Friday, July 6, 2012

M. Satria Nugraha, Pemilik Stranough International: Bisnis merdumencipta gitar customized

Mendulang miliaran rpiah dari hobi bermain gitar, tanpa harus menjadi penyanyi ataupun pemain band. Caranya dengan memasarkan dan membuat gitar yang customized sehinggagitar buatannya menjadi ekslusif, limited edition, hanya dimiliki oleh satu orang saja di dunia!





KALAU SUDAH JATUH cinta, apa pun mungkin raja terjadi. Begitulah yang terjadi pada Muhammad Satrianugraha. Berawal dari kecintaannya bermain gitar, kini ia malah menjadi pengusaha gitar, bahkan gitar buatannya sudah beredar di sejumlah kalangan di Eropa. Di dalam negeri sendiri, gitarnya diburu oleh sederet artis karena keunikannya. Bisa dibilang itu semua serba tak sengaja. Tapi, setelah terjun langsung dalam bisnis gitar, Satria tak mau tanggung-tanggung. la kini serius menekuni bisnisnya, mencurahkan seluruh energinya. Ini semua untuk kecintaannya pada gitar, bukan sekadar miliaran rupiah yang masuk ke kantongnya dalam satu bulan!



PESANAN DARI LUAR NEGERI

Sebuah Surat elektronik (surel) dari negeri Belanda membuat Satria kelimpungan. Bagaimana tidak? la diminta membuat 250 buah gitar, padahal saat itu ia belum memiliki modal yang cukup. Namun, ibarat pepatah 'banyak jalan menuju Roma', selalu ada pintu terbuka untuk mereka yang bersungguh-sungguh. Dengan meminta pembayaran uang muka, Satria berusaha memenuhi permintaan tersebut. Untuk menunjukkan keseriusannya, ketika gitar selesai diproduksi, Satria minta agar kliennya mengirim orang dari bagian quality control untuk melakukan pengecekan. "Saya tidak mau setelah gitar dikirim, baru ketahuan ada masalah," kata Satria memberi alasan.

Siapa yang menyangka bahwa petugas quality control yang diutus pembelinya dari Belanda ke Bandung, ke tempat Satria berbisnis, adalah guitar repairman untuk gitaris legendaris Jeff Beck dan juga gitaris Led Zeppelin, Jimmy Page. Satria bangga luar biasa. Ternyata, mengecek kualitas gitar memerlukan waktu yang tidak sebentar. Selama sekitar satu bulan melakukan pengecekan, orang tersebut ternyata juga meneteskan ilmu untuk mengembangkan gitar. "Saya banyak belajar langsung dari sang guru. Lucunya, bukan murid yang mendatangi gurunya, tetapi guru yang mendatangi muridnya," tutur Satria tersenyum.



Pertahankan idealisme. Satria menanamkan pada ciri sendiri agar tidak berorientasi pada kekayaan. Menurutnya, 'Jika kita mengawali segala sesuatu karena uang, akibatnya akan buruk."



Situs yang mulanya sederhana, ia kembangkan dengan bantuan beberapa karyawan. Di sana ia menampilkan seluruh bagian gitar dengan standar penamaan internasional dan daftar harga, jika klien ingin memesan gitar yang biasa.

Satria tak menduga, ternyata tampilan di laman website-nya menjadi standar baku para perajin gitar di nusantara. "Saat saya berada di Yogya, saya mendatangi seorang perajin, seolah-olah ingin memesan gitar. Mereka lalu memberikan daftar harga berupa print out dari website saya. Ini sebuah kebanggaan tersendiri. Bahwa apa yang saya buat bisa bermanfaat bagi orang lain. Harga dan penjelasan yang saya letakkan di website membuka mata industri gitar rumahan lainnya sehingga mereka terbantu untuk maju. Apalagi, mulai ada standardisasi dari harga yang awalnya sangat beragam," kata Satria bangga.

Untuk menarik lebih banyak konsumen, Satria menambah servisnya. la membuka konsultasi online gratis, menerapkan sistem pembayaran online (termasuk pembayaran dengan dolar), dan melakukan pengiriman barang ke seluruh Indonesia tanpa dikenakan biaya tambahan. Dalam sekejap, popularitas situsnya melonjak tajam. Pemesanan pun mengalir deras, termasuk dari sejumlah gitaris ternama. "Saya katakan kepada para gitaris itu bahwa saya dan mereka seperti berbagi tugas. Mereka sangat ahli memainkan gitar, saya lebih mengerti tentang detail gitar sampai menghasilkan suara yang mereka inginkan," kata Satria.







