Wednesday, June 6, 2012

Firmansyah Budi Prasetyo, Pemilik Tella Krezz: Menaikkan Gengsi Singkong

Singkong yang lekat dengna pelabelan kelas bawah, diubah Firmansyah menjadi camilan renyah yang gengsinya tak kalah hip dengan popcorn, french fries, ataupun crispy snacks impor. Dari modal tiga juta rupiah, omzetnya kini telah mencapai miliaran rupiah. Bahkan bisnis waralaba dari singkong pun telah dilakukannya. Bukan hanya keuntungan secara finansial yang diraih, cita-cita membuka lapangan pekerjaan bagi orang mudapun, dicapainya juga.

PADA ZAMAN PENJAJAHAN dulu, kalau mendengar cerita dari nenek atau kakek kita, singkong dianggap sebagai pe­nyelamat hidup masyarakat Indonesia. Saat itu jarang sekali ada yang mampu membeli beras untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Singkong (yang kerap, disebut sebagai roti sumbu) lalu diolah menjadi tiwul dan menjadi makanan pokok.

Sekarang ini, singkong bisa dinikmati dalam berbagai rasa dan tampil dalam berbagai rupa. Secara tradisional, singkong bisa ditemu­kan di gerobak gorengan kaki lima, atau berbentuk getuk lindri ber­warna-warni banyak pula yang diolah menjadi keripik kemasan de­ngan berbagai merek.

Namun, di era digital seperti sekarang ini sebagian masyarakat Indonesia masih menganggap singkong sebagai camilan yang tidak ber­gengsi sama sekali, bahkan tidak bisa ditandingkan dengan hamburger atau hotdog.

Kenyataannya, tidak demikian. Coba saja masuk ke hotel bintang lima di kota besar, penganan dari singkong (berupa getuk atau sudah diolah menjadi tapai bakar) menghiasi meja dessert. Otentisitas seni kuliner lokal yang sekarang sedang marak, bergerak mencari bahan makanan tradisional yang nyaris terlupakan. Demikianlah halnya ke­tika seorang Firmansyah muda mengembangkan camilan ringan dari bahan makanan asli negeri sendiri.



BISNIS PENINGGALAN IBU

Kalau saja dulu Firman menuruti kata-kata ayahnya untuk bekerja sesudah lulus dari Fakul­tas Hukum Universtias Gajah Mada, mungkin saja ia tidak sesukses sekarang. Kemungkinan besar total gajinya setahun masih dalam hitung­an juta. Pasti keadaannya berbeda dari Firman sekarang, yang bisa meraup omzet senilai miliar­an rupiah, hanya dengan berdagang singkong.

Agar talon pembeli tidak meremehkan produknya, ia membuat merek yang cukup modern, yaitu Tela KreZZ (tela berasal dari ba­hasa jawa yang berarti singkong).

Dengan jeli pria berusia 26 tahun ini mengamati bahwa kebun singkong bisa disulap menjadi ladang emas. Di tangannya singkong diubah menjadi penganan ringan yang laris  dikonsumsi setiap orang. la memiliki strategi tersendiri. Agar talon pembeli tidak meremehkan produknya, ia membuat merek yang cukup modern, yaitu Tela KreZZ (tela berasal dari bahasa Jawa yang berarti singkong). Brand yang catchy dan mudah dingat.

Sebenarnya, ia membangun bisnis ini tidak dari awal. Almarhum ibunya dulu sempat membuat bisnis serupa dengan mengusung Homy Tela. Rupanya, usaha ini mengalami kegagalan. Strategi pemasarannya kurang tepat, cara berpromosinya kurang bagus dan tidak gencar, Berta pengelolaannya masih sangat konvensional.

Sebelum outlet itu tutup secara total, Firman menyusun strategi untuk melakukan sejumlah langkah inovasi. Singkong adalah kudapan yang lumrah di Yogyakarta. Juga mudah didapat karena gampang di­jumpai hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Pengolahannya bisa dilakukan di mana pun dan oleh siapa pun. Di Yogyakarta saja, ia bisa mcnggunakan sekitar 300-500 kilogram per hari dan menghasilkan camilan hingga 2.000 bungkus, tergantung pada kualitas singkong yang ia dapat. Ia melakukan uji cobs beberapa kali sampai menemukan resep untuk menghasilkan singkong yang lunak, seperti kentang.

