Friday, July 6, 2012

Gigin Mardiansyah, Pemilik CV D'create: Eloknya Bisnis Boneka Rumput

Dalam ilmu psikologi, boneka adalah salah satu alat yang biasa dipakai dalam bermain peran untuk membantu perkembangan social dan imajinasi anak. Namun, di tangan seorang sarjana hortikultura, boneka juga bisa berperan sebagai media edukasi untuk menunjukkan pertumbuhan tanaman pada anak-anak.



LOMPATAN BESAR DIMULAI dari satu langkah kecil. Tidak ada kesuksesan yang didapat secara instan atau semulus jalan tol. Kalaupun ada, hanya mereka yang sangat beruntung yang berhasil mendapatkannya. Bagi sebagian besar orang, sukses adalah keberhasilan yang didapat dari sebuah proses panjang yang memerlukan kerja keras, semangat, Serta cucuran keringat. Begitu pula yang terjadi pada Gigin Mardiansyah. Di usia 26 tahun, Gigin berhasil membuktikan bahwa kesuksesan bisa menjadi milik siapa saja.

Gigin memilih boneka Horta–boneka yang sekaligus berfungsi sebagai media tumbuhnya tanaman–sebagai ladang usaha. Terbukti, pria kelahiran Purwakarta, 1984, ini memiliki insting bisnis yang cukup tajam. Ketika orang lain menganggap bisnisnya mandek, ia malah tertantang untuk mengembangkannya lebih jauh. Pada akhirnya, ia membuktikan keyakinannya dengan hasil nyata. Boneka Horta laris manis berkat inovasi dan pemasaran yang masuk ke semua lini, termasuk dunia maya.

Kini Gigin memiliki tim produksi sejumlah 40 orang, tim pemasaran sebanyak 8 orang, dan lebih dari 100 agen yang tersebar di seluruh Indonesia. Diversifikasi usaha dilakukannya dengan mengembangkan produk kreatif berupa tas, yang pemasarannya dilakukan dengan menggandeng salah satu hypermarket terbesar di Indonesia. Gigin juga mewujudkan idealismenya dengan mendirikan lembaga pendidikan bagi warga kurang mampu dan lembaga keuangan mikro syariah, yang memberikan pinjaman modal bagi pengusaha mikro seperti dirinya dulu.



Jeli menangkap keinginan pasar. Ketika tinggal di asrama, Gigin mencari tahu apa yang menjadi kebutuhan para penghuni, kemudian memutuskan menjual donat dan rokok.





MENEMUKAN MOMEN SUKSES

Dunia usaha bukan hal bare bagi Gigin. Maklum, ia tinggal di lingkungan orang-orang kreatif dan senang berjualan. Lingkungan tempat tinggalnya merupakan sentry pembuatan dan pemasaran peuyeum (tape singkong), pembuatan wayang golek, dan keramik di Purwakarta, tepatnya di daerah Bendel, Sukatani.

Jiwa wirausahanya sudah terasah sejak duduk di kelas 2 SD. Saat itu, Gigin kecil sudah belajar mencari uang sendiri. Di saat anak-anak lain asyik bermain, ia membantu ibu dan neneknya membuat es lilin untuk dijual di warung-warung tetangga. Tidak hanya itu, sepulang mengaji, sekitar pukul 19.00, Gigin dan teman-teman sepermainannya menjadi pedagang asongan air mineral dan wayang golek. la menjajakan dagangannya kepada bus-bus pariwisata yang singgah untuk membeli oleh-oleh di kampungnya. "Untuk setiap botol air mineral yang berhasil dijual, saya mendapat keuntungan Rp100, sedangkan untuk satu buah wayang golek, keuntungan yang saya terima Rp500," kenang Gigin.

Kegiatan membuat es lilin dan berjualan ia lanjutkan hingga tamat dari sekolah Menengah Pertama. Meski harus membagi waktu antara sekolah dan berjualan, prestasi Gigin tak pernah mengecewakan, bahkan ia termasuk murid yang cerdas. Terbukti, di SMU ia mendapat beasiswa penuh dari pemerintah provinsi Jawa Barat. Sejak SMU ia sudah tinggal terpisah dari keluarga. la mesti tinggal di asrama di daerah Cisarua, Bandung. Untuk menambah uang saku, ia berjualan jajanan pasar pada teman-teman di sekolah.