BIODATA

MUHAMMAD SATRIANUGRAHA

Semarang, 29 Desember 1981

Pendidikan

Si Teknik Industri, Institut Teknologi Nasional, Bandung

Nama Usaha

PT Stranough International (industri gitar dan case)

Website: www.guitar-technology.com

Email: info@guitar-technology.com

Alamat: A Surapati No. 239 D, Bandung, Jawa Barat

Telp: 022-2512511

Penghargaan

2009 Pemenang I Wirausaha Muda Mandiri Kategori Mahasiswa Pascasarjana & Alumni Usaha Kreatif

2010 40 Tokoh Pilihan Media Indonesia versi Media Indonesia

2010 Indonesian Youngster Inc. Versi Majalah SWA



Jadikan kendala sebagai pemicu semangat untu maju dan membuat usaha menjadi naik kelas.



Untuk mengukuhkan semangat wirausaha dan makin percaya diri, Satria rajin menimba ilmu, baik lewat internet maupun secara langsung. Seiingga, proses bisnis ke depannya tidak hanya coba-coba dan mengambil banyak risiko, melainkan dibarengi dengan ilmu.



Gitar yang awalnya standar dikembangkan menjadi lebih customized, sesuai dengan keinginan pelanggan. Di mata Satria, gitar itu tak lagi sekadar alat musik, melainkan juga bagian dari seni, bahkan fashion. Sebab, kliennya yang kebanyakan adalah artis, tidak mau memiliki gitar yang sama dengan artis lain. "Mereka ingin membangun image mereka sendiri melalui fashion dan gitar yang dipakai. Ketika seorang artis sudah terkenal dengan gitar berciri khas tertentu, lalu dia tidak manggung dengan gitarnya itu, penonton akan merasa ada yang kurang. Karena, gitar dan gitaris adalah kesatuan tubuh dan roh," tutur Satria.




BERAWAL DARI MIMPI

Mimpi membeli gitar seharga Rp19 juta adalah awal kesuksesan Satria. Di kantongnya saat itu hanya ada uang Rp2 juta. Itu pun pemberian dari orangtua. Sangat jauh dari harga gitar yang diimpikannya. la malah jadi penasaran, bagaimana bisa harga sebentuk gitar mencapai belasan juta. Satria lalu berselancar di internet, mencari apa yang membuat gitar itu berbeda dari yang lain. "Semua data saya kumpulkan. Akhirnya, data itu malah berkembang, tak hanya spesifikasi gitar, tetapi juga sampai ke pemilihan bahan kayu, proses produksi, dan perakitan. Makin' penasaran, saya mencari tahu tentang model gitar yang lain," tutur Satria.

Suatu ketika ia menyambangi rumah almarhum musisi Harry Roesli. Tanpa sengaja, ia mendengar pembicaraan tentang orang yang bisa membuat dan memodifikasi gitar. Berbekal alamat perajin tersebut, uang Rp2 juta, dan detail gitar yang ia inginkan, Satria mendatangi tempat pembuat gitar tersebut. Dari hasil obrolan, Satria mengetahui bahwa ilmu mereka membuat gitar bukanlah dari sekolah formal, melainkan warisan dari nenek moyang. Tak mengherankan, alat-alat yang digunakan masih sederhana dan semua dikerjakan secara manual. Bahkan, perajin itu menganggap data yang diberikan Satria demi mendapat gitar idaman itu terlalu detail.

Tak punya pilihan lain, Satria tetap memesan gitar dari perajin tersebut. Sudah diduga, gitar yang baru jadi seutuhnya dalam waktu satu tahun itu tidak sesuai dengan harapan. Namun, karena kerap datang untuk melihat proses produksinya, Satria menjadi paham bahwa teknik pembuatan gitar tidak sama dengan pengetahuan yang ia dapatkan dari internet. Menyadari peluang yang ada di depan matanya, Satria tak membuang waktu. la sertanya tentang kemungkinan berbisnis dan menjalin kerja sama dengan para perajin tersebut. Satria akan mengumpulkan modal (meski saat itu ia belum tahu akan mendapat modal dari mana) sekaligus menawarkan diri sebagai tenaga marketing dan administrasi. la juga bertekad akan 'menurunkan ilmu' tentang prosedur pembuatan gitar yang benar.

Satu-satunya `bank' yang bisa dipinjami uang adalah orangtuanya. Karena masih kuliah, dan orangtuanya melihat bahwa bisnis gitar bukanlah sesuatu yang menjanjikan, permohonan pinjaman itu tidak mendapat persetujuan. Namun, berkat kegigihannya melakukan 'presentasi" orangtuanya menyerah. Dana sebesar Rp7 juta pun diluncurkan sebagai modal. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengontrak rumah sebagai kantor. Pertimbangannya, ia mendapatkan kontrakan yang lokasinya dekat dengan kampus, karena ia menargetkan untuk membidik mahasiswa terlebih dulu. Satria menggunakan lantai dasar sebagai kantor dan lantai 2 dibisniskan sebagai kamar kos. "Lumayan untuk menutupi kekurangan modal dan sebagai biaya operasional awal," tutur Satria.



Rajin memperluas usaha untuk menggapai konsumen yang lebih besar.



Pada Mei 2004, usahanya resmi berdiri. Seperti juga awal usaha lainnya, perjuangan Satria tidak mudah. Apalagi, sangat spesifik, tidak seperti bisnis makanan, misalnya. Selama berbulan-bulan, hanya satu dua pesanan yang ia terima. Satria lalu mencoba membuat website perusahaan sendiri dan memanfaatkan iklan online gratis. Tak perlu waktu lama, beberapa surel mulai masuk. "Bahkan, ada orang-orang dari 4 negara yang berbeda, sertanya tentang bisnis saya yang masih rumahan," kenangnya.

Salah satunya adalah pemesan dari negeri Belanda yang kemudian memesan ratusan gitar. Si pemesan memberikan detail spesifikasi gitar dan minta dibuatkan gitar contoh. "Tanpa ada kesepakatan harga atau detail tentang pengiriman, saya mengiyakan permintaan tersebut, karena saya terkesan pada desain gitar yang sangat unik itu. Dalam waktu satu bulan, gitar itu sudah jadi dan saya kirimkan fotonya kepada pemesan tersebut. la lalu minta agar gitar tersebut dikirim ke Belanda," kenang Satria.

Saat itu, Satria merasa sangat puas dan bangga karena bisa membuat gitar yang bagus dan mengirimkannya pada konsumen di luar negeri. la bahkan tak menanyakan masalah pembayaran sama sekali. Ketika beberapa minggu kemudian mendapat kabar bahwa gitar tersebut sudah diterima dan ternyata mereka sangat puas, order datang seperti banjir bandang. Mereka memesan 250 gitar sekaligus. "Saya katakan bahwa saya tidak memiliki modal untuk membuat gitar sebanyak itu. Lagi pula, karena belum memahami sistem pemesanannya, saya meminta calon klien besar itu untuk datang ke Bandung. Ternyata mereka serius dan benar-benar datang untuk memberikan uang muka tahap awal," kata Satria, senang. Dari situlah kisah sukses Satria berawal.



BERANI KEMBANGKAN BISNIS

Untuk membesarkan usahanya, Satria membuka divisi softcase dan hardcase (sarung gitar) yang juga dibuat khusus sesuai pesanan. Modelnya tak biasa, dan pasar merespons dengan cukup baik. Apalagi, Satria nyaris tak punya pesaing.

la membuat hardcase yang unik, misalnya berwarna-warni, diberi emboss nama band, dan gambar yang tak biasa. Walhasil, hardcase buatan Satria memang terlihal berbeda dari yang ada di pasaran.



Bisnis premium-seperti bisnis gitar Satria-mengarah ke keunikan. Karenanya, bespoke design atau tailor made adalah salah satu cara yang capat meningkatkan loyalitas pelanggan, sekaligus menjadikan daya tarik tersendiri.



Saat pesanan membanjir, Satria memperbarui dan melengkapi website-nya. Jumlah customer service yang menerima order online dan melayani konsultasi online juga ditambah. Pelanggan sangat dimudahkan, karena semua pemesanan bisa dilakukan lewat internet, mulai dari model gitar yang diinginkan, wadah atau sarungnya, bahkan servis. Pembuatan gitar biasanya memakan waktu 30 hari, dan agar konsumen tidak merasa menunggu terlalu lama, Satria punya siasat lain. Foto proses pembuatan gitar yang dipesan dikirimkan pada klien seminggu sekali. Mulai dari kayu yang masih balok, kemudian terpotong menjadi bentuk gitar, dirapikan, hingga perakitan. Dengan demikian, konsumen merasa ikut serta dalam proses pengerjaan itu.

