Jakarta - Sepak terjang pasangan
suami istri (Pasutri) asal Malang,
Hery dan Retno patut menjadi
inspirasi bagi pasangan lainnya.
Pasutri ini sukses menjalankan
bisnis, pengolahan sampah kayu,
mungkin bagi banyak orang benda
tersebut tak bernilai.
Hery dan Retno merupakan pasutri
asal Malang, Jawa Timur yang
mampu memaksimalkan bahan
kayu bekas pabrik mebel dan
furnitur yang tidak terpakai
menjadi desain-desain hiasan kayu
yang unik seperti tempat pensil,
tempat gulungan tisu, boneka kayu
dan gantungan baju. Namun
proses keduanya menjadi
pengusaha dengan omset Rp 30-50
juta/bulan, dilewati dengan kerja
keras.
"Saya memulai bisnis ini tahun
1992 dimulai dari limbah pabrik
kayu perusahaan mebel yang tidak
terpakai. Kemudian kita desain dan
kita pasarkan," ungkap Retno
kepada detikFinance di JCC
Senayan Jakarta, Kamis
(13/12/2012).
Retno menuturkankan ketika
memulai bisnisnya pertama kali,
tidak membutuhkan modal.
Awalnya usahanya pun masih
belum berkembang karena
ketidaktahuan mereka pada produk
kayu yang disukai masyarakat.
"Saya nggak modal karena pakai
limbah pabrik itu dan pengerjaan
kita menggunakan gergaji pabrik di
Malang. Dahulu kita masih
melihat-lihat dan laku di pasaran
tidak. acara pertama Expo
pembangunan di Malang kita
pamerkan produk kita. Dari acara
itu kita mendapat masukan bentuk
produk yang laku dan bermanfaat
dipasaran. Tahun 1992 omset
masih Rp 100.000 itupun jika ada
acara saja," tuturnya.
Dari pengalaman itu, Hery dan
Retno kemudian mengubah desain
pada produk kayu yang dibuatnya.
Tahun 1995, mereka
menambahkan desain buah-
buahan seperti strawberry dan
terus menambah desain pada
tahun yang sama. Selain itu
perluasan pasar kembali dilakukan
walaupun belum masih lingkup
Kota Malang Jawa Timur.
"Lama-lama kita tahu pasarnya,
kemudian kita beli kayu
gelondongan jenis Pinus atas izin
Perhutani dan hasil produksinya
saya titipkan ke toko-toko dan
koperasi. Tahun 1995 kita
memberikan motif strawberry dan
tahun berikutnya kita terus
menambah model," imbuhnya.
Masa puncak bisnisnya terjadi
pada tahun 2003, produk Hery
dan Retno dilirik pasar Malaysia
dan Jamaika. Akhirnya inilah
pengalaman mereka untuk
melakukan ekspor dan hasilnya
negatif. Menurutnya tidak ada
kesepakatan harga dan penipuan
yang dilakukan eksportir membuat
mereka menghentikan ekspor
produknya ke Jamaika dan
Malaysia.
"Tahun 2003 kita merambah pasar
internasional yaitu Jamaika dan
Malaysia ada order sekitar Rp 25
juta dari Jamaika dan Kuala
Lumpur Rp 25 juta. Setelah itu
tidak ada kesepakatan harga dan
kami berhenti. Selain itu saya juga
rugi imateril tenaga kerja. Saya
juga belum siap dan saya pernah
tertipu lewat eksportir di Bali
hingga kami harus menutupi
kekurangan yang ada," katanya.
Sejak saat itu, Heri dan Retno
lebih konsentrasi untuk merambah
pasar domestik. Hasilnya tidak sia-
sia. Saat ini keduanya mampu
meraup omset hingga Rp 30-50
juta per bulan. Harga juga
beragam mulai dari Rp 10.000
hingga jutaan rupiah. Produk yang
dijual seperti tempat pensil,
tempat gulungan tisu, boneka kayu
dan gantungan baju.
"Nggak mahal produk kami dari Rp
10.000 hingga jutaan rupiah itu
untuk desain khusus. Omset
pendapatan per bulan Rp 30 juta.
Musim pameran dan pernikahan
omset saya lebih dan bisa
mencapai Rp 50 juta. Januari nanti
sudah mulai banyak pemesanan.
Rumah saya di Gondosuli Malang
sering dijadikan tempat kunjungan.
Ini kayu pinus dari Malang dan
saya sudah tahu peluang ini baik
ke depan," tutupnya.
Tertarik mengikuti jejaknya ? atau
mau lebih tahu tentang produk
yang unik yang di produksi oleh
Hery dan Retno? Saat ini keduanya
tengah memamerkan produk
kayunya di JCC Senayan Jakarta
tepatnya di Hall B pada acara
CRAFINA 2012 hingga Minggu
(16/12/2012).( Wiji Nurhayat )
sumber: http://m.detik.com/finance/read/2012/12/14/111909/2118464/480/
No comments:
Post a Comment