Wednesday, August 31, 2011

Wasno dulu buruh, sekarang juragan boneka yang punya 50 karyawan

etelah lama bekerja menjadi buruh pabrik pembuat boneka, Wasno banting setir dan menjalani bisnis pembuatan boneka sendiri. Selama lebih dari 15 tahun dia menggeluti bisnis boneka, saat ini omzetnya sudah mencapai Rp 400 juta per bulan. Namun persaingan bisnis pembuatan boneka semakin ketat.

Berawal dari keinginan untuk mengubah taraf ekonomi keluarga, Wasno keluar dari pekerjaannya dan memulai bisnis sendiri. Jika dahulu Wasno hanya buruh di pabrik pembuat boneka milik perusahaan Korea di Karawang, kini dia telah mempekerjakan 50 karyawan yang menghasilkan omzet Rp 400 juta per bulan.

Bisnis yang digeluti Wasno saat ini tidak jauh dari pekerjaannya dahulu yaitu boneka. Mulai berbisnis pembuatan boneka sejak 1991, dia mengaku hanya bermodalkan Rp 200.000 dan tiga mesin jahit. "Saya dibantu tiga orang," katanya.

Tiga orang itu adalah warga sekitar rumah yang sudah dididik untuk membuat boneka. Sebab, saat itu dia menjadikan rumahnya sebagai bengkel kerja pembuatan boneka.

Sebanyak 50 pekerja tersebut dibagi dalam beberapa proses produksi, seperti bagian pola, menjahit, mengisi, membuat aksesori sampai pengepakan. Setidaknya 300 hingga 400 boneka bisa diproduksi per bulan dengan berbagai ukuran.

Selama dua tahun pertama, Wasno menjual boneka dengan keliling, terutama di kereta ekonomi yang berhenti di Stasiun Cikampek. Tak lama kemudian dia menjadikan rumahnya tak hanya sebagai bengkel kerja namun juga toko penjualan. Dengan toko yang menetap, para pelanggan bisa langsung memesan dengan datang ke rumahnya.

Ia bercerita, mayoritas pelanggan yang datang ke rumahnya adalah pembeli boneka saat dia menjajakan langsung di kereta. "Mereka biasanya bertanya dahulu ke orang-orang, kemudian mereka datang ke rumah," kata Wasno. Karena itulah, menurut Wasno, usahanya besar karena promosi dari mulut ke mulut

Saat ini, pembeli yang datang ke tokonya sebagian besar adalah pedagang yang ingin menjual kembali boneka ke Medan, Lampung, Yogyakarta, dan Jakarta. Untuk pasar Jakarta, pedagang yang kerap membeli ke tempatnya adalah pedagang Tanah Abang, Pasar Baru, dan Ragunan.

Rata-rata pelanggannya adalah pedagang kaki lima. "Orang kaya membeli boneka di mal, masyarakat menengah bawah beli boneka di kaki lima. Di situlah pasar terbesar saya," kata Wasno.

Walau mengaku tak menemui banyak kendala dalam membesarkan bisnisnya, Wasno juga pernah mengalami masa sulit. Masalah permodalan dan pemasaran pada 1995 menjadi penyebab bisnisnya hampir runtuh.

Tapi, Wasno tak menyerah. Pada tahun 1998, dia bahkan berhasil mendirikan toko boneka pertamanya di Karawang. Toko di rumahnya sudah tidak bisa menampung hasil produksi lantaran permintaan yang terus naik.

Selain mendirikan toko boneka, pada tahun 2000 Wasno juga memperluas bengkel produksi tepat di sebelah rumahnya di Kampung Mekar Sari, Karawang. "Itu untuk menampung tambahan mesin jahit, agar kapasitas produksi naik," katanya. Dengan peningkatan kapasitas, pada 2001, dia membuat toko boneka lagi tak jauh dari rumahnya.

Penambahan toko diperlukan untuk menampung pesanan yang naik menjelang Natal dan Tahun Baru. Sebab pada saat itulah lonjakan permintaan boneka sangat tinggi. Berbeda dengan musim menjelang bulan puasa yang sepi. "Di akhir tahun sangat ramai, pagi dibuat, sore sudah dibeli. Namun menjelang Ramadan sepi, dan akan ramai kembali setelah Lebaran," katanya.

Di akhir tahun itulah, Wasno mengaku terpaksa menolak pesanan. Dia tak mau mengalihkan pesanan itu ke produsen boneka lain demi menjaga kualitas. Menurutnya, walau sama-sama perajin boneka, namun kualitas yang dihasilkan tidaklah sama.

Memang, saat ini perajin dan pedagang boneka sudah banyak ditemui di sekitar Cikampek. Dengan persaingan yang semakin ketat, Wasno mengaku akan terus melakukan inovasi model dan desain.

Tak hanya itu, dia juga harus peka terhadap perkembangan zaman dan trend pasar. Contohnya sekarang ketika Upin dan Ipin ataupun domba Shaun the Sheep sedang trend. Selain boneka-boneka itu, dia juga memproduksi boneka karakter binatang, seperti harimau, singa dan beruang, yang tidak mengenal tren.

 

Keterbatasan modal memacu Wasno lebih kreatif demi menyiasati keadaan. Ia misalnya membuat boneka dari bahan sisa pabrik. Dengan cara ini, dia bisa menekan ongkos produksi dan harga jual produknya lebih murah. Toh, kualitas hasil karyanya tidak kalah bersaing dengan boneka buatan pabrik besar.

Seperti pengusaha lainnya, Wasno pernah mengalami kesulitan modal saat membangun usaha pembuatan boneka di Cikampek, Karawang. Namun kesulitan modal itu memicu Wasno lebih kreatif membuat boneka dengan biaya produksi lebih murah.

Karena tidak memiliki banyak modal membeli bahan kain, Wasno memutuskan membuat boneka dari bahan kain sisa potongan di pabrik boneka dan pabrik garmen. "Harga bahan kain sisa pabrik itu lebih murah dari pada membeli bahan kain baru," kata Wasno.

Dengan bahan sisa potongan pabrik itulah Wasno berhasil membuat boneka yang berharga murah. Tapi membuat boneka dari bahan sisa potongan pabrik itu tidak mudah. Apalagi kain sisa pabrik itu memiliki ukuran yang beragam sehingga sulit untuk menjahitnya menjadi sebuah boneka.

Tapi berkat kreativitas, Wasno terus melakukan eksperimen agar mampu membuat boneka dari bahan sisa pabrik tersebut. "Sebelum saya produksi, saya belajar dulu membuat boneka dari bahan sisa pabrik," terang Wasno.

Setelah mencoba berulang-ulang kali, boneka berbahan sisa pabrik itu pun selesai. Namun kualitas yang dihasilkan jauh dari harapan Wasno. Tapi dia tidak kehilangan akal, Wasno akhirnya membuat boneka dengan cara menggabungkan penggunaan bahan kain sisa pabrik dengan kain baru.

Walaupun harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli kain baru, tapi biaya pembuatan boneka tetap lebih murah ketimbang biaya produksi boneka pabrikan. "Pengetahuan membuat boneka saya peroleh secara otodidak," jelas Wasno yang mengklaim kualitas bonekanya tak jauh beda dengan boneka pabrikan.

Selain belajar otodidak, Wasno sebenarnya sudah memiliki dasar pengetahuan membuat boneka sewaktu bekerja di salah satu pabrik boneka di Karawang. Pengetahuan dari pabrik itulah yang menjadi pedomannya membuat boneka dengan tangan sendiri.

Setelah berhasil membuat boneka dari bahan sisa pabrik dan bahan kain baru, Wasno kemudian memproduksinya dalam jumlah terbatas. Pertama kali ia memproduksi 10 sampai 20 boneka per hari. "Modal pembuatan boneka dari uang saya sendiri," kenang Wasno.

Meskipun tidak mendapat bantuan atau pinjaman modal, tapi Wasno tidak menyerah untuk membesarkan usaha itu. Secara bertahap, Wasno menambah jumlah produksi boneka itu dengan memanfaatkan uang tabungan yang ia sisihkan dari setiap penjualan.

Sampai tahun 2000, Wasno berhasil memproduksi 150 boneka per hari termasuk mendirikan toko boneka di Karawang. Namun ia ternyata belum puas, Wasno ingin memperbesar usahanya itu dengan mengajukan pinjaman modal ke perbankan. "Bantuan modal mengalir setelah ada toko yang menjadi agunan ke bank," ungkap Wasno.

Kucuran pinjaman perbankan itu mengalir Rp 50 juta. Uang itu digunakan Wasno untuk menambah kapasitas produksi dengan cara menambah mesin jahit, memperluas bengkel, dan menambah karyawan.

Proyek penambahan kapasitas produksi boneka berjalan sukses. Produksi boneka Wasno naik dari 150 boneka per hari menjadi 250 per hari. Kenaikan produksi itu berimbas pada kenaikan belanja bahan serta belanja karyawan.

Wasno beri contoh, dalam sehari ia mesti mengeluarkan Rp 5 juta untuk belanja kain bulu sebanyak 100 kilogram (kg). Untuk diketahui, harga kain bulu itu Rp 50.000 per kg. "Belum lagi komponen gaji karyawan yang juga turut bertambah," tutur Wasno.

Walaupun biaya produksi membengkak, Wasno bisa tersenyum karena omzetnya juga bertambah. Jumlah produksi yang meningkat membuat banyak pelanggan baru berdatangan ke tokonya.

Dalam merintis usaha sendiri, Wasno mengaku kecewa dengan minimnya peran pemerintah. Ia menilai, pengusaha boneka di Cikampek banyak yang tidak mendapat perhatian. Mereka membangun usaha sendiri tanpa ada peranan pemerintah. "Seharusnya pemerintah berperan sebagai bapak angkat, sehingga usaha kami tidak jalan di tempat," harapnya.

Wasno adalah tipe orang yang selalu ingin bertambah maju. Ia belum puas meski usaha pembuatan bonekanya telah menghasilkan omzet ratusan juta rupiah per bulan. Dia juga sudah punya toko. Namun Wasno tetap ingin memperluas pasar bonekanya hingga ke seberang lautan alias ekspor.