BIODATA

FIRMANSYAH BUDI PRASETYO

Semarang, 5 Desember 1981

Email: hrmansyah_budi_p@yahoo.com

PENDIDIKAN:

2000 - 2004 S1 Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

2001 - 2002 Jurusan Bahasa Inggris (Extension), Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

NAMA USAHA:

CV. Cipta Mandiri Kresindo (Homy Group)

Website: www.homygroup.com / www.telakrezz.com ip,,i usaha: Paket usaha pola waralaba Tela Krezz

Alamat: J1. Bugisan No. 34, Rt.13/03, Patangpuluhan, Wirobrajan, Yogyakarta

Telp/Fax: 0274 381999

Email : telakrezz_homygroup@yahoo.com / tela_krezz@homygroup.com

PENGHARGAAN

2007 ISMBEA Award, Majalah Kementerian Koperasi & Wirausaha dan Keuangan

2008 Finalis Wirausaha Muda Mandiri

Penganan buatannya simpel saja, singkong ia potong menjadi bentuk balok-balok seukuran jari kelingking lalu dimasak. Singkong yang sudah dimasak hingga lunak itu lalu diberi berbagai macam bumbu, hingga rasanya bervariasi. Tak hanya gurih, tetapi juga ada yang manis. Kini bahkan telah berkembang menghasilkan 14 variasi rasa yang unik. Firman sedang merancang inovasi lain, yaitu menciptakan produk baru (tapi tetap berbahan dasar singkong) dengan sensasi rasa yang benar-benar baru.

Modal awalnya tidak banyak, hanya tiga juta rupiah. la punya cara berpromosi tersendiri. Salah satu caranya adalah rajin mengikuti berbagai pameran. Saat di pameran ia bisa langsung bertemu dengan banyak orang. Para konsumennya bisa memberi masukan tentang Tela KreZZ. Selain itu, ia merasa lebih senang berkomunikasi langsung dengan konsumen, menerangkan keunggulan produknya, sekaligus bisa melihat reaksi mereka ketika pertama kali mencicipi produknya. Dan, promosi itu memang terbukti berhasil. Sebab, setelah mengikuti pameran itu, pesanan terus mengalir dari dalam dan luar Yogyakarta. Firman sadar akan pentingnya inovasi.



SISTEM WARALABA & MLM

Firman masih ingin mengembangkan usahanya. Setelah mem­pertimbangkan cukup matang, ia memutuskan membuat waralaba. Modal untuk membeli waralabanya sama sekali tidak besar, hanya sekitar Rp3,5 juta hingga Rp 6 juta. Uang itu sudah termasuk pelatihan untuk operasional usaha, termasuk cara memilih singkong yang baik. Firman juga menerapkan sistem bahwa di setiap kota hanya akan ada satu pembeli waralabanya. Jadi, di satu kota hanya akan ada satu pe­menang master waralaba. Lalu, bagaimana kalau ada pengusaha di kota yang sama ingin membuka usaha itu? Mereka bisa mendaftar­kan diri pada pemegang master waralaba tersebut. Untuk operasional, pembeli waralaba di kota itu akan mendapat suplai bumbu standar (untuk melunakkan singkong dan bumbu variasi rasa) dari pemegang master waralaba di kotanya masing-masing.

Renyahnya Waralaba Ketela  Sembari Memerangi Human Trafficking

KRISIS TENAGA KERJA di Indonesia menjadi pemicu Firmansyah untuk memulai usaha. Di tangannya, ketela atau singkong menjadi komoditi pangan yang cita rasanya berbeda. Dengan menggunakan gerobak milik almarhumah Sadri Budi dwyu, sang bunda, lulusan fakultas hukum ini menggunakan brand Hommy Tela. Tetelah berkembang brand-nya berubah menjadi Tela Krezz. Kini berbagai varian rasa telah dikembangkan. Mulai dari Tela Lapis, Tela Bolo-bolo, Telajana,  hingga Tela Bola. Pengembangan usahanya mengadopsi pola waralaba. Mengkloning sistem sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) menjadikan usaha Tela Krezz dapat dikembangkan di mana-mana. Kini lelaki berusia 28 yang imotto "Hidup harus memberi" ini telah memiliki 623 outlet di seluruh Indonesia dengan 98 wilayah keagenan dan omzet penjualan sebesar 2 miliar rupiah per bulan..



Q: Dapatkah Anda bercerita latar belakang menjadi pengusaha? Menga­pa memilih singkong? Dan apa hubungannya dengan human trafficking?

 A: Dulu saya pernah ikut studyexchange di Kanada. Lalu saya jugs pernah ditempatkan di Entikong, perbatasan Kalimantan Barat, untuk mengikuti program community development. Di sana ternyata banyak sekali kasus perdagangan manusia atau human trafficking. Sekitar 70% TKW kits ada di Malaysia, namun tak semuanya legal. Kondisi dan permasalahan di sana membuka mata dan hati saya untuk ikut berbuat sesuatu. Karena itulah, sepulang dari Kanada, saya mengambil keputusan untuk tidak menggunakan ijazah sarjana saya untuk melamar pekerjaan dan bertekad akan membuka usaha sendiri.

Q: Jadi Anda membela manusia dengan memberikan lapangan peker­jaan?

A: Ya, dengan lapangan pekerjaan sebanyak mungkin dan sederhana. Soal singkong, ada cerita tersendiri. Selama enam tahun, saya tinggal di rumah yang dekat kebon singkong, tapi saya tidak mengetahuinya. lbarat gajah di pelupuk mata tapi tidak tampak. Jadi ketika akan berbisnis, barulah saya menganggap bisnis singkong sebagai hal yang potensial. Ternyata berhasil dan bahkan saya membuat waralaba. Saat ini, sudah ada 713 outlet (per November 2008), dan 101 wilayah keagenan/perwakilan.

Q:Mengapa Anda memilih pengembangan usaha melalui jalur wara­laba?

A: Saya memilih bisnis waralaba supaya jaringan cepat berkembang dan mitra kami cukup mengkloning SOP waralaba yang sudah ada. Karena suatu usaha bisa clikloning atau diduplikasi berkat adanya manual. Isinya petunjuk dan pedoman usaha/operasi dari hulu sampai ke hilir. Di situ jugs diatur mengenai training, cara penjualan, proses produksinya, dan customer satisfaction-nya, distribusi, laporan keuangan, dan yang terakhir, bagi hasil atau bagi untung.

Q: Dengan uang berapa seorang investor bisa mendapatkan franchise ini?

A: Untuk menjadi outlet modalnya cukup antara 3- 6,5 juta rupiah. Murah, karena bahan baku bisa diambil dari pasar lokal yang pembeliannya kami buka di tiap wilayah. Sekitar 80% komponen lokal,jadi harga bisa ditekan murah.

Q: Dari kecil Anda sudah terlatih berusaha? Bagaimana bisa sampai ke bidang ini? Apakah langsung membuka usaha franchise atau ada yang lain sebelum ini?

A: Awalnya dari outlet Ibu. lbu-ibu kan selalu membeli barang tapi nggak dipakai. Lalu perabot-perabot dapur milik almarhum lbunda, saya pinjam. lapi kemudian bingung lagi karena tidak punya perlengkapan. Akhirnya, kembali ke dapur. Jadi kalau sore hari, panci dan wajan sudah masuk ke out/et yang saya buka di depan rumah. Rebutan sama dapur. Jualnya di depan rumah. Awalnya saya hanya bell sekilo-dua kilo ketela dari pasar. Ternyata laris. Saat itu, saya perkenalkan 6 jenis rasa bumbu. Karena jumlah penjualan bertambah terus, dari sekilo menjadi 10 kilo, saya lantas punya impian, singkong ini harus bisa dijual di seluruh Indonesia. Barulah saya mencoba membuat sistemnya. Modal yang agak besar baru dikeluarkan ketika mengikuti pameran.

Saat ini kami sudah mempunyai perwakilan di berbagai daerah, mulai dari Aceh sampai ke Timika, Papua. Dari Nunukan sampai ke Nusa Teng­gara. Di semua daerah tersebut pasti ada tanaman singkong. Karena salah satu syarat utamanya adalah harus singkong dulu.

Q: Tapi kan daerah-daerah tertentu ada yang tanahnya tidak bagus atau tidak cocok. Bagaimana kalau jenis ketelanya tidak cocok ?

A: Ada treatment khusus untuk singkong di wilayah yang tanahnya ber­masalah tersebut. Jadi kita akan kirim trainer. Tiap kalimembuka perwakilan kita selalu mengirimkan trainer untuk standarisasi bahan baku, pelayanan, dan sebagainya. Bentuk treatment ini berlangsung pads proses produksi. Harus diatur lagi agar hasil sesuai seperti yang diinginkan. Misalnya, dari yang keras menjadi krezz atau renyah. Training kita lakukan karena ada standarisasi bahan baku, alat produksi, kemudian standarisasi sumber daya manusianya.

Q : Jadi total manusia yang terlibat untuk seluruh mata rantai bisnis ini ada berapa banyak?

A: Kalau rata-rata per outlet ada 1-2 orang, minimal ada 700 orang tenaga penjual. Kemudian di tiap-tiap perwakilan, rata-rata ada 5 orang yang terlibat. Artinya kalau ada 100 perwakilan, berarti total sudah ada 500 orang. Jadi di luar kantor kami sudah 1200 orang. Belum termasuk orang-orang di kantor pusat sejumlah 32 orang. semua untuk mengurusi singkong saja.

Q : Jadi, hanya dengan modal 3-6 juta rupiah, seseorang sudah bisa punya usaha lengkap (outlet, perlengkapan awal dan bahan baku awal), dan sudah bisa langsung berjualan?

A: Ya, betul. Jadi pertama kali ikut langsung semuanya disediakan, tinggal nanti repeat order kalau bahan-bahannya sudah habis. Makanya banyak yang berminat, murah, mudah, dan pasarnya ada. Perencanaan bisnis su­dah kita pikirkan juga. Ada out/et yang dalam sehari bisa menjual 100 pak, ada juga yang sampai 300 pak per hari. Rata-rata kita hitung 300 pak per hari. Kalau mereka bisa menjual 300 pak dengan harga Rp.3000,-/pak, ber­arti penerimaan dari penjualan sekitar Rp.900.000,- / hari. Dengan margin 30% bisa dihitung berapa potensi keuntungannya.

Sementara itu, untuk memegang master waralaba di suatu kota, modalnya juga tidak terlalu besar. Biaya yang dipatok adalah Rpll juta hingga Rp15 juta, tergantung kota dan lokasi. Hebatnya, Firman memberikan garansi bahwa uang akan kembali bila dalam waktu satu tahun, si pembeli waralabanya belum mendapatkan modalnya kembali Ia juga memberi tantangan bagi pemegang master waralaba. Sepert sistem MLM (multilevel marketing), bagi mereka yang bisa memper. banyak jumlah pembeli waralaba, ia akan memberikan bonus khusus.

Bagaimana caranya membeli waralaba Firman? Anda hanya perlu mengirim Surat permohonan lewat email. Atau, cara yang lebili mudah adalah menghubungi Firman melalui telepon seluler. Selain garansi adanya pengembalian pembelian lisensi, Firman juga ingiii membuktikan bahwa bisnisnya berdasar pada kepercayaan. Ia ber harap pars pembeli waralabanya percaya bahwa hanya dengan mela4 lui ponsel atau email, gerainya bisa langsung beroperasi dalam jangk4 waktu dua minggu sejak transaksi dilakukan.

Firman selalu berpikir selangkah lebih maju. Ia tak hanya me­mikirkan perkembangan usahanya, melainkan bercita-cita membuka lapangan kerja bagi orang banyak, karena ia melihat bahwa pemerin, tah kurang memerhatikan masalah pengangguran yang makin lama makin banyak. Ia melihat dan percaya orang Indonesia punya sifal yang bagus dalam bekerja, yaitu ulet.

Seperti cita-citanya untuk menyejahterakan rakyat Indone4 sia sesuai kemampuan, Firman sukses membuka banyak lapangar pekerjaan bagi banyak orang. Ia bisa membuat orang di sejumlal kota mendapatkan penghasilan. Selain itu, ia juga membuat program pelatihan untuk mahasiswa di kampus-kampus.

Hingga kini Tela KreZZ telah memiliki 400 lebih outlet di selu ruh Indonesia dengan omzet miliaran rupiah. Ia juga mengembangka usaha lain di bahwa sayap PT Homy Group. Ada berbagai macam usaha yang coba ia kembangkan bersamaan, antara lain laundry, warung internet, dan rental komputer. Selain mendapatkan modal dari keuntungan produk singkongnya, ia juga meminjam dana ke bank, yang kini banyak me­nawarkan pinjaman untuk pengusaha UKM.

Kesuksesannya itu kemudian menginspirasi orang banyak untuk membuat bisnis serupa. Banyak sekali bisn camilan singkong yang tampilannya mirip, tapi memakai Hama lai Rupanya, banyak yang menjiplak karyanya. Tapi, toh, Firman tidak bisa berbuat banyak. la menganggapnya sebagai hal yang biasa di dalam dunia bisnis. Dia yakin, produk berkualitas terbaiklah yang akan unggul di dalam persaingan itu.

Tak hanya mengejar keuntungan semata, Firman juga memikirkan kesejahteraan dan kesenangan karyawan. Beberapa kali ia mengadakan acara gathering dengan para pegawainya, karena ia yakis jika karyawan senang, mereka akan bisa bekerja secara maksimalkan dan melayani pelanggan secara maksimal pula.

Kita tidak boleh kalah dengan ego diri kita sendiri. Selaina niatnya baik, apa pun yang kita usahakan dengan halal, Insya Allah Tuhan tidak akan per­nah tidur dan akan memberikan jalan yang terbaik untuk kita.

Hukum Wirausaha #3

Kekuatan Kesederhanaan

Karena berpakaian yang korn­pleks dan menggunakan cara berpikir seperti orang yang bekerja, banyak peluang  yang hilang.- Thomas A. Edison





KEHEBATAN SEORANG WIRAUSAHA selain ia kreatif dan berani, ia juga biasa bertindak dan berpikir cepat. Dari mana kemampuan ini mereka dapatkan?

Mudah saja, mereka menikmati kekuatan dari ke­sederhanaan (the power of simplicity). Mereka bisa berpikir, bekerja cepat, menjadi ahli, menguasai keadaan, karena berpikirnya tidak ruwet. Mereka mengerjakan yang me­reka kenali, bahkan seringkali hanya pada hal-hal yang mereka akrab dari kecil. Hal yang dipikirkan disederhana­kan dan tidak macam-macam. Segala hal yang sulit, me­reka cari dan buat menjadi sederhana.

Segala yang sederhana itu menjadi mudah diingat, mudah diterapkan, dan mudah didapatkan. Ingatlah para genius dalam ilmu pengetahuan sesungguhnya bukanlah kalangan ruwet yang suka menyusahkan anak didiknya. Lihat saja Albert Einstein, ia begitu terkenal dengan rumus sederhananya: E = MC2. sederhana, bukan? Demikian juga dengan Adam Smith yang menyederhanakan proses bekerjanya pasar dengan kalimat pendek: the invisible hands (tangan-tangan tak kelihatan). Atau Bapak psikoanalisis, Sigmund Freud yang membagi diri manusia dalam rumus id, ego, super ego.

Mereka jauh lebih dikenal sebagai ilmuwan sejati, ketimbang teman-teman kita yang membuat rumus-rumus panjang dan sulit menjelaskan isi kepalanya karena terlalu pintar" dan akhirnya menjadi ruwet.

Firmansyah Budi Prasetyo berselancar di atas papan kesederhanaan, yaitu ketela yang selalu ada dimana-mana. Produknya juga sederhana saja, yaitu dimasak ke dalam beberapa varian rasa yang sudah diketahui dan disukai masyarakat. Caranya juga sederhana, yaitu pakai gerobak dan diwaralabakan. Fee-nya juga sederhana, cukup murah saja.

Supaya menjadi mudah dan sederhana, perhatikanlah tip berikut ini:

  • Buatlah dari bahan-bahan yang mudah ditmui dan murah harganya.

  • Berikan nama yang mudah diingat orang.

  • Berikan harga yang sangat terjangkau.

  • Berikan cara yang sangat mudah untuk memperoleh dan mengolahnya.

Banyak orang berpikir dirinya di­pandang hebat kalau mereka bisa mem­buat sesuatu yang mudah menjadi sulit. Dalam kewirausahaan, sebaliknya yang harus dilakukan. Kalau Anda membuat­nya menjadi kompleks tidak akan ber­tahan."

- Rhenald Kasali

  • Tulis semua yang dikerjakan can kerjakanlah se­mua yang tertulis.

  • Jangan pelihara manajer atau karyawan yang berpikir complicated atau orang yang ingin terlihat cerdas dengan rata-rata yang sulit dimengerti orang lain.

  • Terapkan teknologi tepat guna sehingga mudah dilakukan siapa saja.

  • Namun sekalipun semuanya mudah, ciptakan keunikan melalui branding yang kuat, segar, mudah di­ingat, modern, dan terkesan positif – merindukan.

  • Gunakanlah bahasa yang sederhana, kalimat­-kalimat pendek yang mudah dimengerti.

  • Jadi pemimpin yang berbicara dengan contoh- contoh yang konkret.

Dari Buku: Wirausaha Muda Mandiri Part 1: Kisah Inspiratif Anak Muda Mengalahkan Rasa Takut dan Bersahabat dengan Ketidakpastian, Menjadi Wirausaha Tangguh. Oleh: Rhenald Kasali Penerbit: Gramedia.

No comments: