Daerah menyimpan rahasia sukses bagi yang jeli melihat peluang. Ketika orang ramai menyerbu kota, Dobbi memulai dari daerah yang tingkat persaingannya masih rendah. Di Jogja, Irawan membidani Dobbi hingga meluncur ke berbagai daerah.
Semua orang mempunyai kesempatan yang sama untuk hidup lebih baik. Tinggal kita mau menjalani atau tidak, kata Irawan Kusumo Winarto. Kata-kata Irawan itu bukan isapan jempol semata. Wirausahawan muda bisnis franchise Kediri, Jawa Timur, 19 Februari 1976 ini sudah membuktikan melalui perjalanan usaha Dobbi.
Dari kota pelajar, Jogjakarta, Irawan membangun resto Dobbi menjadi sebuah resto cepat saji hingga memiliki 45 gerai yang tersebar di berbgai daerah termasuk Jakarta. Hebatnya, 43 outlet dimiliki oleh franchiseenya. Sebuah prestasi yang luar biasa untuk bisnis yang memulai dari daerah.
Sebelum bergerak di usaha resto cepat saji di bawah bendera PT Dobbi Mulia Sejahtera, Irawan sudah mulai berbisnis rumah pemotongan ayam pada 1998. Kemudian, Irawan mengembangkannya ke chicken processing pada 2002. Bahkan, bisnis Irawan juga tidak hanya bergerak di restoran, tapi juga ke hotel.
Tapi, asal tahu saja, resto cepat saji dengan merek Dobbi tidak dimulai dengan start yang memadai. Artinya, dari sebuah proses panjang dari bawah. Tahun 2000, tutur Irawan, dia melihat banyaknya sisa ayam dari proses pemotongan yang tidak digunakan alias disia-siakan. “Kemudian dari situ ada ide untuk menyajikan menu dari makanan ayam goreng,” katanya menjelaskan.
Bisnis ayam goreng pun dimulai. Irawan tidak melakukannya dengan membuat gerai. Justru konsep dagangnya adalah mendekati konsumen. Yaitu dijual dengan keliling menggunakan gerobak. “Awalnya dijual dengan keliling gerobak, kemudian berkembang menjadi restaurant,” katanya menjelaskan cikal bakal resto cepat saji Dobbi.
Dobbi, bukanlah merek pertama yang digunakan untuk resto cepat saji. Irawan menggunakan merek Samirono Fried Chiken yang diambil dari nama tempat di Jogja. Awalnya menggunakan Merek samirono Fried Chicken (MS Group) Karena lokasinya berdekatan dengan Wilayah Samirono, kemudian berubah menjadi Dobbi Burger dan Fried Chicken dengan slogan Dobel Jempol lezatnya,” tutur Irawan.
Resto dipilih sebagai unit usaha dari sebelumnya dagang keliling menurut Irawan karena ingin memaksimalkan pendapatan usaha sekaligus membuka lapangan kerja. Keunikan dari resto ini adalah citarasa yang khas tanpa menambahkan MSG serta pengolahannya dengan bumbu rempah-rempah pilihan. Usaha resto pertama kali dibuka di Condong Catur Sleman, Yogyakarta, dengan team yang hanya terdiri dari 5 orang saja.
Bagi Irawan, daerah seperti Jogja sebenarnya memiliki potensi yang besar bagi usaha resto ayam goreng. Sebab, dilihat dari usaha ini, sudah banyak yang digeluti masyarakat. Tetapi, mereka tidak melakukannya dengan konsep yang baik. “Kami melihat peluang di daerah lebih terbuka sebab banyak sekali penjual ayam goreng yang ada tapi belum terkonsep, ini membuat kami yakin dengan konsep yang baik di daerah pasarnya sangat terbuka,” tukasnya.
Kini, usaha resto Dobbi sudah bisa merambah daerah luar Jawa. Merek ini bahkan sudah sampai ke Kalimantan dan Sulawesi. Ke depan, Irawan punya konsentrasi untuk mengembangkannya ke wilayah Sumatera dan Irian Jaya atau Papua.
Seperti usaha pada umumnya, Dobbi tidak besar begitu saja. Kendala yang dihadapi diantaranya, kesulitan standarisasi produk contoh adanya ayam sisa. Setelah produk, kendala lain berada di SDM. Lalu, system dan kinerja yang harus mendukung upaya branding Dobbi.
Kendala itu, bagi Irawan tidak bisa dihindari dan dijadikan sebagai sebuah proses perjalan Dobbi. “Dengan banyak belajar, membaca, mendengar & melakukan kami berusaha mengatasi kendala tersebut. Untuk masalah sisa ayam hal ini membuat timbulnya ide untuk menjadikan ayam goreng menjadi Dobbi Burger & Fried Chicken,” katanya.
Irawan Kusumo Winarto menjadi orang di balik sukses perjalana Dobbi. Dia sangat beruntung, usaha yang dimulai dari bawah ini disokong penuh oleh keluarga. Dia pun berterima kasih kepada dua pendiri lainnya, yaitu Sigit Wahyudi & Rio Prambudi dan back up Team Dobbi awal yang terdiri dari 5 Orang. “mereka ini menjalankan manajemen Dobbi dari awal dengan kejujuran, Berani Mencoba & Bertanggung Jawab,” katanya lagi.
Seperti usaha pada umumnya, kendala luar banyak meyertai perjalanan bisnis ini. Misalnya, isu flu burung sempat juga membuat konsumen menahan diri untuk mengkonsumsi ayam. Namun, kendala ini tidak bersifat abadi.
Namun sesungguhnya, kata Irawan, restoram, seperti apapun kondisinya adalah jenis usaha yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena menyediakan kebutuhan pokok. Dengan harga yang terjangkau bagi konsumen dan bahan baku yang berasal dari lokal, Dobbi mampu bersaing dengan merek-merek ternama di Indonesia.
Kini, Dobbi sudah memiliki 43 gerai yang tersebar di berbagai daerah. Irawan sadar, bahwa usaha yang diwaralabakan sejak 2005 ini memiliki ketergantungan pada komitmen investornya (franchisee). Karena itu, sedari awal dia sangat selektif memilih calon franchiseenya. “Kita harus memilih calon pembeli Franchise secara selektif artinya orang yang akan membeli franchise diharuskan ikut memantau outletnya. Serta yang tidak kalah penting pemilihan daerah-daerah potensial, kalau kita yakin di daerah bisa sukses kenapa harus bertahan di kota besar, yang mana di daerah ceruk pasarnya masih terbuka lebar dimana kompetitor jarang bermain di sini,” ungkapnya.
Dengan cabang yang sudah cukup banyak, Irawan dengan rendah hati menjelaskan bahwa sukses tidak berhenti saat ini. Baginya, Dobbi masih punya peluang untuk sukses lebih jauh. Namun, dia bersyukur, perkembangan Dobbi hingga saat ini masih terus menanjak naik untuk mencapai sukses yang lebih besar.
(Zaziri)
sumber:http://www.majalahfranchise.com/?link=franchise_utama&id=65
No comments:
Post a Comment