Meski usaha boneka milik Wasno semakin melar, tapi dia merasa usahanya belum sampai pada cita-cita yang dia idamkan. Wasno mengaku ingin sekali menjadi eksportir boneka. Namun keinginan ini belum juga kesampaian.

Saat ini, penjualan boneka yang ia produksi di Cikampek, Karawang, Jawa Barat itu baru bisa melayani pasar domestik. Keinginan Wasno untuk mengekspor boneka miliknya itu belum terwujud karena tidak mengetahui prosedurnya.

Agar bisa mengekspor boneka itu, Wasno sebenarnya sudah belajar kepada temannya yang menjadi perajin boneka di Bandung. Boneka buatan si teman ini sudah lebih dulu menjelajah pasar mancanegara. Selain belajar cara menjadi eksportir, "Saya juga membantu mengerjakan pesanan boneka jika teman saya itu tidak bisa layani seluruh pesanan," terang Wasno.

Menurut Wasno, temannya itu sering kewalahan untuk melayani permintaan ekspor boneka ke Vietnam dan Thailand. Permintaan boneka dari kedua negara anggota ASEAN itu masing-masing 3.000 unit dan 2.500 unit per bulan.

Jumlah pesanan itu terkadang membengkak terutama saat perayaan Hari Valentine dan Tahun Baru. "Permintaan boneka itu banyak sekali, cuma saya belum mengetahui cara untuk mendapatkan pesanan itu," keluh Wasno.

Namun pantang bagi Wasno untuk patah arang. Dia bertekad ingin mewujudkan keinginan itu dengan mengekspor sendiri. Ia berencana membuka pasar ekspor bersama seorang sahabatnya. "Tahun depan akan kami realisasikan," target Wasno.

Nah, salah satu persiapan ekspor itu, Wasno kini sudah melakukan perluasan bengkel pembuatan boneka. Dia juga berencana menambah jumlah karyawannya sebagai antisipasi atas membeludaknya jumlah pesanan boneka.

Dari 50 karyawan yang ia miliki sekarang ini, Wasno berencana menambah 10 hingga 20 karyawan lagi di awal tahun depan. Sedangkan untuk kapasitas produksi, ia akan menaikkan dari 250 unit per hari menjadi 400 unit per hari.

Sebelumnya, Wasno sudah melakukan beragam cara agar bisa menjadi eksportir boneka. Mulai dari mengikuti pameran yang diselenggarakan oleh pemerintah hingga pameran mandiri.

Namun dari pameran ke pameran itu, Wasno tak kunjung mendapatkan pembeli dari luar negeri. "Selesai pameran tidak ada follow up. Boneka yang laku hanya yang ada selama pameran," jelas dia.

Bahkan saat hendak ikut pameran Wasno pernah ditipu oleh oknum pemerintah daerah. Ketika itu, ia diajak ikut pameran namun dengan syarat, Wasno harus mengirimkan sampel boneka terlebih dahulu. Rencananya, boneka sampel itu akan dipajang di booth milik pemerintah daerah.

Setelah boneka untuk sampel telah dikirimkan, tapi pameran yang ditunggu-tunggu tak pernah ada. Hingga akhirnya Wasno menyadari ia telah ditipu, sejumlah bonekanya raib digondol oleh penipu tersebut.

Dari peristiwa itu, Wasno mengaku mengalami kerugian puluhan juta rupiah. Sejak saat itulah, Wasno mengaku kapok mengikuti segala bentuk pameran promosi produk terutama yang diselenggarakan pemerintah.

Selain berambisi untuk melakukan ekspor, Wasno juga berambisi untuk memiliki merek boneka sendiri. Ia berharap suatu saat merek bonekanya bisa terpampang di pusat perbelanjaan di Jakarta.

Menurutnya, dengan memiliki merek sendiri, produknya akan memiliki nilai jual lebih tinggi. Tapi untuk membuat merek boneka sendiri itu ternyata juga tak gampang bagi Wasno. Ia mengaku tak mengerti cara dan prosedur pembuatan merek. "Selain merek tentu ada hak cipta, dan saya tidak mengerti bagaimana membuatnya," ungkap Wasno.

Menurut Wasno, dengan memiliki merek dan hak cipta boneka sendiri, maka produk boneka yang ia hasilkan bisa dilindungi Undang-undang. Jika ada pihak lain yang menirunya maka pihak itu bisa terkena sanksi. "Saat ini banyak yang meniru desain boneka saya," jelas Wasno.

 

Sumber: http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/1322633244/84020/Wasno-ingin-ekspor-dan-punya-merek-sendiri-3

2 comments:

andreas said...

Selamat pagi, saya andreas reporter Trans 7. Bolehkah saya meminta kontak Pak Wasno untuk diliput?

Terima kasih..

wirasmada said...

maaf mas kami tdk tau kontak beliau, tp mungkin mas bisa mencari kontak beliau di sentra boneka cikampek karawang atau ke tempat produksinya di Dusun
Kampung Baru, Desa
Cikampek Utara, Kecamatan
Kotabaru, Kabupaten
Karawang