Banyak orang yang percaya gitar buatan Satria berkualitas tinggi. Bagusnya, banyak pemain gitar yang mulai melirik gitar buatan lokal, dan tak melulu mencari yang buatan luar negeri. Sehingga, brand gitar milik Satria sudah terbangun dengan baik di pasar lokal maupun mandanegara. Kini ia sedang menyiapkan pabrik di Surabaya di atas tanah seluas 3.000 meter persegi untuk memenuhi pasar lokal dan pasar Eropa yang sudah berjalan, sekaligus mencari cara menembus negara-negara lain, "Pertengahan tahun 2011 saya akan mengikuti pameran di Amerika Serikat. Tujuannya ingin memperlihalkan pada dunia bahwa Indonesia juga memiliki industri gitar berkualitas, yang dibuat dengan alat-alat danggih," kata Satria.



"saya yakin mimpi dan idealisme saya berbeda dengan orang lain. Dan untuk orang lain yang berada dibidang yang sama pun saya masih yakin mimpi saya berbeda dengan mereka. Mimpi dan idealisme saya mungkin lebih jauh dan leih tinggi. Pimpi dan masa depan untuk industri gitar Indonesia untuk mencapai pasar internasional.



Demi mengusung idealismenya, kini Satria bersama teman-temannya membangun organisasi nirlaba bernama MESA (Music Equipment Seller Association). "Tujuan utamanya adalah berbagi ilmu tentang pemasaran gitar yang selama ini masih dilakukan secara konvensional, serta menyatukan visi dan misi. Salah satunya agar mereka meninggalkan pemalsuan merek," kata Satria.





Tips

HUKUM WIRAUSAHA #1

Keunikan Adalah Monopoli



"Saya menilai antusiasme bahkan lebih tinggi daripadoa keterampilan profesional. " — Edward Appleton



SEKALI LAGI, KITA mendapat bukti bahwa hobi bukanlah sekadar kegiatan pengisi waktu luang. Berawal dari kecintaan bermain gitar, Satria kini menjadi pencipta nilai dalam industri gitar yang unik bahkan telah menerima pesanan dari mandanegara. Teknis membuat gitar dapat dipelajari dan dilakukan oleh siapa pun. Namun, antusiasme terhadap gitar, sehingga dapat melihat gitar bukan dalam bentuk fisiknya saja, merupakan hal yang lebih penting dalam bisnis.

Namun, tak berhenti sampai di situ. Yang lebih penting lagi adalah menemukan titik pembelajaran. Setiap saat alam memberikan kesempatan untuk belajar, bisa dari persoalan yang berhasil kita selesaikan, dari apa yang kita tangkap melalui pancaindra, dari kejenuhan yang kita hadapi, dan sebagainya. Di sinilah seseorang harus menemukan titik pembelajaran. Saat kita memiliki program dan kemauan, jangan biarkan diri kita kosong. Cari apa saja yang bisa kita pelajari dari waktu yang tersedia. Berikut adalah tips untuk menjadi artpreneur dengan sentuhan personal.

  • Saat kita mendengar ada orang yang hebat, kita harus berani belajar dengan mendatanginya. Dengan demikian kita belajar pada seseorang yang kita percaya memiliki kehebatan atau keunikan tertentu.

  • Titik pembelajaran juga datang pada saat kita menyerahkan produk. Orang mungkin akan memberikan komplain atau penjelasan, baik kita minta ataupun tidak. Meskipun terdengar negatif, ucapan mereka dapat dijadikan titik pembelajaran. Dengan masukan mereka, kita bisa mendapatkan cara baru, metode baru, produk baru, ataupun pemahaman baru tentang pasar.

  • Selanjutnya adalah menemukan titik pembelajaran dalam membangun hubungan/relasi. Misalnya, pemahaman bahwa ternyata pembeli tidak hanya sekadar membeli fungsi tetapi juga identitas. Pada saat kita menyerahkan produk, di situ juga terdapat identitas visual. Itulah yang perlu digali lebih dalam lagi sehingga dapat menciptakan keunikan, yakni bagaimana membuat alat musik itu menjadi sebuah produk yang mencirikan pemiliknya.

  • Membuat kesatuan antara produk dengan pasar dapat menciptakan hubungan personal unik dan menjadi monopoli bagi kita. Keunikan adalah salah satu bentuk monopoli. Jika tidak demikian, sebuah produk akan mudah ditiru.



Dari Buku: Wirausaha Muda Mandiri Part 2: Kisah Inspiratif Anak-anak Muda Menemukan Masa Depan dari Hal-hal yang Diabaikan Banyak Orang. Oleh: Rhenald Kasali Penerbit: Gramedia.

No comments: