KOMPAS.com - Kalau Aceng
yang ini bukan nama Bupati
Garut yang sedang bermasalah.
Aceng yang ini adalah profil
pekerja keras yang berjuang
dari bawah dan akhirnya sukses
dalam wirausaha di bisnis ubi
kayu atau singkong.
Aceng Kodir menganggap
singkong adalah jalan hidupnya.
Jika dahulu singkong hanya
dikenal sebagai makanan orang
kampung, tidak demikian saat
ini. Beragam makanan olahan
berbahan dasar singkong justru
disukai orang kota yang
modern.
Seperti makanan olahan
berbahan singkong yang
diciptakan Aceng Kodir, warga
Gang Pancatengah I, Batujajar
Kabupaten Bandung Barat.
Makanan olahan yang dia namai
crispy singkong dan crispy
konghui itu laku keras di
pasaran. Bahkan, pria 42 tahun
itu mampu meraup omzet tak
kurang dari Rp 3 juta per hari
dari penjualan kedua jenis
makanan tersebut.
Crispy singkong dan crispy
konghui buatan Aceng
merupakan makanan ringan.
Crispy singkong berbahan dasar
singkong, sementara crispy
konghui merupakan perpaduan
antara singkong dan hui (ubi,
dalam bahasa Indonesia). Ubi
yang dipilih adalah ubi
berwarna ungu.
Ditemui dalam acara UKM di
Kampus Unpad, Jalan Dipati
Ukur, Bandung, pekan lalu,
Aceng menuturkan jika
bisnisnya sudah dimulai sejak
tiga tahun lalu.
Ketika itu, dia merasa prihatin
terhadap petani singkong yang
ada di sekitar tempat
tinggalnya. Meski bertahun-
tahun menanam singkong,
petani tidak pernah menikmati
hasilnya lantaran harga jual
singkong sangat murah, tak
lebih dari Rp 400 per kilogram.
"Saya berpikir bagaimana agar
petani singkong tidak terpuruk,
dan yang paling penting adalah
agar mereka tetap semangat
menanam singkong karena
singkongnya terjual dengan
harga wajar," ujar Aceng.
Aceng pun memutar otak.
Tercetuslah ide membuat
singkong crispy. Dengan modal
Rp 200.000, ia membeli
beberapa kilogram singkong
dari tetangga. Tak ketinggalan,
bahan untuk singkong crispy
pun dibelinya, termasuk minyak
goreng. Sementara alat untuk
mengepres adonan singkong
agar benar-benar tipis,
digunakan alat pembuatan
molen.
Aceng mengaku, ketika pertama
kali membuat crispy singkong,
dia tidak langsung menjualnya.
Dia tawarkan produk buatannya
itu kepada tetangga, dan
belakangan ke Ketua RT, RW,
Kepala Desa, Camat, sampai
Bupati. Dari situlah, produknya
dikenal dan disukai banyak
orang. Akhirnya Aceng pun
menjual crispy singkong
buatannya.
Setelah crispy singkong banyak
yang minat, Aceng membuat
crispy konghui. Penganan
tersebut terbuat dari singkong
dan ubi ungu. Ubi didapatnya
dari daerah Jawa Timur, namun
belakangan dirinya
membudidayakan ubi ungu di
kampungnya.
Kedua makanan ringan buatan
Aceng diterima pasar dengan
baik. Bahkan pasarnya adalah
wisatawan dalam maupun luar
negeri. Kedua camilan itu pun
dijual di Kartikasari dan Circle
K. Sebungkus crispy singkong
dijual Rp 19.000, sedangkan
crispy konghui dibanderol Rp
20.000. Satu bungkus isi bersih
250 gram.
Sehari, Aceng bisa membuat
250 bungkus crispy singkong
dan crispy konghui. Dia
menjualnya Rp 12.500 per
bungkus ke reseller, atau jika
dihitung omzetnya Rp 3 juta
per hari.
Untuk peralatan, Aceng
mengaku tidak kesulitan.
Demikian pula bahan baku dan
tenaga perajin. Areal
perkebunan singkong terhampar
luas di daerahnya. Aceng
membeli singkong dari petani
Rp 1.000 per kilogram.
Sementara sejumlah tetangga
menjadi pekerja pembuatan
crispy singkong dan konghui
buatannya, di rumah produksi
bernama Rumah Crispy. ( Ida
Romlah/Tribun Jabar)
sumber: m.kompas.com/news/read/2012/12/21/14580183/Singkong.Crispy.Aceng.Beromzet.Rp.3.Juta.Per.hari--bisniskeuangan
No comments:
Post a Comment