meminjam ke bank ketimbang dari mitra teknisnya itu. Terciptalah sebuah kerja sama licensing. Secara teknis, DSI memberikan transfer teknologi dan ilmu. Secara finansial, diberikan keringanan.



TERBENTUR MODAL

"Pengalaman Mr. Frank di Jerman sangat jauh berbeda dengan pengalaman saya di sini," kenang Manov. "Di sana, permodalan untuk UKM terbilang mudah. Perusahaan seperti DSI merniliki keahlian yang spesial dan tinggi dalam menjual jasanya ke seluruh dunia. Soya melihat betapa kuatnya perusahaan-perusahaan UKM itu sampai mereka menjadi raja dalam segmen khusus masing-masing industri. Dan, itu membuat saya yakin bahwa mendirikan perusahaan skala UKM adalah suatu hal yang sangat bagus, prospektif, serta menguntungkan selama dikelola dengan baik. Ini pula yang akan saya terapkan di sini. Jadi, saya pikir mudah saja memperoleh modal dari bank di sini. Ternyata saya salah besar!"

Hampir semua bank yang ada di Indonesia tidak dapat meminjamkan uang untuk investasi bagi perusahaan yang belum berjalan 2 tahun. Demikian juga venture capital, mereka membutuhkan track record minimal 1 tahun untuk menjadi calon mitra. Karena tidak menemukan pemodal, ia lalu bernegosiasi dengan DSI Jerman untuk berinvestasi langsung. Sayang, saat itu DSI sedang berinvestasi di Thailand sehingga tidak dapat membagi fokus ke Indonesia. "Setelah terus berkonsultasi dengan Bank Mandiri, saya menemukan Cara yaitu meminjam atas nama ayah saya, dengan menjaminkan rumah orangtua saya."



Dari internet, ia memperoleh informasi bahwa jasa pengelasan laser untuk perbaikan alas-alas industri, terutama cetakan produk (mold dan dies), belum ada di Indonesia.



PEMETAAN SEGMEN

Dengan modal pinjaman dari bank dan terms of payment mesin yang panjang, Manov mulai menapaki usahanya, la mengawali DSI Laser Internasional Indonesia dengan satu staf untuk pengelasan. Marketing, pengiriman penawaran, pengiriman invoice, dan pembukuan pajak, ia lakukan sendiri.

Beberapa bulan pertama keadaan sangat sulit. "Karena pelanggan yang dicari kebanyakan adalah pabrik besar, maka sulit bagi saya untuk mencari orang yang tepat posisinya. Kalaupun sudah ketemu, tetap terkendala dalam membujuk orang tersebut untuk bertemu. Sampai akhirnya ada juga perusahaan yang mau mencoba."

Pada awal bisnis, Manov belajar bagaimana sulitnya memperkenalkan teknologi yang sedemikian tinggi di Indonesia. Betil, ia sedang memasuki 'blue ocean'. Namun pasar yang ia ciptakan itu belum dikenal orang dan harganya tidak murah. Banyak calon kliennya yang terkejut melihat angkanya yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknologi konvensional.

"Kesulitan besar lain terjadi ketika saya memperbaiki keretakan pada cetakan alumunium. Saya sudah berusaha sebaik mungkin, tetapi tetap retak. Tidak jauh lebih bagus dari penggunaan metode pengelasan lainnya, dan saya telah menghabiskan biaya cukup besar, termasuk berkonsultasi via telepon dengan Mr. Frank. Akhirnya, kesulitan ini dapat teratasi dengan datangnya Mr. Frank dari Jerman dan memperbaiki pengelasan itu."



Mesin secanggh itu ternyata tidak dapat diagunkan karena sangat spesifik dan tidak beredar secara umum. Appraisal nilai mesin menjadi susah dan jumlah pinjaman yang diberi bank sangat kecil.



Peristiwa itu membuat Manov melakukan refieksi. Apakah ia telah salah membawa teknologi dan jasa ini ke Indonesia? Apakah mungkin las laser hanya cocok di Jerman yang menggunakan peralatan mold dan dies berkualitas sangat bagus, dan kurang cocok untuk Indonesia karena kualitasnya masih tertinggal? Apakah ia telah melakukan investasi yang salah dengan menjaminkan rumah orangtua? Bagaimana caranya agar perusahaan tetap berjalan, minimal dapat mengembalikan utang-utang sampai lunas?

Kedatangan kedua Mr. Frank ke Indonesia memberikan banyak masukan, Tingkat kesulitan teknologi laser welding sangat tinggi dan karenanya membutuhkan biaya yang juga tinggi. Oleh karena itu, Manov harus memetakan ulang segmen pasar. Pasarnya tidaklah terlalu besar, hanya beberapa perusahaan spesifik raja.

"Tahun pertama, pemasukan belum terlalu banyak. Hanya cukup untuk membayar gaji staf dan utang. Saya harus membayar Rp15 juta per bulan ke bank, terasa berat sekali. Tahun kedua, staf bertambah untuk membantu administrasi dan pengelasan. Saat itu baru saya mampu mencicil utang kepada IDSI Laser Service Gmbh, Jerman," ujarnya sambil tersenyum lega.



MENGUBAH MENTAL

Dua tahun pertama, Manov tidak punya gaji. Bisnisnya hanya cukup untuk makan dan transportasi serta membayar utang dan kewajiban. Namun, kerja kerasnya mulai memetik hasil. la mendapatkan kesempatan memperbaiki mold untuk salah satu perusahaan otomotif terbesar di Indonesia. Sebelumnya, pengelasan laser belum pernah dicoba oleh perusahaan otomotif tersebut. Manov menerima order pekerjaan tersebut, walau terpaksa memberikan harga yang sangat murah, 30% lebih murah dari harga sebenarnya. Waktunya pun sangat terbatas. Seyogyanya, pesanan seperti itu diselesaikan dalam 5 hari. Untuk pesanan dari perusahaan otomotif ini, ia harus bisa menyelesaikannya dalam waktu 30 jam. Namun, hasilnya memang memuaskan. Pengelasan laser dimasukkan sebagai salah satu operasi perbaikan mold standar perusahaan tersebut.

"Dampaknya terasa besar, karena penjualan di tahun berikutnya melonjak lebih dari 2 kali lipat," kata Manov. Dengan meningkatnya penawaran, ia membeli mesin laser lagi dengan meminjam uang ke bank. Tapi, lagi-lagi ia menemui kendala. Mesin sedanggih itu ternyata tidak dapat diagunkan karena sangat spesifik dan tdak beredar secara umum. Appraisal nilai mesin menjadi susah dan jumlah pinjaman yang diberi bank sangat kecil.

Memutar otak berkali-kali, jalan terbuka saat Manov mernutuskan untuk membeli sebuah gedung workshop di kawasan inclustri Jababeka. Waktu itu kontrak rukonya hampir berakhir, Namun, di sisi lain ia yakin gedungnya lebih mudah dijaminkan ke bank. Ternyata, strategi itu berhasil memuluskan jalannya untuk mendapat pinjaman.



“Saya tidak dididik untuk memiliki naluri oisnis. Semua datang dari kemauan untuk belajar dan berubah."



Setelah dua tahun dilalui tanpa gaji, Manov berhasil membesarkan DSI Laser Indonesia. la tak hanya belajar menjual jasa, tapi juga terus melakukan pengembangan diri. Sifatnya yang pemalu seperti saat ia masih kecil nyaris tak terlihal lagi. la berusaha keluar dari 'belenggu' yang tak terlihal. Kata Manov, ketika remaja ia sama sekali tidak punya kebiasaan berdagang. "Satu-satunya yang pernah saya jual hanyalah sepatu bekas saya. Itu pun hanya kepada teman, dan karena sedang butuh uang saja," ujarnya. Keinginannya menjadi pengusaha baru terpicu saat kuliah.

Buat Manov, keadaan itu mendorongnya menjadi 'orang kuat' agar bisa menolong orang-orang yang ia dengar atau baca. Orang kuat yang ia maksud adalah pengusaha. Tentu saja pengusaha sukses. Itulah sebabnya ia kemudian menolak sejumlah tawaran bekerja di Jerman usai lulus kuliah. la lebih baik berbisnis sendiri. Namun, ia juga tahu bahwa ia harus mengubah mentalitasnya yang lama, yang kurang bermanfaat bila ia ingin menjadi pengusaha.

"Saya harus menghapus sifat tidak enakan, dan terlalu kritis, karena sifat-sifat itu menghambat perjalanan menjadi wirausahawan. Perubahan mentalitas berpikir membutuhkan tekad yang kuat, dan selama saya menjalankan perubahan tersebut, hambatan terbesar yang saya hadapi adalah diri saya sendiri. Hambatan terbesar adalah bagaimana saya bisa mengubah diri, dari siapa saya sebelumnya menjadi siapa saya seharusnya."

Sebagai wirausahawan, ia menanamkan self reliance, bagaimana menyelesaikan semua masalah tanpa bantuan orang lain. Itulah dasar untuk menjadi seorang pengusaha, Meski pendapatnya tidak sepenuhnya benar, karena pengusaha pun dapat bermitra dan menyewa tenaga ahli, tapi attitude untuk bisa mengerjakan apa pun sendiri tetaplah penting.

Pengagum mencliang William Soeryajaya ini kini boleh bernapas lega. Perusahaannya telah mengerjakan order lebih dari 100 perusahaan di bidang mold making dan manufacturing. Intangibles seperti keterampilan dan pengetahuan, terus diasahnya dengan baik, la ingin membuktikan bahwa menjadi wisarausahawan bisa dipelajari.

"Saya tidak dididik untuk memiliki naluri bisnis. Semua datang dari kemauan untuk belajar dan berubah. Sekarang, DSI Laser adalah spesialis di bidang pengelasan laser di Indonesia. Kami terbuka untuk kerja sama bagi perusahaan-perusahaan yang juga membuka atau mendapatkan pengelasan laser."

Kendati sukses, Manov masih punya mimpi lain. la bilang, "Mimpi saya adalah tercapainya aliansi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang teknologi terintegrasi dan manufacturing of intelligent gadgets, tools and systems." Dan, tentunya ingin menjadi orang terkaya di Indonesia.



“Saya sangat bersyukur dengan keadaan saya sekarang sebagai pengusaha muda yang lumayan sukses. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya saya akan menjadi seorang entrepreneur, apa lagi di usia muda. Karena, pada dasarnya saya tidak berbakat untuk berdagangn. Saya tidak memiliki naluri alami yang saya lihat pada teman-teman saa semasa SMP dan SMA, yang kala itu sudah mulai berjualan.

Tips

HUKUM WIRAUSAHA #18

Technopreneur, Berbisnis Kecanggihan Teknologi



"Anda tidak dapat mengoperasikan perusahaan dengan ketakutan, karena cara untuk menghilangkan rasa takut adalah dengan menghindari kritik. Dan, cara untuk menghindari kritik adalah dengan tidak melakukan apa-apa." —Steve Ross



SEKALI LAGI, DI sini kita melihat bagaimana seorang sarjana memulai usaha dari pengetahuan yang dimilikinya. Manov adalah seorang lulusan Swiss German University yang mendalami mekatronik, sebuah pilihan yang tidak banyak dikuasai oleh anak bangsa. Sementara kebanyakan teknokrat atau teknolog kita menghindar untuk bergelut dalam bidang ilmu yang dikuasainya, Manov justru berkutat pads pengetahuan yang diyakininya akan mampu membawanya ke mass depan. Mengapa sebagian besar teknokrat dan teknolog kita menghindar dari ilmu yang didalaminya?

Jawabannya sederhana: karena usaha di bidang ini memerlukan modal yang sangat besar, hasilnya tidak bisa dilihal secara instan, dan membutuhkan sifat 'petani' yang harus sabar menunggu hasil dalam jangka yang relatif panjang. Berikut adalah tips yang perlu dipersiapkan oleh seorang technopreneur dalam memasuki usaha yang penuh dengan ketidakpastian:

  • Fokuskan seluruh energi Anda pada satu titik, yaitu titik yang paling Anda kuasai dalam bidang teknologi. Lalu, kerahkan semua sumber daya yang ads di sekitar Anda. Bisa jadi sumber daya tersebut berasal dari keluarga inti, keluarga besar, teman, kerabat, dosen, dan pihak-pihak lain yang tidak menuntut formalitas atau hal-hal lain yang dapat mengganggu pikiran Anda. Dalam hal ini, Manov menggunakan resources awal yang berasal dari orangtuanya.

  • Pengertian 'kecil' dalam bisnis yang berbasis teknologi tentu tidak sama dengan pengertian 'kecil' bagi Anda yang menggeluti bisnis di bidang kuliner atau pertanian. Modal sebesar Rp1,1 miliar pada tahun 2005 yang harus dikeluarkan Manov, mungkin terlihal besar bagi seorang pengusahan kuliner. Tapi, dalam industri berbasis teknologi, nilai sebesar ini sesungguhnya tidak seberapa. Sebaliknya, omzet yang didapat dari bisnis ini juga tidak kecil. Terbukti, Manov mendapatkan Rp200 juta setiap bulannya. Bandingkan dengan seorang pengusaha kuliner dengan modal kurang dari Rp5 juta, omzet yang dihasilkan hanya sekitar Rp2 juta per bulan.

  • Tidak ada kata lain yang perlu dipikirkan selain keyakinan dan keberanian. Usaha apa pun yang Anda geluti, besar ataupun kecil, tidak akan pernah bisa berjaIan kalau Anda hanya mengandalkan pengetahuan semata, sementara Anda sendiri tidak mempunyai keyakinan untuk menjadikan pengetahuan itu sebagai masa depan kehidupan Anda. Hanya dengan keyakinan itulah manusia akan memiliki keberanian untuk melakukan banyak hal.

  • Setiap usaha tidak mungkin berjalan dengan mulus sepanjang waktu, tanpa ada rintangan apa-apa. Terbukti, Manov mengalami masalah cetakan yang membutuhkan bantuan ahlinya dari Jerman. Dan, Anda sudah membaca rintangan yang dihadapi oleh Abrian Nathan, Halex Halim, dan Kismet Hamami? Bahkan usaha yang didukung oleh jaminan usaha besar dan pejabat tinggi sekalipun bisa menemui gangguan dan hambatan. Apalagi Anda yang tidak memiliki koneksi pada kekuasaan, belum memiliki jaringan pemasaran yang memadai, dengan reputasi yang belum dikenal atau belum terbentuk, dan mengusung teknologi yang baru Anda pelajari. Bisa dipastikan Anda akan menghadapi sejuta tantangan. Namun, berbesar halilah. Karena tanpa tantangan, tidak akan pernah lahir pengusaha besar.

  • Permudah pelanggan Anda untuk memahami dan membeli jasa atau produk Anda. Produk-produk atau jasa jasa teknologi yang baru, biasanya diterima oleh pasar dengan coba-coba. Maka, di awal usaha sebaiknya Anda jangan memulai dengan menjual jasa atau produk, melainkan undanglah mereka untuk menjadi pelanggan Anda. Seperti yang kita ketahui, undangan diberikan dengan sajian menu yang menyenangkan dan berkesan di hadapan tamu-tamu Anda. Bayarlah mereka agar menjadi pelanggan Anda, dengan memberikan free sample, free design, atau kemudahan-kemudahan lainnya sesuai bidang usaha Anda.

Dari Buku: Wirausaha Muda Mandiri Part 2: Kisah Inspiratif Anak-anak Muda Menemukan Masa Depan dari Hal-hal yang Diabaikan Banyak Orang. Oleh: Rhenald Kasali Penerbit: Gramedia.

2 comments:

unkown said...

Kisah yang sangat inspiratif dari Roestiandi ini..sekadar bertanya, pada bacaan diatas, dikatakan bahwa sifat terlalu kritis itu menghambatnya menjadi pengusaha yang berhasil..
nah, pertanyaannya, bagaimana sifat ini menjadi disadvantage bagi seseorang yang ingin mengembangkan usaha? ada tanggapan mungkin? :)

wirasmada said...

kalau menurut saya, sifat kritis itu sebenarnya bukan mjd disadvantage bg seorang pengusaha dlm mengembangkan usahanya, malah sikap kritis tsb bagus dan perlu, karena dgn sikap kritis, seorang pengusaha akan terbuka dan mampu melihat peluang2 yg bisa dimanfaatkan, dan kalau dia sdh menggarap peluang tsb, dia tak berhenti di satu titik saja, tdk mudah puas dgn yg sdh dicapai karena akan selalu mencari penyempurnaan dan kemajuan yg berkelanjutan.

jujur sy jg ga mengerti apa yg dimaksud mas Manov bahwa sikap kritis menghambatnya dlm menjalani usaha, hanya belia yp tau maksud sebenarnya.