"Masa remaja saya praktis dihabiskan untuk sekolah dan mencari uang," kata Gigin. Perjuangannya tidak sia-sia. Karena pada tahun 2002, ia berhasil masuk IPB lewatjalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) jalur masuk kuliah tanpa tes yang diselenggarakan IPB pada program studi Hortikultura. "Dengan berbekal semangat dan rezeki dari ibu yang bekerja sebagai TKW di Arab Saudi, saya kuliah di IPB," ujarnya,



BIODATA

GIGIN MARDIANSYAH

Purwakarta, 23 Maret 1984

Pendidikan

S1 Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, Bogor

S2 Manajemen, Universitas Ibnu Khaldun, Bogor

Nama Usaha

CV D’create

Website: http://bonekahorta.blogspot.corn ; http://heejoubag.blogspot.com

Alamat: A Babakan Tengah No. 12, Darmaga, Bogor

Penghargaan

2005 Penyaji Terbaik Program Kreativitas Mahasiswa Pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional XVIII di Padang

2007 Best Inovatifldea, Inovatif Entrepreneur Challenge Tingkat Nasional, ITB, Bandung

2007 Finalis Nasional Wirausaha Muda Mandiri

2008 Finalis Lomba Wirausaha Muda Berprestasi MENPORA

2010 Pemuda Andalan Nusantara 2010, MENPORA Gigin Mardiansyah



Jiwa usaha Gigin kian terasah di bangku kuliah, "Kebutuhan sebagai mahasiswa semakin besar, sedangkan kiriman dari orangtua sangat minim, sehingga sejak masuk IPB, saya sudah mulai berpikir untuk berjualan apa saja. Yang penting halal dan menguntungkan," ucapnya,

Di mana ada niat, di situ pasti ada jalan. Ungkapan ini berlaku bagi Gigin. Peluang mendapatkan uang muncul dari teman satu kamar yang kedanduan rokok, sementara warung di sekitar asrama tidak menyediakan rokok. Seakan memenuhi kebutuhan pasar, ia pun memutuskan berjualan rokok dan donat.

"Dua hal itu, rokok dan makanan ringan, merupakan peluang yang cukup baik saat tinggal di asrama," katanya. Untuk donat, ia ambil dari pemasok. Dari satu kotak yang dikirim berisi 12 buah donat, 2 buah di antaranya merupakan keuntungan untuk dirinya. "Walaupun tidak setiap hari donat saya terjual habis, tapi saya bersyukur masih bisa makan donat setiap hari minimal 2 buah. Yah, hitung-hitung penghematan," ujarnya.

Ketika tidak lagi tinggal di asrama, Gigin kembali memutar otak, mencari jalan untuk berjualan. Kesempatan itu datang ketika ia tahu bahwa salah satu teman di kelasnya berasal dari Pekalongan dan merupakan juragan batik di daerahnya. Gigin pun bekerja sama dengan temannya untuk berjualan batik di kampus. Tak hanya batik, Gigin pun berjualan tanaman yang modalnya ia peroleh dari teman kongsinya itu.



Ulet, Meski pada awalnya penjualan boneka Horta mandek, Gigin tetap mencari jalan keluarnya, Terbukti, keuletan Gigin mendatangkan hasil menggembirakan.



Setiap pengusaha memiliki momen sukses, dan momen sukses Gigin terjadi pada 2004. Saat itu, sernua mahasiswa ditugaskan untuk membentuk kelompok dan membuat ide usaha untuk diajukan ke Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI) melalui kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa. "Kelompok saya terdiri dari Imam, Asep, Rachmatullah, Nurheidi, Nisa, dan Agustina," katanya. Dosen pembimbing mereka kala itu adalah Ibu Dr. Ni Made Armini Wiendi. Dosen inilah yang memberikan ide untuk membuat mainan edukasi yang bisa mengenalkan dunia pertanian, yaitu boneka Horta (singkatan dari Hortikultura). Pada awal penelitian, mereka juga mendapat bimbingan dari Ibu Sinto Ardi dan kawan-kawannya.

Singkat kata, usaha tim Gigin berhasil menarik perhalian DIKTI, Guliran dana sebesar Rp4,75 juta pun lantas digunakan untuk melakukan penelitian dan pengembangan agar boneka yang dibuat bisa benar-benar menumbuhkan tanaman di bagian kepalanya. Penelitian yang dilakukan meliputi komposisi media tanam atau media boneka, jenis tanaman yang paling cocok untuk boneka, hingga bentuk bonekanya. Butuh waktu 4 bulan bagi Gigin dan timnya untuk melakukan penelitian dan pengembangan hingga akhirnya mendapatkan hasil yang memuaskan.

"Beberapa media tanam pernah kami coba, seperti tanah, cocopeot, sabut kelapa, sekam padi, sampai akhirnya menemukan media yang tepat, baik ketersediaan maupun nilai ekonomisnya, yaitu serbuk kayu. Serbuk ini merupakan limbah industri penggergajian kayu," cerita Gigin.

Kendala lain yang harus dipecahkan adalah menemukan tanaman yang tepat agar bisa tumbuh di kepala boneka. Setelah menguji berbagai tanaman, dari tanaman pangan hingga tanaman hias, akhirnya ditemukan bahwa tanaman yang bisa tumbuh adalah rumput.



Inovatif, Supaya pembeli tidak bosan, Gigin berinovasi dengan mengubah kemasan fisik boneka Horta menjadi berbagai bentuk binatang lucu.

SEMUA DARI NOL

Pada 2005, DIKTI menyelenggarakan Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-18 di Universitas Andalas Padang. Di ajang ini, boneka Horta berhasil meraih juara. Kemenangan ini menjadi suntikan semangat bagi Gigin untuk terus mengembangkan boneka Horta. Di seta-seta jadwal kuliahnya yang padat, Gigin dan teman-temannya membuat boneka. "Biasanya kami lakukan usai pulang kuliah, dari sore hingga malam hari," katanya.

Persoalan boneka telah selesai, tantangan berikut adalah pemasarannya: produk banyak, tapi pasarnya terbatas. Perlu usaha lebih keras untuk memasarkan produk dengan inovasi baru ini. Target utama pemasaran boneka Horta ini sebenarnya adalah anak-anak usia TK dan SD. Namun, setelah beberapa kali mengirimkan proposal ke sejumlah TK dan SD di Bogor, hasilnya nihil. Akhirnya, target pemasaran diubah. Sasarannya bukan lagi anak-anak usia TK dan SD, melainkan mahasiswa yang secara pengetahuan dianggap jauh lebih mengerti mengenai produk-produk dengan inovasi baru.

Uji pasar pertama dilakukan di kampus sendiri, tepatnya di Koridor Fakultas Pertanian IPB dengan cara menggelar tikar. Cara tersebut lumayan efektif dan 5-10 boneka berhasil terjual pada hari pertama. Selanjutnya mereka pasarkan secara door to door, dari satu mahasiswa ke mahasiswa lainnya. Berbagai bazaar dan pameran pun diikuti, juga dengan menawarkan boneka horta ke beberapa kios kecil di sekitar kampus IPB-Darmaga, demi mendongkrak angka penjualan.

Baru mulai sedikit dapat bernapas karena penjualan merangkak naik, tantangan berikut datang lagi. Kali ini persoalan produksi. Beberapa teman seperjuangan Gigin lulus dari IPB dan mencari pekerjaan di tempat lain. Secara tidak langsung, hal ini sangat memengaruhi proses produksi, karena mereka tidak lagi terlibat dalam pengelolaan boneka Horta. "Upaya memberdayakan adikadik kelas di IPB untuk membantu proses produksi kurang berhasil, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas," kata Gigin. "Jadilah saya hanya bisa meminta bantuan para lulusan yang sedang menunggu jadwal wisuda serta menunggu panggilan dari perusahaan-perusahaan yang mereka lamar."

Pada 2007, giliran Gigin dan dua temannya lulus dari IPB. la lulus dengan prestasi terbaik pada Organisasi Kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Agronomi dan Hortikultura IPB. Ketika dua orang teman lainnya memilih menjadi pegawai dan bekerja di perusahaan lain, Gigin tetap memilih menekuni bisnis boneka Horta. Padahal, banyak tawaran bekerja dari perusahaan-perusahaan besar yang datang kepadanya, namun tak satu pun yang ia tanggapi.

"Saya selalu teringat akan janji pada diri sendiri ketika ibu saya berangkat ke Arab Saudi untuk mencari nafkah. Waktu itu, saya bertekad ingin membuka lapangan pekerjaan yang bisa menampung banyak ibu rumah tangga, supaya tak ada lagi orangtua yang terpaksa meninggalkan anaknya ke negeri orang karena harus bekerja," ujar Gigin sendu. Sekilas kenangan akan kesedihan ditinggal sang bunda yang menjadi breadwinner, karena kedua orangtuanya telah bercerai, terbayang kembali.



