DIMULAI DART SEKADAR mengotak-atik selembar foto usang, lantas merevisinya dengan perangkat komputer pinjaman, perjalanan Hamka Alwi dari pelosok Tarakan di Kalimantan Timur hingga mencapai posisinya sekarang ini terasa begitu panjang. Satu dekade ia telah menekuni usahanya di bidang industri fotografi, sebelum orang di Kalimantan mulai mengenalnya.
Modal awal Hamka hanyalah uang sekitar Rp70 ribu. Namun dengan modal sebesar itu, saat ini ia sudah memiliki usaha yang mampu menghasilkan omzet senilai Rp2,52 miliar dengan keuntungan bersih senilai Rp588 juta per tahun. Dengan 48 orang karyawan, nama Hamka semakin berkibar, terutama sejak menjadi finalis Wirausaha Muda Mandiri tahun 2009.
Dia kini memiliki tujuh gerai studio foto yang tersebar di Tarakan, Nunukan, Bulungan, Malinau, dan Berau. Semuanya terletak di Kalimantan Timur. "Tekad saya, mengembangkan gerai hingga 500 cabang di Kalimantan dan Sulawesi melalui sistem kemitraan," kata pria kelahiran Toli-Toli, Sulawesi Tengah itu. Namun cerita tentang dirinya tak akan pernah ada bila ia tak pernah berkenalan dengan maestro fotografi Indonesia, Darwis Triadi.
MEMPERBAIKI REPUTASI
Para pencinta fotografi di Indonesia umumnya sudah sangat mengenal nama Darwis Triadi. Karya-karyanya memang dikenal luas, mengundang decak kagum, juga laris diburu para pengusaha. Tak heran bila Hamka Alwi menyebut nama Darwis ketika ditanya siapa orang yang paling berjasa membangkitkan semangatnya di dunia fotografi. Ini bukan tanpa alasan. Pada 2005, saat kota Tarakan baru mengenal dunia internet secara terbatas, perantauan asal Sulawesi itu baru terbuka matanya saat ia membaca informasi tentang Darwis
Kekuatannya terletak pada ketekunan bekerja keras, karena dia percaya hanya dengan bekerja keras maka kesuksesan dapat diraih.
Triadi School of Photography. Ketika itu, Hamka sedang men-cari-cari solusi untuk bangkit dari keterpurukannya. Sebuah peristiwa buruk selalu terngiang di telinganya; foto hasil jepretannya saat merekam peristiwa pernikahan, terbakar karena minimnya pemahaman terhadap kamera analog. Hal ini jelas mengubur reputasinya sebagai fotografer. la kehilangan kepercayaan pemberi jasa.
Hamka bertekad memperbaiki reputasinya dengan cara berguru pada sang maestro. Dengan bekal minim hasil pinjaman dari kakak kandungnya yang menggadaikan perhiasannya, Hamka terbang ke Jakarta pada 2006, mendaftarkan diri mengikuti pelajaran sesi fotografi. "Darwis Triadi yang biasa saya lihal di koran, majalah, dan televisi, kini ada di hadapan saya, mengajari saya tentang ilmu fotografi," kata Hamka Alwi mengenang masa pendidikannya yang melelahkan dengan segala fasilitas superminim sebagai orang pelosok Kalimantan tak berpunya dan hidup menumpang di rumah teman.
Market oriented. Secara rutin mengkaji selera para pelanggan agar servisnya mernenuhi kepuasan pasar.
Namun perjalanan menuju kesempurnaan adalah sebuah proses. Ketika pelatihan berakhir, dia menyandang gelar "Terbaik I, Learn from The Best Darwis Triadi School of Photography 2006". Keyakinan untuk menapaki jalan hidup yang lebih cerah, langsung terbayang di benaknya. Dengan langkah dan semangat baru, dia kembali ke Tarakan. Membangun kembali pamor bisnisnya, yang–hebatnya–terangkat kembali berkat ijazah dari sang guru. Tentunya, ini juga dibarengi dengan keterampilan yang jauh bertambah, baik secara teknis maupun estetis. Ketika memotret, ia mulai bisa menyatukan keindahan dan bisnis dalam kolaborasi yang harmonis. Orang senang ketika hasil fotonya tak hanya menangkap fakta, tapi juga keindahan.
BIODATA
HAMKA ALWI
Toli-Toli, 14 Maret 1981
Email: hamkaalwi@yahoo.com
Pendidikan
"Special Class Photography" Darwis Triadi School of Photography
"Basic Class Photography" Darwis Triadi School of Photography
D2 Management Informatika & Komputer PPKIA Tarakan (tidak tamat)
Nama Usaha
CV. Borneo Perkasa Kreasindo - BORNIS STUDIO (Photography–Video)
Alamat: JI. Jend. Sudirman No.04, Tarakan, Kalimantan Timur
Telp/Fax: 0551-23906
Penghargaan
2009 Finalis Wirausaha Muda Mandiri
2010 Entrepreneurship UKM Award – Profesi Indonesia
Hidup setelah itu menjadi lebih mudah, seperti cahaya menyelinap dari lensa kamera dan membentuk gambaran yang lebih indah dari aslinya. Apalagi setelah Hamka membuka studio di Grand Tarakan Mall lantai 1. Hanya dalam waktu setahun, ia kebanjiran order sambil terus melakukan inovasi, termasuk juga melakukan investasi-investasi penting, hingga akhirnya menjadi studio liputan terlengkap yang pertama di bagian utara Kalimantan Timur. Dia tahu, penghargaan dari Darwis Triadi hanya akan menjadi selembar kertas usang bila dia tak menunjukkan kualitas. Seiring dengan berjalannya waktu, ia pun terus menempa diri untuk selalu memberikan layanan dan kualitas yang lebih prima.
Hasilnya sungguh manis. Hamka mulai lebih sering dipercaya memotret segala kegiatan, mulai dari peresmian gedung hingga hajatan pernikahan anak walikota, bupati, dan para petinggi serta pengusaha setempat. Setiap proyek yang berhasil dia tangani berarti publikasi cuma-cuma karena hasil karyanya langsung berkeliling dari satu kota ke kota lain. Pendeknya, ia bak seorang paparazzo (fotografer lepas yang mengejar selebriti untuk mengambil gambar lalu dijual ke majalah dan Surat kabar) daerah yang tak tersaingi oleh siapa pun di daerahnya.
HIDUP MEMANG KERAS
Hamka berharap kejadian buruk di awal kariernya tak pernah terjadi. Tanpa pengetahuan teknis ia menarik rot-rot film dari kamera analog di ruang terbuka sehingga film itu rusak terbakar. Ketidakpercayaan dan kemarahan pemberi jasa saat itu memberinya bekal paling berharga: 'jangan pernah mengecewakan pelanggan'. Predikat 'tidak profesional' tertempel di namanya dan order foto langsung berhenti, bahkan dari talon klien yang belum pernah mendengar namanya. Bila ia ddak segera hijrah ke Jakarta dan berguu kepada Darwis, cerita hidupnya mungkin tak akan pernah ditulis orang sama sekali, dan ia kembali menjadi seorang ... penangkap ikan.
Agar mampu bertahan di tengah persaingan, ia juga rnengikuti terus perkembangan dan tren, dengan mengikuti pelatihan-pelatihan.
Ya, sebelum menjadi fotografer seperti sekarang, sejatinya Hamka Alwi dikenal sebagai tukang ikan. Pahit getirnya kehidupan telah dilaluinya sejak belia, khususnya ketika di usia delapan tahun ia mengikuti orangtuanya pindah ke Tarakan dari Toli-Toli. Ayahnya yang bekerja sebagai buruh angkut ikan tak mampu membuat Hamka kecil menikmati bangku sekolah dasar dengan nyaman. Bahkan, kekerasan ayahnya kerap mengganjal minat Hamka untuk bersekolah.
"Waktu itu, tenaga saya lebih dibutuhkan untuk mencari nafkah. Tapi saya menegaskan, sekolah penting. Bukan untuk cari uang ataupun gelar, tapi agar saya bisa menjadi manusia yang pintar. Terpaksalah saya bekerja mulai dini hari untuk mencari biaya sekolah. Sepulang sekolah, saya masih berjualan keliling menawarkan ikan," kenang Hamka.
Meski harus berjuang keras mencari nafkah, Hamka belia tetap berusaha mengukir prestasi di sekolah dengan mengikuti beberapa kegiatan ekstrakurikuler seperti Paskibra dan Pramuka, dipercaya menjadi ketua kelas, hingga meraih peringkat satu di kelasnya. Ketika duduk di bangku kelas 2 SLTP, Hamka bahkan berhasil menjadi salah satu pelajar berprestasi di antara enam orang yang lolos seleksi mewakili SLTP Negeri 7 Tarakan ke pesta akbar perkemahan Jambore Nasional 1996 di Cibubur Jakarta. la berhasil menyisihkan lebih dari 100 anggota Pramuka lainnya,
Tidak hanya mengandalkan pendidikan formal untuk mencari nafkah, namun berpikir ke depan dengan mencari pendidikan non formal yang akan lebih berguna jika digunakan untuk berwirausaha.
Kebanggaan sang ayah terhadap prestasinya memang menjadi hiburan sejenak. Namun saat berusia 16 tahun, kembali tekanan sang ayah untuk bekerja penuh-waktu sebagai penangkap ikan membuat Hamka terusir dari rumahnya. Dalam kondisi hidup menggelandang tanpa tempat yang pasti, Hamka terus berupaya menyambung hidupnya dengan berbagai jenis pekerjaan. "Mulai dari menjadi kuli panggul di pelabuhan, tarik gerobak, melaut, jualan kue keliling, menjadi pemulung, penyewaan VCD dan playstation, penyewaan komik, hingga menjadi salesman pun saya kerjakan, demi menyambung hidup dan tetap bersekolah," ujarnya.
Beruntung tekadnya untuk belajar terus dijaga dengan baik. Minatnya pada komputer dan seni membuat Hamka mencoba bidang baru; memperbaiki foto usang yang telah rusak dan melakukan beberapa sentuhan agar kembali tersaji utuh dan indah. "Bisnis ini saya tekuni untuk melanjutkan pendidikan di bidang manajemen dan informatika di jalur D2," tutur Hamka yang terinspirasi dari pepatah bugis,'Resopo Temmanginngi Malomo Nalettei Pammase Dewato', yang artinya: hanya dengan bekerja keras kita akan mendapat kesuksesan dan rahmat Allah SWT.
Meski sekolahnya sempat terhenti karena bisnisnya surut, Hamka tetap berupaya nnelakukan berbagai uji coba bisnis baru. Pada 2002, ia menjadi asisten di salah satu pusat kursus komputer di Tarakan. Sambil mengajar, dia banyak belajar hal-hal baru, seperti animasi dan video. Dengan keahlian barunya ini ia punya keberanian menerima pekerjaan membuat dokumentasi foto dan video.
Hamka sempat membuka studio kecil untuk liputan pernikahan, berlabel Azka Home Editing. Pada bisnis inilah ia mengalami peristiwa berharga itu. Tekad otodidaknya luruh, dan satu-satunya jalan yang dia yakini adalah berguru pada orang yang ahli.
SELALU MENAMBAH RELASI
Sebuah keahlian pemula tak akan berarti tanpa jaringan relasi yang kuat. Kesadaran inilah yang membuat Hamka tak pernah melewatkan kesempatan untuk mengikuti berbagai pelatihan bisnis. Maklum, selama ini dia menyadari bahwa bisnisnya hanya mengandalkan insting, Akibatnya, bisnisnya masih sangat konvensional, tidak bersistem, dan belum terarah.
Kalau ingin membuka usaha, mulailah dari bidang yang paling diminati. Inilah yang memuat studio fotonya kemuthan maju, karena ia sudah rnemutuskan dari awal bahwa minas: terbesarrnya dalam bidang tersebut.
Para relasi juga yang memberinya pelajaran berharga, yaitu memindahkan Inkasi usahanya ke jalan utama di Tarakan, Jalan Sudirman. Peristiwa itu terjadi pada 2008, berbekal pinjaman koperasi untuk mengganti alat-alat operasional yang rusak. Dengan terobosan baru ini, lokasi usahanya menjadi lebih menonjol dan ia lebih banyak memperoleh klien baru.
Jaringan relasi bisnis yang paling berharga tentu didapatnya saat dinobatkan sebagai juara I Wirausaha Muda Mandiri (WMM) tingkat wilayah se-Kalimantan, dan menjadi finalis di tingkat nasional. Usaha dan namanya melambung seiring pemberitaan media, apalagi karena Wapres Boediono yang mengukuhkan para finalis tingkat nasional. "Sejak menjadi Finalis Nasional WMM 2009, saya sering dipercaya untuk mengikuti pameran Bank Mandiri ke luar kota," katanya bangga.
Sambil tertawa Hamka menuturkan, "Bolak-balik naik pesawat tanpa bayar tiket sendiri bisa saya lakukan sekarang. Padahal waktu kecil, kaki saya sempat menginjak paku karena selalu melihat ke atas sambil melambaikan tangan kepada pesawat terbang seraya berteriak kegirangan, lbu saya sampai marah waktu itu. Saat itu saya ingin bisa merasakan terbang dengan pesawat menembus awan. Sebuah impian yang saat itu bisa dibilang rnustahil. Tapi kini, alhamdulillah saya berrhasil merasakannya, hingga berulang kali,"
Kesempatan berkeliling nusantara ini dia lakukan sembari menjaring dan menebar peluang bisnis baru dengan rnenggandeng beberapa calon mitra. Semua ini demi menemukan konsep bisnis waralaba dari beberapa teman entrepreneur di seluruh Indonesia. Sebuah langkah yang dapat berhasil jika diikuti dengan sinergi untuk menerapkan langkah lanjutan yang lebih kokoh. Hal ini pula yang akhirnya membuat Hamka Alwi menancapkan mimpinya untuk menjadi pengusaha studio foto dan video dengan brand Bornis Studio. Obsesinya adalah membuat studio itu paling disegani di Asia Tenggara, dengan rendana menyebarkan jaring kemitraan hingga 500 gerai, khususnya di Kalimantan dan Sulawesi. Semua ini akan dibangun di bawah benders CV Borneo Kreasindo, yang bisnisnya bergerak di lingkup sekolah fotografi, outlet digital service.
Hamka Alwi telah membuktikan, dengan ketekunan dan kerja keras, sukses bukan hanya impian. Keuntungan lebih dari Rp500 juta per tahun telah dapat diraihnya dari enam cabang Bisnis Studio. Daripada menangkap ikan, lebih baik ia menangkap cahaya lewat lensa kameranya.
“Dalam usaha ini kami selalu berorientasi kepada pasar. Selera para pelanggan secara rutin kami review demi mencapai tingkat kepuasan, dengan cara memberikan angket kritik dan saran untuk kualitas dan pelayanan produk, memberikan gimmick berupa merchandise secara langsung, juga memberikan diskon khusus dan voucher belanja.”
Testimoni
Q: Apa saja kebutuhan dasar usaha Anda? Sulitkah mendapatkan bahan bakunya?
A: Usaha saya bergerak dalam bidang jasa fotografi dan videografi, karena itu pastinya membutuhkan bahan dasar seperti kamera dan perlengkapannya seperti kartu memori, video tape, kertas foto, tints, frame, dan sebagainya. Memang -sangat sulit mendapatkan bahan penunjang usaha saya tersebut karena saya tinggal di kota kecil. Karena itu saya menjalin kerja sama dengan beberapa vendor yang ada di Jakarta. Saya sangat bersyukur beberapa ekspedisi sudah masuk ke tempat saya sehingga memudahkan akses pengiriman bahan maupun perlengkapan penunjang usaha saya. Selain menggunakan sendiri bahan-bahan tersebut, kami juga menjualnya kepada teman-teman seprofesi. Hal ini juga merupakan peluang bisnis yang sangat menjanjikan.
Q: Di mans lokasi usaha Anda dan mengapa memilih tempat itu?
A: Lokasi usaha terletak di utara Kalimantan Timur, yakni Kota Tarakan dan sekitarnya, seperti Berau dan Nunukan. Saya tetap memilih tempat di kota Tarakan karena falsafah leluhur yang mengatakan di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Meskipun lahir di luar Tarakan, namun sejak kecil hingga dewasa saya hidup di Tarakan. Apalagi, potensi daerah ini masih sangat besar dan luas. Selain itu, dari sisi kompetitor pun kami yakin masih bisa bersaing hingga bisa berkembang dengan pesat. Saat ini kami memiliki 6 outlet, 4 di antaranya milik sendiri dan 2 lagi join fee dengan sistem kemitraan.
Tips
Hukum Wirausaha #7
Keberhasilan Sering Kali Muncul dari Kegagalan
"Jika mendengarkan ketakutan Anda, Anda akan mati tanpa pernah tahu akan menjadi orang sehebat apa diri Anda." — Robert W. Schuller
KITA TELAH SERING mendengar bahwa banyak orang yang berhasil, dulunya adalah orang yang gagal. Demikian pula, buku-buku kesehalan terkenal bukanlah ditulis oleh dokter-dokter yang terkenal, melainkan oleh pasien atau anggota keluarganya yang tidak tersembuhkan atau orang-orang yang menderita. Mengapa? Karena bukan orang sehat, melainkan orang sakitlah, yang tertarik pada kesehalan. Orang yang menderita, mengalami kegagalan, atau sakit parahlah yang tertarik untuk menjadi bahagia, sukses, serta sehat.
Dale Carnegie adalah seorang penulis buku laris tentang teknik menjual. Buku-bukunya tetap dipakai hingga hari ini meski ia telah lama tiada. Padahal, Dale Carnegie adalah orang yang gagal. Banyak hal yang is lakukan, tapi berakhir dengan kegagalan. Ada banyak contoh orang yang akhirnya mencapai keberhasilan dari kegagalan. Persoalannya, bagaimana mengubah hidup dari yang tadinya gagal menjadi berhasil? Berikut adalah tipsnya:
- Milikilah kemauan untuk belajar. Kita harus mau belajar dari kesalahan yang pernah terjadi. Dengan kata lain, memiliki pikiran terbuka. Orang yang terbuka akan menerima segala kritik dengan senang hari, bahkan dianggap sebagai konsultasi gratis. Kalau ada tantangan baru, orang yang berpikiran terbuka akan menyambutnya dengan keinginan untuk mendalami dan memberikan usaha serta pikiran yang cukup besar.
- Cari guru yang terbaik. Guru terbaik adalah orang yang sudah punya twma dalam bidang yang ingin dipelajari atau orang-orang yang lebih hebat dari dia. Orang-orang hebat di sekitar kita perlu didatangi dan dijadikan tempat belajar, sementara orang yang tidak maju adalah orang yang menganggap orang hebat sebagai ancaman.
- Tidak ada hasil yang berbeda bila sesuatu dilakukan dengan cara yang sama terus menerus. Kita harus mengubah cara untuk mendapatkan suatu hasil yang berbeda. Hamka selama ini mempelajari sesuatu secara otodidak. Pada titik kegagalannya, ia tabu bahwa ia harus mengubah cara untuk mendapatkan hasil yang berbeda dan jauh lebih baik.
- Mengubah lingkungan. Orang yang kita temui sehari-hari bisa jadi adalah orang-orang yang menimbulkan masalah dalam hidup kita, karena mereka memberikan pendapat, pikiran, dan pandangan yang tidak baik bagi hidup kita. Dengan mengubah lingkungan, kita mengubah cara berpikir kita.
- Mengambil risiko untuk tumbuh. Dalam hal ini, Hamka telah mengambil resiko untuk pindah ke dunia digital dari analog, juga memindahkan tempat usahanya ke lokasi yang strategis
- Usaha-usaha di bidang jasa, seperti fotografi, adalah sebuah usaha yang bersifat credence (kepercayaan). Sama seperti menjadi dokter atau pengacara, kepercayaan antara lain harus diwujudkan setidaknya oleh dua hal, yaitu pendidikan (biasanya ditandai dengan sertifikat) dan hasil kerja yang dapat dibanggakan. Oleh karena itu, dapatkanlah sertifikat dari lembaga yang terpandang dan berikan hasil yang optimal. Dengan kedua hal tersebut seorang wirausahawan di bidang credence dapat mengirimkan sinyal mengenai kualitas jasanya.
- Jangan ingin cepat-cepat memperoleh hasil. Orang yang ingin mendapatkan hasil yang cepat biasanya mengabaikan proses dan cenderung hanya tertarik untuk mendapatkan keuntungan sesaat. Jangan percayai orang-orang yang berorientasi jangka pendek, karena biasanya hal itu hanyalah sukses sementara.
- Fokuslah pada kekuatan yang kita miliki. Banyak orang mencari bisnis apa yang paling cocok untuk memberikan kesejahteraan bagi hidupnya, namun setelah menemukannya, orang tersebut justru melompat pada kekuatan-kekuatan lain yang dianggapnya lebih baik dibandingkan apa yang sudah dimilikinya. Padahal, hal lain itu belum tentu merupakan kekuatan yang sesungguhnya.
- Meski kesalahan dapat dijadikan acuan untuk memperbaiki diri dan mendorong sukses, hanya keledai yang melakukan kesalahan sama lebih dari satu kali. Karenanya, berusahalah untuk tidak mengulangi kesalahan fatal yang pernah dilakukan.
Dari Buku: Wirausaha Muda Mandiri Part 2: Kisah Inspiratif Anak-anak Muda Menemukan Masa Depan dari Hal-hal yang Diabaikan Banyak Orang. Oleh: Rhenald Kasali Penerbit: Gramedia.
No comments:
Post a Comment