Mimpi, menumbuhkan tujuan,
dan semangat hidup Merry Riana
(31). Dengan mimpi, semangat,
dan kerja keras, ia menjadi
miliarder di usia muda.
Saat usianya menginjak 20 tahun, Merry
punya mimpi. Dia ingin sebelum berusia 30 tahun sudah mendapatkan
“kebebasan” finansial.
Mimpi itu terwujud. Hanya setahun setelah dia bekerja, tepatnya di usia 23
tahun, Merry sudah berpenghasilan 220.000 dollar
Singapura. Kira-kira sekitar Rp 1,5 miliar
dengan nilai tukar saat ini. Setahun berikutnya,
yaltu pada tahun 2004,dia mendirikan perusahaan Merry Riana Organization
(MRO). Dua tahun berikutnya di usia 26 tahun, penghasilan totalnya
mencapai 1 juta dollar Singapura —sekitar Rp 7 miliar.
Popularitas Merry melesat. Dia banyak diberitakan media massa di
Singapura sebagai miliarder di usia muda. Lho,
Singapura?
Meski lahir di Jakarta dan orangtua yang warga
Indonesia, Merry mengawali karier sebagai konsultan keuangan,
pengusaha, dan menjadi motivator di Singapura. Sejak
lulus SMA, anak pertama dari tiga bersaudara ini
“mengungsi” ke Negeri Singa.
Ketika bertemu di Central Park, Jakarta,
Minggu (10/7), beberapa jam sebelum kembali ke Singapura, Merry
bercerita sambil mengingat kembali perjalanan hidupnya. Pekan lalu,
selama tiga hari, Merry ada di Indonesia untuk menjadi pembicara atas
undangan sebuah perusahaan di Semarang, Jawa Tengah.
“Ya, sudah lama juga saya di Singapura. Meski rencana kembali ke
Indonesia belum terlaksana, setidaknya pada
tahun ini saya lebih sering datang ke Indonesia karena lebih banyak
kegiatan yang dilaksanakan di sini,” kata Merry.
Kerusuhan 1998
Perjalanan hidup Merry di Singapura berawal ketika terjadi kerusuhan besar
di Jakarta tahun 1998. Cita-cita untuk kuliah di
Jurusan Teknik Elektro Universitas Trisakti
buyar karena kejadian tersebut. Orangtua
Merry kemudian memutuskan mengirimkan
putrinya ke Singapura dengan alasan keselamatan.
“Waktu itu rasanya seperti ada dalam film perang. Saya di
minta pergi agar saya selamat,” kata Merry merasakan kesedihan yang terjadi
13 tahun lalu.
Tanpa persiapan yang memadai untuk kuliah di luar negeri,
Merry sempat gagal dalam tes bahasa Inggris di Nanyang
Technological University. Tanpa persiapan bekal dana yang memadai pula,
Merry meminjam dana dari Pemerintah Singapura.
Tak hanya untuk biaya kuliah, tetapi juga
untuk hidup sehari-hari. “Utang saya totalnya 40.000 dollar Singapura,”
kata Merry.
Dengan uang saku hanya 10 dolar per minggu, hidupnya harus
superhemat. Untuk makan, misalnya, Merry lebih sering makan
roti atau mi instan atau bahkan berpuasa.
Ketika menyadari hidupnya tak berubah
meski sudah memasuki tahun kedua kuliah,
Merry mulai membangun mimpi. “Saya
membuat resolusi ketika ulang tahun ke-20.
Saya harus punya kebebasan finansial sebelum usia 30. Dengan kata lain,
harus jadi orang sukses. The lowest point in my life
membuat saya ingin mewujudkan mimpi tersebut,” ujar Merry
Meski sudah ada mimpi dan didukung
semangat, Merry belum menentukan cara
mewujudkannya. Pikirannya baru terbuka
setelah magang di perusahaan produsen semikonduktor.
Dari pengalaman ini, Merry melakukan hitung-hitungan,
seandainya dia menjadi karyawan perusahaan seusai kuliah.
“Dari perhitungan tersebut, ternyata saya baru bisa melunasi utang dalam
waktu 10 tahun, tanpa tabungan. Kalau begitu caranya, mimpi saya
tak akan terwujud,” kata Merry yang akhirnya memutuskan memilih jalan
berwirausaha untuk mencapai mimpinya.
Karena tak punya latar belakang pendidikan dan pengalaman bisnis, Merry
mengumpulkan informasi dengan mengikuti
berbagai seminar dan melibatkan diri dalam
organisasi kemahasiswaan yang berhubungan dengan dunia bisnis. Merry juga
mencoba praktik dengan terjun ke multi level marketing meski akhirnya rugi
200 dollar.
Merry bahkan pernah kehilangan 10.000
dollar ketika memutar uangnya di bisnis
saham. Mentalnya sempat jatuh meski dalam kondisi tersebut masih bisa
menyelesaikan kuliah.
Tamat kuliah, barulah Merry mempersiapkan diri dengan
matang. Belajar dari pengalaman para pengusaha sukses, dia memulai dari
sektor penjualan di bidang jasa keuangan. Kerja kerasnya menjual berbagai
produk keuangan, seperti tabungan, asuransi, dan kartu kredit, hingga 14
jam sehari mulai membuahkan hasil. Dalam waktu
enam bulan setelah bekerja, Merry bisa melunasi utang pada Pemerintah
Singapura. Tunai!
Kesuksesan lain pun datang. Karena kinerjanya, Merry bisa membentuk tim
Sendiri hingga akhirnya mendirikan MRO. Dengan penghasilan total 1 juta
dollar Singapura di usia 26 tahun, ambisi Merry saat berusia 20
tahun terwujud.
Berbagi
Namun, seiring usia yang kian dewasa, menghasilkan uang hingga jutaan
dollar bukan menjadi satu-satunya tujuan hidup Merry. Pengagum Oprah
Winfrey ini lebih menikmati hidup ketika orang lain memperoleh kesuksesan
seperti dia.
Pengalaman meraih sukses dibagikan kepada orang lain dengan
berbagai cara, seperti menjadi pembicara di seminar, perusahaan,
sekolah, serta melalui media seperti jejaring sosial, media massa, dan
menulis buku.
Bersama timnya di MRO, Merry memiliki
program pemberdayaan perempuan dan anak-anak muda. Anggota timnya di
lembaga ini bahkan tergolong muda, berusia 20-30
tahun. “Saya ingin menampung orang muda yang punya ambisi dan semangat
seperti saya,” katanya.
Keinginannya untuk berbagi ini tak hanya dilakukan di Singapura. Pada ulang
Tahunnya ke-30, Merry membuat resolusi baru, yaitu
memberi dampak positif pada satu juta orang di Asia, terutama di tanah
kelahirannya, Indonesia.
TENTANG MERRY RIANA
• Nama: Merry Riana
• Tempat tangga lahir:
Jakarta, 29 Mei 1980.
. Nama suami:
Alva Tjenderasa (31)
• Nama anak:
Alvernia Mary Liu (2,5)
• Pendidikan:
S-1 Teknik Elektro Nanyang Technological
University, Singapura (1998-2002)
• Pekerjaan:
Group Director Merry Riana Organization
• Penghargaan:
- Salah satu pengusaha terbaik di Singapura dari Menteri Perdagangan dan
Perindustnian Singapura (2008)
- Salah satu wanita paling sukses dan inspiratif dari Menteri Kepemudaan
dan Olahraga Singapura (2010)
- Wanita paling inspiratif pada salah satu majalah bulanan Inspirational
Woman Magazine (2011)
- Salah satu eksekutif paling profesional dari penampilan dan keahlian
berkomunikasi dari surat kabar My Paper, Singapura (2010)
- Duta LG Asia, Watson, dan Canon (2010-2011)
CITA-CITA
Seperti MacGyver
Merry, yang sukses di bidang jasa keuangan dan kian sibuk dengan
kegiatannya menjadi motivator, pernah punya cita-cita lain. Sewaktu kecil,
anak sulung dari Suanto Sosrosaputro (62) dan Lynda Sanian (62) ini pernah
punya keinginan untuk menjadi seperti sang ayah yang seorang insinyur
elektro. “Waktu kecil, kalau ditanya maujadi apa,
saya selalu jawab ingin seperti papa. Saya senang melihat papa mengutak-
atik peralatan elektronik, seperti Mac Gyver,” kata Merry.
Cita-cita ini bahkan melekat hingga lulus SMA. Merry kuliah di Jurusan
Teknik Elektro Nanyang Technological University seteläh sebelumnya bercita-
cita kuliah dengan jurusan yang sama di Universitas Trisakti
Namun, perjalanan hidup Merry berubah. Meski bisa meraih gelar insinyur
dalam waktu empat tahun, ilmu elektro yang dikuasainya tak terpakai dalam
kariernya. “Paling-paling dipakai di rumah. Kalau
TV atau kulkas rusak, saya masih bisa memperbaiki, hehehe. Tetapi, bukan
berarti kuliah saya tak berguna. Semua proses
yang saya jalani selama kuliah, telah membawa saya menjadi seperti sekarang
ini,” kata Merry. (IYA)
OLEH: YULIA SAPTHIANI
Sumber: Harian Kompas cetak, Minggu, 17 Juli 2011
No comments:
Post a Comment