Kreatif. ketika jalur Dpemasaran konvensional menemukan hambatan, Gigin memanfaatkan dunia maya untuk memasarkan boneka Horta.



Saat itu, banyak orang meragukan bahwa usaha boneka Horta ini dapat berkembang, namun Gigin tetap teguh pada pilihannya. Keraguan mereka justru menjadi cambuk dan penyemangat bagi Gigin untuk benar-benar serius menggeluti usaha ini.

Dengan sisa uang modal seadanya, ia mencoba membangun bisnis lebih serius dengan mempromosikan boneka Horta melalui kegiatan perlombaan bisnis tingkat nasional. Pada tahun itu, boneka Horta diikutkan dalam ajang Innovative Entrepreneur Challenge tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB). Pada tahun yang sama, ia juga mengikuti ajang Bisnis Plan Pemuda yang diselenggarakan oleh KEMENEGPORA dalam lomba Wirausaha Muda Mandiri.

"Alhamdulillah, walaupun tidak pernah keluar sebagai juara pada lomba­lomba tersebut, tapi tujuan saya tercapai dengan sangat baik, yaitu memper­kenalkan boneka Horta ke tingkat yang lebih luas," ucap Gigin. Setelah mendapatkan promosi gratis melalui lomba dan liputan oleh beberapa media, baik cetak maupun eiektronik, akhirnya Gigin memutuskan untuk menyewa sebuah kios kecil di sekitar kampus IPB Dermaga. Berawal dari kios ber­ukuran 4 x 2 m dengan uang sewa hanya Rp2,5 juta per tahun, usaha ini mulai berkembang.

Untuk mengatasi jumlah permintaan saat itu, Gigin memutuskan untuk Gigin Mardiansyah Eloknya Bisnis Boneka Rumput memberdayakan ibu-ibu rumah tangga di Ciomas. Setelah masalah bisa diatasi, berikutnya Gigin kembali membuat upaya sosialisasi boneka Horta di beberapa pameran dan berkenalan dengan pemasaran melalui internet. Meski saat itu hanya nebeng di Blogspot, namun hasilnya cukup menggembi­rakan. Permintaan terus mengalir melalui internet, begitu pun jumlah pengun­jung kios kecilnya di Bogor setiap hari.

Dalam bisnis kreatif seperti ini, tentu saja dituntut untuk terus melaku­kan inovasi agar konsumen selalu tertarik. Inovasi yang dilakukan adalah den­gan meng-upgrade bentuknya, bukan hanya boneka kepala dengan bahan dari bahan cup es krim. Pada 2007, Gigin berhasil membuat boneka Horta dengan bentuk yang berbeda, lalu dikembangkan lagi dengan memberi tambahan variasi maupun aksesori. Kini, boneka Horta tampil dengan beragam rupa. Ada yang berbentuk kura-kura, babi, sapi, dan panda.

"Metode saya sederhana saja, learning by doing," kata Gigin. Cara itu ternyata berhasil memperkenalkan dan mengembangkan boneka Horta ke seluruh Indonesia. Saat ini Gigin memiliki 40 tenaga kerja yang terdiri dari ibu-ibu rumah tangga, remaja putus sekolah, dan kepala keluarga yang tidak memiliki penghasilan tetap setiap harinya. Angka nol yang dimulai Gigin telah berubah menjadi tak ternilai.



DIVERSIFIKASI USAHA

Sukses mengembangkan bisnis boneka Horta, Gigin melebarkan sayap bis­nisnya ke jenis usaha lain yang masih sejalan dengan bisnis utamanya. Masih sep­utar produk kerajinan, yaitu membuat tas unik dan lucu yang terbuat dari bahan jin, korduroy, wol, dan kanvas. Berbekal pengalaman menangani bisnis bonekan­ya, Gigin menerapkan strategi serupa pada bisnis tas Heejou ini. Berbeda dengan bisnis sebelumnya, kali ini bisnis tasnya tidak terlalu mengalami kesulitan dalam hat pemasaran. "Untuk model tas, kami selalu melihat potensi pasar dan terus belajar dari proses pengembangan boneka Horta," kata Gigin.



"Tidak ada keterlibatan keluarga dan saya memang mengusahakan agar tidak ada saudara/keluarga yang terlibat dalam usaha saya. Kalau ada keluarga/saudara yang terlibat dalam usaha, saya yakin ikatan emosional pasti akan sangat berpengaruh pada setiap pengambilan keputusan, jadi bukan berdasarkan profesionalitas lagi.”



Gigin membuka kios di Botani Square Bogor dan Mal Pejaten Village. Cara lain yang ditempuh adalah rajin mengikuti pameran dan bazar. "Saya juga tetap melakukan penjualan melalui internet, sehingga jangkauan pemasaran semakin luas. Bahkan sampai Aceh dan Palembang, Saya pun bekerja sama dengan Carrefour untuk pemasaran."

Sambil menjalani bisnis boneka Horta, Gigin belajar mengenai lembaga keuangan dan pendidikan. Dengan tujuan membantu pengusaha mikro dengan sistem bagi hasil, Gigin dan seorang rekan mendirikan Lembaga Keuangan Mikro Syari'ah atau Koperasi Baitul Maal Wat-tamwil (KBMT) El Umma, yang lokasinya tidak terlalu jauh dari kampus IPB Darmaga. Modal awal sebesar Rp2 juta ia putarkan untuk memberi bantuan modal bagi pedagang kecil dan perajin golok di daerah Ciampea, Bogor.

Koperasi yang dikelola Gigin awalnya tidak berjalan mulus. Beberapa kali uang yang diberikan untuk modal usaha kepada pedagang-pedagang kecil tersebut tidak kembali. Tak putus asa, Gigin terus belajar dan belajar untuk mencari tahu mengapa bisnisnya tidak berjalan seperti yang diharapkan. "Seiring berjalannya waktu, kami mulai bisa mengenal beberapa karakter orang dan membefakan mana orang yang bisa diberikan modal pembiayaan dan mana yang tidak," ucapnya.

Setelah berjalan kurang lebih dua tahun, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KBMT semakin tinggi. Sampai-sampai PT Permodalan BMT mengucurkan modal tambahan hingga Rp200 juta. Saat ini, anggota KBMT mencapai 600 orang dan total asetnya mencapai Rp1,2 miliar. "Dalam waktu dekat, kami akan segera memiliki bangunan sendiri, sehingga tidak perlu lagi menyewa kantor dari orang lain," ucapnya bangga.

Pada 2007, Gigin mendirikan lembaga pendidikan dengan membuka Taman Kanak-Kanak. Jumlah murid yang mendaftar waktu itu baru 19 orang. Seiring waktu, lembaga pendidikan ini mengalami perkembangan membahagiakan. Selain jumlah muridnya bertambah, Gigin juga mendirikan Sekolah Dasar untuk masyarakat kurang mampu. "Untuk tim pengajar, saya minta tolong teman-teman yang baru lulus dari IPB. Alhamdulillah mereka bersedia bersama-sama membangun yayasan ini, meski hanya dibayar Rp500 ribu," katanya.

Gigin yakin apa yang dia dan teman-temannya perjuangkan akan memberikan hasil yang baik di masa depan. "Keinginan saya sederhana, hanya ingin membuat hidup saya bermanfaat untuk orang lain," kata pria yang tak pernah mengirimkan satu Surat lamaran pun ke perusahaan ini.

Kini, apa yang menjadi cita-citanya sejak kecil telah terwujud. Niatnya untuk membuka lapangan kerja terealisasi. "Kalau dulu saya mendengarkan saran orang lain untuk menjadi karyawan, tentu saya tidak bisa seperti sekarang ini," katanya.

Apa yang telah didapatnya tak lantas membuatnya berpuas diri dan berhenti berinovasi. Masih banyak mimpi yang ingin ia wujudkan, dan masih banyak lagi manfaat yang ingin ia berikan untuk masyarakat. Boneka yang sepertinya sepele, memberinya jalan untuk membukakan lapangan pekerjaan bagi banyak orang. Sesuai dengan tekad Gigin sejak kecil.



Hukum Wirausaha #2

Bisnis Adalah Creating Value,

Bukan Melulu Creating Product



"Berbisnis tidak harus selolu dimulai dengan membuat produk. Kira dapat rnemulai bisnis dengan menciptakan nilai, yaitu membuat pasar menghendaki kita. "

— Rhenald Kasali



BERAWAL DART KESEDIHAN karena ibunya harus bekerja di luar negeri demi menghidupi dirinya, Gigin menciptakan boneka sederhana yang memberi kesempatan bekerja bagi ibu-ibu di sekitar rumahnya. Harapannya sederhana, tidak ada lagi ibu-ibu yang jauh dari keluarganya untuk mencari nafkah.

Meski usaha ini telah membuahkan hasil yang menggembirakan, bisnis tidak pernah berhenti di satu titik, tetapi terus bergerak clinamis sehingga Anda harus terus memprecliksi masa depan. Dalam kasus Gigin, tampak perhaliannya sempat tersita oleh urusan produksi, termasuk mencari pekerja dan membuat modifikasi produk. Inilah yang disebut sebagai creating product, sehingga fokus perhalian Gigin terpaku cukup lama di sana.

Padahal, beragam apa pun produk yang kita hasilkan, biasanya keuntungan terbesarjustru dinikmati oleh para pedagang, bukan untuk produsen. Mengapa? Pedagang umumnya 'tidak perlu' modal besar, tetapi ia memikirkan penyerahan nilai (delivering the value) kepacla pelanggan akhir.



Berikut ini adalah beberapa tips untuk keluar dari perangkap produksi:



  • Harus berpikir kalau bisnis itu adalah creating value dan bukan creating product. Orang yang memiliki latar belakang sekolah teknik biasanya sering terpaku pada aspek-aspek teknis pembuatan dan formula tertentu, sehingga sering kali beranggapan bahwa bisnis adalah proses membuat produk. Membuat produk memang penting, tetapi ia hanya merupakan sebuah rantai kecil dari keseluruhan penciptaan nilai (the value chain).

  • Gunakan tangan orang lain untuk menciptakan produk. Kalau kita ingin melakukan semuanya, maka kita akan tenggelam dalam proses produksi itu sendiri. Seharusnya seorang entrepreneur lebih berfokus pada penciptaan nilai daripada membuat produk, karena produk bisa dikerjakan oleh banyak orang.

  • Inovasi dalam menciptakan nilai pasar akan bernilai jauh lebih tinggi daripada menciptakan inovasi produk standar. Seperti dalam pengalaman Gigin, yang dilakukan hanyalah membuat bentuk-bentuk baru dari bonekanya. Dia hanya berfokus di produksi. Tetapi ini normal bagi wirausahawan pemula. Setelah memiliki pengalaman bisnis biasanya entrepreneur akan beralih ke tahap creating value.

  • Kalau seseorang menciptakan value, dia akan berpikir bahwa dia tidak akan kesulitan memasarkan produknya. Dia mungkin akan kesulitan mendapatkan bahan baku, tetapi ketersediaan bahan baku akan mengikuti pasar. Sebaliknya, kalau seseorang hanya berfokus pada creating product, sudah pasti ia mengalami kesulitan untuk mendapatkan pasar karena pasar belum tentu mengikuti produk.

  • Bisnis harus digeluti pada mata rantai nilai, bukan mengikuti mata rantai produk atau produksi. Jika kita hanya fokus pada produksi, maka kita akan kelelahan dan hanya memprioritaskan produksi itu sendiri Serta tidak memikirkan apakah pasar itu bersedia membeli atau tidak.

  • Carilah lokasi yang harganya murah dan mudah dijangkau oleh konsumen. Tetapi ingatlah, lokasi yang mahal hampir tidak penting lagi karena sekarang masyarakat sudah terhubung dengan teknologi informasi. Setiap saat orang dapat menelepon dan menggunakan internet dengan mudah. Akses menjadi lebih penting daripada lokasi fisik.

  • Jika berorientasi pada pasar, kita akan memikirkan pasar lebih dahulu, baru kemudian memikirkan produksi, sehingga produk kita didasarkan pada keinginan pasar, bukannya berdasarkan kemampuan produksi. Konsekuensinya, ilmu teknis yang kita miliki belum tentu bermanfaat secara langsung. Namun dalam jangka panjang ilmu teknis akan sangat mendukung.



Dari Buku: Wirausaha Muda Mandiri Part 2: Kisah Inspiratif Anak-anak Muda Menemukan Masa Depan dari Hal-hal yang Diabaikan Banyak Orang. Oleh: Rhenald Kasali Penerbit: Gramedia.

3 comments:

syahril said...

saya membutuhkan alamat dan kontak person gigin mardiansyah... mhn bantuannya.

sobrowiputra.com said...

BONEKA HORTA INI YANG AWALNYA HANYA DIBUAT KREASI,SEKARANG MENJADI PELUANG BISNIS BAGI PEMUDA YANG MAU BELAJAR BERWIRAUSAHA.

wirasmada said...

maaf, kami tidak tau, kami hanya copas artikel tsb. mgkn bisa disearch di Google